Bab 7

468 14 0
                                    

07. Demam

Keesokan harinya, Alesya tidak dapat pergi survey bangunan dengan projek bersama owner toko roti di pusat kota. Ia demam tinggi, dan tidak bisa beranjak dari kasur seincipun.

Melihat cahaya matahari menebus jendela kamarnya, terdiam. Seluruh anggota keluarga sudah mulai sibuk dengan kegiatannya masing-masing di hari senin ini. Ya, Alesya sudah jatuh sakit selama empat hari. Selama tiga hari kemarin, selang infus masih melekat di pergelangan tangannya. Akhirnya, tadi pagi sudah terlepas.

Perasaannya lega. Jujur, di tusuk oleh jarum sepanjang itu sangatlah sakit. Apalagi, dengan waktu tiga hari. Tapi tak apalah, setidaknya tubuhnya yang lemah ini sudah mulai membaik.

Kembali pada hari Jumat, Alesya terbayang wajah seseorang yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Tidak ada yang berubah, hanya badannya yang atletis dan tegap sempurna.

"Kenapa dia kembali?" Gumamnya.

Selama empat tahun lamanya, ia berusaha untuk melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pria itu. Namun, ada saatnya dimana bukti kebersamaannya dulu datang tanpa di undang yang membuat hati kecil Alesya terasa di tusuk oleh benda tajam.

Flashback On

Tujuh hari setelah pertemuan terakhir Alesya dengan, Raka di sekolah. Gadis itu sengaja tidak mau bersitatap dan berkomunikasi lebih jauh. Walaupun mereka sedang melakukan kerjasama olimpiade bahasa Inggris. Alesya selalu menghindar dan berasalan jika dirinya telah latihan bersama Miss Diana, guru bahasa Inggrisnya.

Raka sendiri sudah tidak heran dengan sikap Alesya yang selalu mementingkan egonya sendiri. Biasanya, saat sudah seperti itu. Alesya akan meminta maaf duluan kepadanya. Namun, setelah tujuh hari berlalu Gadisnya itu tak kunjung menemuinya.

Tapi, ia tak sengaja bertemu dengan Alesya di rooftop sekolah. Tidak salah lagi, Alesya pasti sedang menenangkan diri seperti biasa.

Raka mulai mendekat, "Sya..."

Alesya berbalik, mendapati kehadiran Raka di hadapannya. Membuat nafasnya sesak tak beraturan. Ia menunduk kecewa, berusaha menahan air matanya untuk tidak turun.

"Kenapa?" Tanya Alesya, mengangkat wajahnya kembali. Menatap netra cokelat tua milik Raka. Tatapannya, seolah tidak memiliki kesalahan apapun.

"Aku minta maaf. Gak bermaksud, untuk membuat kamu kecewa di hari ulang tahun kamu. Ak--"

"Ini udah hari ketujuh setelah hari ulang tahun aku. Itu tandanya, kamu telat buat minta kesempatan ke aku lagi!"

Alesya memotong ucapan Raka dengan cepat. Kenapa kalimat maaf itu lambat di ucapkan?! Bahkan, disaat dirinya mencoba mendekati Raka secara perlahan. Lelaki itu malah mendekati teman sekelasnya, Reva. Padahal, keduanya baru saja putus.

"Udahlah, mending kamu pergi dari sini. Biarin aku sendiri, aku gak butuh kehadiran kamu di sini. Itu malah bikin hati aku sakit."

Raka tertegun sejenak. Ia bingung harus melakukan apalagi, agar bisa Alesya kembali padanya. Sikap yang Alesya berikan, tidak sepadan dengan kesalahannya beberapa hari yang lalu.

"Aku mau disini. Nemenin kamu, kamu pasti lagi sedih kan? Aku ada kok di sini."

Alesya mengusap bulir air matanya yang sudah mengenang di pipinya. "Gue bilang pergi ya pergi!"

"Gak."

Raka semakin menentangnya. Alesya tidak menyukai ini, "Yaudah lebih gue yang ngalah."

Alesya pergi meninggalkan Raka. Selama langkah cepatnya menuju kelas, Raka berusaha memanggil Alesya. Bahkan, mencoba menggapai pergelangan tangannya. Namun, selalu di tepis oleh Alesya.

Flashback Of

Tanpa sadar, Alesya menjatuhkan air matanya. Se childish itukah dirinya dulu? Kenapa dengan begitu mudah mengucapkan kalimat putus tanpa adanya kesempatan untuk Raka memberikan penjelasan.

Ema masuk ke dalam kamar Alesya tanpa mengetuk pintu. Ia segera menepis air matanya, dan mengusap wajah bantalnya dengan cepat. Jangan sampai, Ibunya itu tau.

"Kak, gimana? Masih pusing kamu?"

"Udah lumayan kok, Ma." Jawab Alesya, dengan suara seraknya.

"Nih, Mama beliin bolu black forest kesukaan kamu."

Kedua mata Alesya berbinar cerah. Ini yang disukainya ketika sedang sakit. Apapun yang diminta, pasti di turuti. Bahkan, bisa di lebihkan. Contohnya seperti ini. Ia hanya meminta dibelikan jajanan pasar saja. Tapi, bonus bolu cokelat yang jarang ia makan kecuali sedang sakit.

"Ini buat Kakak sendiri aja, Ma?" Tanya Alesya, mencoba meyakinkan.

"Iyalah."

Alesya meraup bungkus bolu tersebut ke dalam pelukannya. "Okei, ini punya aku. Jangan kasih tau ke Razi apalagi Hazel. Bisa abis ni dalam satu menit."

Ema menggelengkan kepalanya, "Yaudah Mama mau masak dulu. Jajanan pasarnya ada di plastik putih."

"Oke."

***

rumit banget ya, kisah percintaan orang😵😌

ayo teman-teman, share cerita ini ke sahabat kalian yang masih belum bisa move on🤫

Love You Ex! [ ON GOING ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang