Bab 6

582 15 0
                                    

06. Samar

Acara telah selesai. Sedari tadi, Alesya berdiam diri di ruang kesehatan. Suhu badannya tiba-tiba meningkat drastis. Rasa mual mulai mendera. Asam lambungnya sedang kumat. Di sertai demam tinggi.

Entah apa penyebabnya. Yang pasti, sejak pagi badannya mulai terasa tidak enak untuk di bawa keluar rumah.

Alesya juga belum makan malam. Seluruh keluarganya sibuk mengemas barang-barang pribadi yang ada di dalam gedung serbaguna. Tidak semua, seluruhnya milik wedding organizer. Karena Neneknya, dulu sempat menjadi perias pengantin dan ruangan. Ada peninggalannya yang masih di pakai hingga saat ini.

Usai minum obat, Alesya beranjak menuju lorong gedung mencari kehadiran siapapun yang lewat. Untuk meminta tolong membawakan satu buah kotak nasi untuknya.

Sudah lama menunggu, perutnya semakin bunyi. Tenaga juga sudah mulai terkuras. Tidak ada pilihan lain, ia harus berjalan lumayan jauh agar bisa mendapatkan yang di tuju.

Karena rasa pusing yang terus ada, membuatnya sulit untuk berjalan. Dunia terasa berputar. Demi keseimbangan terjaga, Alesya memegang dinding lorong dengan langkah yang sangat pelan.

Akhirnya, ia sampai di dekat pintu menuju gedung utama. Baru saja ingin membukanya, sudah ada Razi berdiri menjulang tinggi. Sembari membawa dua kotak nasi.

"Nih, kata Mama jangan lupa di makan."

"Bay."

Razi pergi begitu saja meninggalkan dirinya sendirian. Biarlah, akhirnya menu makan malam telah ada di tangan. Tujuan selanjutnya adalah, harus berjalan kembali dengan jarak lima ratus meter.

Tapi sepertinya, Alesya sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan berjalan. Lorong ini benar-benar sepi. Penjaga ruang kesehatan sedang pergi entah kemana. Ada satu ruangan lagi di samping ruang kesehatan, yaitu ruang ganti. Seharusnya, di ruangan itu cukup ramai. Sebab, acara sudah selesai. Dan penari lengser berganti pakaian di sana. Tapi sepertinya, ruangan itu tidak ada orang sama sekali.

Pandangannya mulai mengabur. Alesya menggelengkan kepalanya, mencoba untuk kembali berjalan dan menguatkan dirinya sendiri.

Tapi, semesta tidak mendukungnya. Alesya ambruk tak berdaya di atas lantai yang dingin tanpa alas kaki. Kotak nasi yang tadi di berikan oleh Razi ikut terjatuh di samping tubuh Alesya.

Seseorang yang tidak jauh dari Alesya berada, ia melihat terkejut saat ada yang jatuh pingsan di lorong gedung tanpa ada orang sama sekali.

Ketika melihat wajahnya, dirinya semakin di buat terkejut bukan main.

"Alesya?"

Ia membopong tubuh lemah itu ke dalam ruang kesehatan. Lalu, memanggil dokter yang sudah ceroboh tidak menjaga pasiennya dengan baik. Tidak, sebetulnya bukan kesalahan dokter seratus persen. Tapi, kesalahan penjaga ruang kesehatan yang tidak melakukan tugasnya dengan benar.

Dengan kesadaran yang masih ada, Alesya melihat wajah seseorang yang ia kenali. Samar, tapi sangat jelas.

***

Hazel yang di suruh oleh Ema untuk menjaga Alesya berjalan santai menuju ruang kesehatan. Ibunya itu tiba-tiba saja rusuh sendiri, karena tidak melihat keberadaan Alesya setelah izin mengundurkan diri karena badannya sedang tidak baik-baik saja.

Langkahnya terhenti di ambang pintu. Hazel melihat punggung tegap sedang menatap wajah Kakaknya. Selang infus sudah melekat di pergelangan tangan Alesya.

"Kak."

Hazel khawatir, penyakit Kakaknya kambuh. Ia sudah melupakan hal itu.

Pria itu berdiri saat melihat kehadiran adiknya Alesya. Ia memundurkan langkahnya secara perlahan agar tidak menggangu atensi Hazel.

"Lo gak papa kan Kak? Lo gak sesek napas? Hah?"

"Aduh, repot deh kalo udah begini."

Hazel hanya tau, jika Alesya sedang tidak baik-baik saja. Maka dari itu, dirinya merasa tenang. Tapi, setelah melihat selang infus melekat di pergelangan tangan Kakaknya. Ia yakin, penyakit Alesya sedang kambuh.

Tidak lama kemudian, dokter datang menghampiri setelah membawa resep obatnya sendiri di gedung barat yang tidak ada di ruang kesehatan.

Ia mengedar mencari seorang pria yang tadinya menemani Alesya.

"Dok, Kakak saya kenapa?" Tanya Hazel.

Dokter itu mengalihkan perhatiannya. "Oh iya, Ale-Sya?" Tanya dokter itu ragu. Sebab, dirinya sempat mendengar pria tadi menyebut nama pasiennya.

"Iya, kenapa Kakak saya? Penyakitnya kambuh lagi dok? Saya udah nebak sih. Soalnya, terakhir dia makan itu tadi pagi. Dan, saya ajak eksplor jajanan di acara tadi. Gak mau, dia dok." Ucap Hazel, panjang kali lebar.

Dokter itu hanya tersenyum, "Jangan lupa di makan nasinya setelah Alesya bangun. Dan, minum obatnya satu pil malam ini. Stok untuk tiga hari kedepan."

Hazel menerima obat pemberian dari dokter. Setelah kepergiannya, ia mencoba menelfon Ibunya. Agar segera ke ruang kesehatan. Dirinya juga merasa merinding berada sendirian di sini. Hawanya, terasa beda.

"Ternyata, dia masih suka telat makan."

***

double up lagi, dan lagi.

aku udah draft beberapa bab selanjutnya. semoga, makin banyak yang suka sama cerita LYE ini✨

Love You Ex! [ ON GOING ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang