M07 | Interesting Theory

151 18 0
                                    

⭕️⭕️⭕️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



⭕️⭕️⭕️

Jane sore ini mengenakan knit cardigan berwarna cokelat muda yang membalut tubuhnya berpadu dengan jeans biru, terlihat manis dan cute, berbanding terbalik dengan aura wajahnya yang selalu tampak serius dan tegas.

Memutar tuas pintu markas B'Placide, Jane masuk ke dalam dengan sorot matanya yang tajam. Hadirnya membuat suasana di dalam markas mendadak hening, hanya terdengar suara langkah sepatunya yang bergema di dinding-dinding beton.

"Selamat sore, kapten." Lalizara yang udah berada di sana dengan Chu dan Rico, mencoba menyapa dengan ramah. Tapi seperti biasa. Diabaikan. Not give a single care.

But Lalizara being Lalizara. Dia tidak gampang tersinggung dengan semua hal yang Jane lakukan ke dia. Malah sekarang perempuan itu keluar dari kursinya, berusaha menjadi sopan dengan menarik kursi untuk Jane. Nah, yang ini bukan sopan sih, lebih ke sengaja aja. Soalnya wajah jengkel Jane ke Lalizara itu kadang kocak, melihat itu membuat imun naik.

Iya sih. Imun dia yang naik, imun Jane-nya yang terjun bebas.

"Silakan duduk, kapten," ujar Lalizara sambil tersenyum lebar dengan menaikturunkan kedua alis matanya.

"Ck!" Jane memutar kedua bola matanya, lalu memilih kursi yang lain untuk dia duduki. Males banget sebenarnya harus menghirup udara yang sama dengan orang bernama Lalizara. Kenapa sih Rico harus mengajak tuh orang? Jane masih kurang terima.

"Pfft.." Chu menutup mulutnya untuk menahan tawa saat melihat Lalizara dicueki oleh sepupunya. Jane vs Lalizara dari dulu emang tidak pernah selesai. Ralat. Jane sebenarnya yang ogah buat berdamai karena Lalizara justru terlihat lebih nyantai.

Jane dengan malas duduk di kursi yang dia pilih, sambil melipat tangannya di depan dada. Matanya yang tajam terus memperhatikan setiap gerak-gerik Lalizara. Udah tau Jane tidak suka. Masih aja manusia sebijik itu mengajaknya ngomong. Tidak punya malu apa gimana?

Tak lama, Ben dan Hans datang secara bersamaan. Terlihat sedikit lelah seharian ngurusin kerjaan dan melawan macet di jalan.

"Gue pikir udah pada ngumpul. Ternyata Rose sama Jenderal Nolan belum dateng," kata Hans sembari melepas jaket kulitnya.

"Iya. Ayangbeb gue masih ada rapat. Paling bentar lagi. Kok lo ngga sekalian ngejemput Rose sih?" tanya Chu.

"Dia ngga ngomong."

"Dih. Pantes aja lo ngga diterima mulu sama dia."

"Apa hubungannya?" protes Hans.

"Yaiyalah. Gak peka. Inisiatif duluan kek."

"Perasaan gue salah mulu."

"Emang. Cowok selalu salah."

Sementara Chu dan Hans beradu mulut. Ben menghampiri Jane dengan senyuman hangat. "Hai," sapanya lalu mencium pipi perempuan itu dan duduk di sebelahnya.

"Hai. Cape?"

"A little bit. But it's oke. Gimana hari kamu?"

"Biasa aja. Sama kayak hari-hari sebelumnya." Hari ini Jane memang akhirnya mau kembali berangkat ke kantor setelah seharian memutuskan untuk istirahat di dalam kamar. Trauma kejadian kemarin cukup membuatnya kepikiran. Tapi syukurlah pekerjaan yang lumayan banyak hari ini membuatnya sedikit lupa.

"Btw, gimana hasil rekaman CCTV, Jane? Udah ketauan belum siapa yang nganter paketan kotak misterius kemarin?" celetuk Hans. Dia udah tau ceritanya dari grup whatsapp mereka.

Jane menggelengkan kepala. "Nihil. Gue rasa yang nganter kayaknya udah tau celah sistem keamanan rumah ini. CCTV yang nyorot ke arah pagar dan pos Pak Muklis bisa-bisanya gelap."

"Masa iya?" tanya Hans skeptis. "Rumah ini dari dulu ngga bisa sembarang orang yang masuk. Hanya ada dua kemungkinan. Tuh orang emang pinter banget atau dia orang terdekat."

Lalizara menyeringai tipis di balik cadbury yang baru aja dia arahkan ke bibirnya.

Interesting theory. Hans pintar. Dia berhasil membuat asumsi. Ini akan menjadi perdebatan baru.

Jane dan Rico berbarengan menampilkan dahi yang terlipat. "Lo jangan buat gue parno, Hans," kata Jane.

"Tau, ya. Bikin orang jadi mikir aja," dumel Chu.

"Gue cuma bilang, guys. Come on." Hans membela diri dengan polos.

"Tapi yang diucapin sama Hans perlu dipertimbangkan. Karena selama ini di rumah gak ada kejadian begini. Seumur aku hidup, ini yang pertama." Rico berujar.

Ben menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Kalian terlalu paranoid."

Lalizara melirik laki-laki itu. "So, that's what you think?" tanyanya dengan nada santai, mengunyah cokelatnya. Entah kenapa auranya terlihat berbeda. Semua yang ada di sana bisa merasakannya. Lalizara selalu sulit ketebak.

Ben mengangkat bahunya. "Well, it's just a possibility. We shouldn't jump to conclusions before we have solid evidence."

Lalizara tersenyum lebar lalu manggut-manggut. Chu melihat ada sesuatu yang aneh di kedua sorot mata Ben dan Lalizara. Or maybe she was just imagining things? Tapi... Ah. Mungkin perasannya aja.

Dan tiba-tiba, bunyi pintu yang terbuka memotong pembicaraan di ruangan itu. Jenderal Nolan dengan seragam militer rapi masuk ke dalam markas, disambut dengan senyum ramah mereka. Lima menit setelah itu, Rose juga muncul. Telat as usual.

"Satu.. Dua... Tiga.." Chu menghitung dalam hati.

"Hai, guys. Sorry telat," ucap Rose tepat dihitungan ketiganya Chu. Itu adalah kalimat yang selalu Rose ucapkan setiap kali datang belakangan. Teman-temannya sampe hapal. Jezz!

Jane memutar kedua bola matanya. "You're always late, Rose."

Perempuan berambut blonde dengan plastik makanan yang dia tenteng hanya cengengesan.

Jenderal Nolan berjalan menghampiri kursi tempat Jane duduk. Berdiri di depan sang kapten dengan tangan yang terjulur.

"Welcome back, Ruby Jane."

Perempuan itu diam dulu sebentar.

"Thank you, Jenderal," katanya sembari meraih tangan sang jenderal untuk bersalaman. Sejak mutuskan untuk mundur dari departemen misi, Jane hampir tidak pernah berinteraksi dengan Edric Nolan. Meskipun Laki-laki itu kekasih sepupunya, mereka tetap jarang ketemu.

Di tempat duduknya, Chu memandangi Edric dan sepupunya dengan ujung bibir yang terangkat. The new story now begins.

"Anyway, sekarang kita langsung ke topik utama," ujar Jenderal Nolan sembari kembali ke kursinya. Mereka bersiap-siap untuk membahas kasus yang akan mereka pecahkan. Ini akan menjadi malam yang panjang.




===

Menurut kalian siapa villainnya? Komen dong. Pengen tau 😁

Lalizara Marin?

Ben Kasyafano?

Hans Halilintar?

Chusoya Kane?

Atau 'mungkin' Pak Muklis?

MISSION : The Unknown Enemy ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang