Bab 9

510 12 0
                                    

09. Apa sih!

Keadaan Alesya sudah membaik dari hari sebelumnya. Deadline skripsi semakin dekat. Di tambah, jobdesck tambahannya sebagai arsitek di perusahaan besar yang satu dengan lain. Membuat dirinya panik tak karuan.

Pertama, skripsinya baru siap setengah dari ratusan lembar yang seharusnya. Kedua, hasil desain tiga yang telah sepakat secara resmi hanya terlaksana satu saja. Waktu tinggal tersisa satu minggu lagi. Itu artinya, Alesya harus mengosongkan jadwalnya dengan siapapun demi masa depan yang sangat cerah.

Hari ini, Alesya sedang mengerjakan desain dari perusahaan teman Ayahnya yang berada di negara Jerman. Simpel tentunya. Namun, luasnya ruangan yang dapat mengobrak-abrik otak sampai ke dalam saraf.

Sudah terhitung dua jam Alesya anteng berada di dalam cafe. Di temani secangkir hot chocolat dan sepotong kue rainbow.

Kacamata hitam bertengger manis di hidungnya. Tidak ada kata lelah untuk mendapatkan cuan. Masih banyak keinginannya yang belum tercapai. Tabungannya juga belum cukup memenuhi itu semua.

Handphonenya berdering menandakan ada telepon masuk. Nama "Ma" tertera di layar, "Hallo?"

"Lagi dimana? Cepet pulang mau ujan."

Alesya menghela nafas panjang, Ibunya yang satu itu. Selalu menganggap bahwa dirinya masih anak-anak. Belum bisa membebaskan secara penuh di setiap kegiatannya.

"Aku kan bawa mobil, Ma." Jawab Alesya, kedua matanya masih fokus pada layar laptopnya.

"Tetep aja! Ini udah mau malem. Mendung juga tuh, nanti ujan di jalan. Bahaya."

Alesya hanya berdehem singkat. "Okedeh."

Baiklah, jika ibu negara sudah bertindak. Jangan harap, ada kesempatan.

Alesya membereskan laptop ke dalam tas tote bagnya. Menyantap habis kue yang sisa satu suapan. Lalu beranjak dari mejanya yang berada di ujung ruangan cafe.

Saat berjalan, Alesya baru menyadari bahwa earphonenya menggantung belum di masukki secara keseluruhan. Ia memasukkannya dengan terburu-buru. Karena suara petir mulai terdengar seram di indra pendengarannya.

Bruk!

"Aduh."

Lagi-lagi, Alesya terjatuh dengan posisi yang tidak enak di lihat. Ia mengadah menatap sang pelaku. Kedua matanya menyelidik wajah yang tidak asing baginya.

"Maaf, Kak. Aku gak sengaja." Ucapnya.

"Maaf-maaf! Lo pikir gue maafin lo?! Sakit ni..."

Dengan begitu mudahnya, remaja lelaki itu ingin menghindar jauh. Tentu tidak bisa. Alesya mencegah kepergiannya.

"Mau kemana lo? Enak aja, main pergi gitu."

"Trus aku harus ngapain?" Tanya remaja lelaki tersebut. Ah iya! Alesya ingat, ia yang telah menubruknya tempo lalu di parkiran gedung pernikahan.

"Hobi lo nabrak orang ya?" Alesya memicing curiga.

"Engga." Jawabnya, sembari menggeleng cepat.

Hujan sudah mulai turun dengan deras. Alesya telat memasukki mobilnya. Ia tak sengaja menatap payung yang berada di genggaman remaja lelaki tersebut, yang tidak dirinya ketahui namanya itu.

"Sebagai permintaan maafnya, lo harus kasih payung itu buat gue."

Lelaki itu memeluk payungnya erat, "Enak aja. Ini benda kesayangan aku."

"Gue mau pulang! Tapi di luar udah ujan. Yakali, gue harus ujan-ujanan? Lo mikir dong."

Alesya bercerita tentang nada yang tidak bersahabat. Sebetulnya, tidak ada hubungannya. Mungkin, moodnya sedang tidak baik. Jadi, siapapun bisa kena imbasnya.

"Yaudah, minta tolong sama abangku aja."

Pintu cafe terbuka, "Lama banget sih cuma pesen kopi doang sampe ujan."

Alesya terpaku. Mulutnya sedikit terbuka. Sungguh! Ia tak percaya dengan ini semua. Rambut dan baju orang yang baru datang di depannya itu sedikit basah. Mungkin, telah menerjang hujan barusan.

"Nah, minta tolong sama dia aja. Bang! Tuh, Kakak ini mau pulang tap--"

"Diem lo!" Alesya segera memotong ucapan bocah itu.

Seseorang dengan kaos merah maroon itu masih diam membisu. Sama halnya dengan Alesya. Ia tidak percaya, bertemu dengan--

"Syaca?"

Alesya gelagapan. Bagaimana bisa, panggilan untuk dia seorang terucap di waktu yang tidak tepat pula?!

Suara petir semakin bergemuruh. Alesya menatap sekitar, tidak berani ke sumbernya langsung. Bisa-bisa, hatinya tidak akan aman.

"Gue pulang dulu."

Pergelangan tangannya di tahan. "Di luar ujan."

Ah! Sialan! Siapapun tolong dirinya!

Alesya menutup kedua matanya, lalu membukanya kembali. Mencoba, menetralisir rasa aneh di dalam hatinya.

"Gapapa."

Baru saja Alesya hendak melangkah kembali, tahanan itu semakin kuat di rasakan.

"Apa sih! Gue bilang gapapa ya gapapa. Kenapa lo maksa banget jadi orang?!"

Keluar sudah, khodamnya kali ini. Alesya mulai pergi menjauh. Tapi sebelum itu, ia sengaja menubruk bahu pria itu dengan tenaga dalam. Lalu, membelah hujan untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Ternyata, sikap dia kalo lagi badmood masih tetep sama."

***

hai gais, aku kembali😌✨

siapa ya kira-kira? Yang pasti, orang spesial. Maybe.

yang masih inget nama musuhnya Hazel siapa ya? aku lupa jujurly😭

udah skrol, tapi gak nemu. atau akunya aja yang males liat satu per satu. hehe🤠

nih, aku kasih visualnya Hazel. di next part, bakalan kacau parah‼️

( jangan percaya sama wajah imutnya )

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

( jangan percaya sama wajah imutnya )

Love You Ex! [ ON GOING ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang