34. SI TUKANG RAMEN

16 11 1
                                    

Mobil van Apordios kembali berhenti di tebing selanjutnya. Mesin dimatikan. Tom, Rachel, dan Nara beranjak berdiri dan turun dari mobil. Mereka berada tepat didepan sebuah bangunan besar.

Nara mendongak. "Ini bukannya Perpustakaan Nasional Louan, ya?"

Rachel menoleh. "Perpustakaan?" Dia ikut mendongak menatap bangunan besar dihadapannya.

"Ya. Semua pemikiran para cendekiawan besar Louan, ilmu pengetahuan, dan tulisan-tulisan penting lainnya disimpan disini."

Tiga remaja itu sudah berjalan berbarengan meninggalkan mobil van.

"Terutama gulungan Chizuha. Benda sakral yang dijaga turun temurun, disimpan dengan baik didalam perpustakaan itu. Bahaya kalau sampai ke tangan yang salah."

"Kenapa bisa bahaya, Na?" Rachel penasaran.

"Entahlah, Ra. Aku baca-baca sih begitu. Kegunaan dari gulungan Chizuha masih misteri."

Mereka terus berjalan menyusuri tiap-tiap perumahan. Tom juga sempat bertanya pada seseorang yang tengah duduk-duduk didepan rumahnya tentang sebuah kedai ramen di tebing ini. Orang yang ditanyai mengangguk, menyebutkan lokasi lengkap tempat itu.

Tiba-tiba, Tom berhenti ditengah perjalanan.

Rachel dan Nara ikut menghentikan langkahnya. "Ada apa, Tom?" Tanya Rachel.

Tom menatap sekitar. Bola mata hitamnya berpindah-pindah dari kanan ke kiri dan sebaliknya. "Kalian dengar itu?"

Rachel dan Nara saling tatap. "Dengar apa?"

Beberapa saat, mereka bertiga tidak mengucapkan apapun. Dua gadis dibelakang Tom paham betul situasi seperti ini adalah tanda bahaya. Nara memasukkan telunjuk kanannya ke dalam mulut, bersiap menghadapi apa saja yang akan muncul.

Dan seketika itu juga. PROT!

"EWW...!!" Sontak Rachel dan Nara mundur saat mendengar suara kentut dari Tom.

Tom tertawa terbahak-bahak.

"APA-APAAN KAU, TOM!" Nara merasa kesal dengan tingkah temannya itu. "KAU MEMBUAT KAMI CEMAS, TAHU!"

Tom menggosok matanya yang basah, masih tertawa. "Maaf-maaf. Lagipula kalian tegang sekali. Jadi aku mencoba untuk mencairkan sedikit suasananya."

"Dih, caramu mencairkan suasana jelek sekali!" Rachel menendang tumpukan tanah ke arah celana Tom.

Mereka bertiga kemudian kembali melanjutkan perjalanan setelah tawa Tom berhenti. Beberapa saat setelahnya, terlihat sebuah bangunan dengan ukuran standar berdiri kokoh di tepi tebing. Di samping bangunan itu, terdapat rumah dua tingkat dengan arsitektur khas Louan pada umumnya.

"Kami pulang dulu, ya, Paman Izato." Sepasang remaja yang umurnya mungkin sepantaran mereka bertiga, tampak membungkukkan badan pada orang tua yang sedang menutup kedai ramen di tepi tebing itu.

Orang tua itu mengangguk, tersenyum. Sepasang remaja tersebut pun berjalan meninggalkannya.

Tom, Rachel, dan Nara segera menghampiri orang tua itu setelah sepasang remaja tadi telah menghilang dari pandangan mereka.

"Permisi, Paman," panggil Tom.

Orang tua itu menoleh.

"Apakah paman yang namanya Izato Minamio?"

"Iya. Ada apa, Nak? Apa kalian mau makan ramen?"

Tom menggeleng. "Kami kesini bukan untuk itu, Paman." Dia mengangkat buku harian yang dipegangnya. "Melainkan untuk ini."

Hand and WondersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang