33. CIE... PERHATIAN

32 20 1
                                    

Kembali ke ruang tamu rumah Ziwaki di masa kini.

"Kami ditangkap dua hari kemudian." Ziwaki melanjutkan cerita. "Barangkali mereka telah menyadari adanya kejanggalan saat rapat rahasia itu. Para ninja militer kemungkinan juga telah menemukan tubuh dua pelayan yang kami buat pingsan. Pertempuran yang terjadi di tiga kota itu berlangsung selama lima hari sejak ksatria Negara Caltoniaz bergerak."

"Dan setelah itu anda bersama Izato dipenjara?" Tom memastikan.

Ziwaki mengangguk. "Ya. Kami divonis dalam waktu yang berbeda. Dia divonis sepuluh tahun, sementara aku dua puluh tahun. Karena aku masih harus menyelesaikan hukuman dari kasus pengeboman markas ninja sebelumnya. Aku satu sel dengannya. Setelah perang dunia kedua berakhir, kami sempat mendengar perbincangan dari para napi dan sipir tentang hubungan semua etnis di Negara Louan yang semakin membaik. Bahkan, orang-orang dari etnis Nezami yang masih tersisa pun mulai diperlakukan dengan adil oleh etnis lain. Kami merasa lega, khususnya Izato. Akhirnya impian aku dan anak itu terwujud. Menciptakan kedamaian bagi Louan."

"Apakah masih ada kejadian-kejadian di penjara yang menurut anda penting, Paman?"

"Tidak ada yang terlalu penting. Semua yang terjadi disana hanyalah hal-hal normal yang di penjara. Yang paling menarik menurutku saat Izato menceritakan gadis yang dicintainya." Ziwaki memperbaiki posisi duduk. "Siapa namanya, ya? Aku lupa."

"Xiela bukan, sih?" Bisik Nara pada Rachel. Dia menebak nama yang sedang diingat-ingat oleh Ziwaki.

"Bisa jadi," Rachel mengiyakan dan kembali menatap Ziwaki. "Apakah dia Xiela, Paman?"

Pria itu kembali berpikir, tampaknya dia benar-benar lupa. "Hmm, kurasa memang dia. Izato bilang bahwa dia mulai tertarik dengan gadis itu sejak melihatnya pertamakali di Akademi Liuzaki. Dan rasa suka nya mulai bertambah pada gadis itu saat mereka berdua menjadi teman dekat. Ya, kira-kira seperti itu lah ceritanya."

"Setelah bebas dari penjara, kemana Izato pergi, Paman?"

"Dia tidak bilang padaku. Aku juga tidak sempat bertanya. Tapi ku rasa, tujuannya setelah bebas dari penjara, antara kembali tinggal di rumah sahabat lamanya yang berada di Kota Mozu, atau mungkin pergi ke Desa Yongso."

"Desa Yongso?" Tom bertanya.

"Ya, itu adalah tempat tinggal gadis bernama Xiela itu. Izato pernah memberitahu ku dimana gadis yang dicintainya itu tinggal sekarang."

Tiga remaja itu merasa senang. Mereka langsung mengetahui lokasi Izato selanjutnya tanpa perlu mencari tahu lebih dalam. Tidak salah lagi, Izato sudah pasti pergi ke Desa Yongso demi mendapatkan cinta dari Xiela.

"Apakah masih ada lagi yang ingin kalian tanyakan?" Ziwaki berdiri, dia hendak membereskan gelas-gelas sisa teh dari tiga remaja itu. Ziwaki menatap keluar jendela, langit sudah gelap. Dia bercerita hingga menghabiskan waktu dua jam. Mulai dari jam lima hingga jam tujuh.

Tom menggeleng. "Kurasa informasinya cukup, Paman."

Ziwaki kemudian melangkah menuju dapur untuk meletakkan gelas-gelas kotor ke wastafel. Setelah itu, ia kembali ke ruang tamu.

"Kalau begitu kami izin pamit," ucap Tom setelah Ziwaki duduk kembali di sofa. Tom, Rachel, dan Nara lalu berdiri. "Terimakasih untuk ceritanya, Paman. Maaf bila menghabiskan waktu anda."

Ziwaki tersenyum, lantas menggeleng. "Tidak masalah. Malahan aku senang. Aku dapat kembali mengingat masa-masa muda ku dulu. Bilang pada Izato, bahwa aku akan memukulnya karena tidak pernah memberitahu tentang buku harian miliknya." Ziwaki tertawa pelan, dia hanya bercanda. "Kalau begitu, kalian hati-hati di jalan. Ku harap kalian bertiga segera bertemu Izato."

Hand and WondersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang