Bab 2

1.1K 17 0
                                    

02. Masuk Bk

Dugaan Alesya benar. Hazel telah berbuat ulah yang kedua kalinya. Sejak kedatangan murid baru dari kota, gadis berusia tujuh belas tahun itu semakin menunjukkan sikap bandelnya. Tak kira-kira, ia sampai menyewa seorang tentara. Hanya untuk, membodohi lawannya.

Saat ini, Alesya sedang memasuki ruang bimbingan konseling bersama Hazel di dampingi oleh guru wali kelas. Setelah sampai, hanya ada remaja lelaki di sana seorang diri. Tanpa ada pendamping sesuai yang ada di surat undangan.

"Lo? Gue? End."

Hazel menunjuk lelaki tersebut, lalu dirinya. Dan, yang terakhir ia memperagakan jari telunjuk ke arah lehernya dengan membentuk garis lurus.

Alesya mencubit dengan pelan lengan Hazel sebagai peringatan. Bagaimanapun, ini adalah bukan tempat umum seperti biasanya. Sikap yang harus di jaga, sebelum berurusan dengan hukum.

Tak lama kemudian, datanglah seorang wanita paruh baya dengan senyuman manisnya. "Maaf menunggu lama, saya ke toilet dulu tadi."

Alesya hanya mengangguk. Guru wali kelas Hazel berdiri di samping guru bimbingan konseling sembari menatap dirinya ramah.

"Begini, kemarin Hazel dan Zayyan bertengkar di depan kelas. Hingga, membuat Zayyan terluka di bagian jidat. Hazel yang mendorongnya sampai mengenai pembatas balkon lantai dua."

"Si Hazel kek bukan cewek aja!"

"Malu ni gue."

"Kalo bukan karena Mama yang maksa gue dateng ke sini, gue juga gak mau kali. Nyusahin emang tu anak!"

Alesya mengangguk paham, sembari tersenyum dengan tekanan. Guru tersebut memberikan bukti CCTV yang terpangpang nyata kejadian dimana Hazel dengan begitu mudah mendorong Zayyan hingga mengenai pembatas balkon. Sungguh, tidak habis pikir!

Zayyan tidak bisa mengelak perlawanan dari Hazel. Sebab, sebelumnya gadis itu telah menendang aset berharga miliknya. Itulah yang membuat dirinya tidak ada tenaga untuk melawan.

"Saya sebagai Kakaknya Hazel, meminta maaf yang sebesar besarnya atas kejadian tersebut. Saya akan memantau lebih jauh kembali, akan perlakukan yang telah Hazel lakukan. Akan saya pastikan, tidak akan terjadi di kemudian hari." Ujar Alesya, tak enak hati.

"Oke, saya pribadi akan memaafkan kelakuan Hazel kemarin. Tapi, saya akan tetap memberikan peringatan. Agar kejadian ini tidak akan ter ulang lagi."

"Baik, apapun itu peringatannya. Akan saya maklumi, selama tidak membuat kesehatannya terganggu. Atau, jam belajarnya tergantikan."

Guru bimbingan konseling itu menyetujui permintaan Alesya. Lalu, menyuruhnya untuk menandatangani perjanjian peringatan pertama.

"Zayyan? Orang tua atau Abang kamu kemana?"

"Abang Zayyan sudah izin kepada saya Bu. Maaf, saya lupa mengabarkan. Beliau sedang ada di luar kota, dan tidak dapat di tinggalkan. Sempat memberikan saya amanat juga. Bahwa, Abang Zayyan juga mengatakan. Sudah memaafkan Hazel, dan berharap diberikan peringatan kepada Hazel maupun Zayyan. Agar keduanya bisa sadar, bahwa berteman lebih baik daripada saling melawan."

Bu Sopi, guru bimbingan konseling itu mencoba menatap kedua siswa dan siswi yang sedang duduk saling menatap tajam.

"Kalian dengar?"

"Ya." Jawab mereka, dengan cepat.

"Baik, kalo begitu saya pamit Bu. Terimakasih, atas semuanya. Sekali lagi, maafkan kelakuan Hazel..."

Alesya menarik pergelangan tangan Hazel dengan tenaga penuh. Emosinya sudah di ujung tanduk. Jika Mamanya tau akan hal ini, Hazel bisa habis di marahi dalam seminggu. Dan, uang jajan perbulan akan di tahan. Sudah seperti itu, siapa lagi yang akan di cari selain dirinya sendiri. Nasib, anak pertama.

"Lo tuh kenapa sih, gue kan udah kasih tau. Jangan bertingkah ya jangan bego! Kalo udah begini, siapa lagi yang repot. Gue! Mak lo mana mau berurusan sama sekolah lo."

Hazel terdiam mendengar kekesalan dari Alesya. Ia juga sadar, ini semua karena kesalahannya. Tapi, kalau saja di awal Zayyan tidak memancing emosinya. Dirinya juga tidak akan berbuat ulah.

"Awas ya, kalo sampe sekali lagi lo berbuat ulah kek gini. Gak mau gue dateng ke sekolah lo lagi buat menuhin tu undangan keramat."

Hazel berdesis sinis, "Apaan sih! Kok gitu banget sama gue."

"Gak peduli gue."

Alesya membuka pintu mobil. Siang hari ini, ada jadwal mata kuliah. Setelah mengantarkan Hazel sampai rumah, ia akan mencoba fokus dengan tugasnya. Walaupun, rasanya tidak mungkin.

"Woi! Gue gak mau di hukum."

Hazel menatap wajah Alesya yang sedang menyetir. Ia menampilkan puppy eyesnya. Berharap, kakaknya itu akan luluh. Dan meminta keringanan pada sekolah.

"Gue rela lo di hukum bersihin wc. Kalo bisa, bersihin tu seluruh sekolah. Gudang juga bahkan lebih bisa dari itu. Biar lo di kunci dan gak bertingkah lagi sama satpam."

"Jahat lo sama gue!"

Hazel meraung-raung tidak jelas. Membuat indra pendengaran Alesya berdengung menusuk ke dalam otak. "Diem!"

***

hari ini double up😁

Love You Ex! [ ON GOING ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang