M33 | The Truth

90 13 0
                                    

⭕️⭕️⭕️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



⭕️⭕️⭕️

Jane membuka matanya perlahan. Pandangannya masih kabur, dan kepalanya terasa berat. Ada aroma tajam yang menusuk hidung, efek obat bius yang masih tersisa. Perlahan, kesadarannya kembali, dan dia menyadari sesuatu bahwa dia tidak berada di tempat yang dia kenali.

Panik mulai merayapi tubuhnya saat matanya terbelalak. Dia mendapati dirinya duduk di atas kursi putar yang berdecit pelan saat dia bergerak. Kedua tangannya terasa kaku, diikat kuat ke belakang tubuhnya dengan tali dan mulai terasa sakit.

Jane meringis, mencoba menarik pergelangan tangannya agar bisa meloloskan diri, namun sialnya, ikatan itu terlalu kuat. Tali yang membelitnya seakan menertawakan usahanya yang sia-sia. Who the hell did this? Dia mencelos. Sampai dia tau siapa pelakunya, akan dia habisi.

Jane mengalihkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang redup, berharap menemukan sesuatu—apa saja—yang bisa membantunya meloloskan diri. Tatapannya cepat menyapu setiap sudut, mencari benda tajam, atau mungkin sesuatu yang bisa dipakai untuk memotong tali yang mengikat tangannya.

Sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, suara tuas pintu yang terputar membuatnya tersentak. Pintu di seberang ruangan perlahan terbuka, cahaya dari luar merayap masuk. Jane membeku, rasa takut dan penasaran siapa sosok itu bercampur aduk. Bayangan seseorang muncul di ambang pintu, siluetnya samar.

Siluet itu melangkah lebih dekat, pintu terbuka lebih lebar, dan Jane bisa melihat dengan jelas siapa yang berdiri di hadapannya. Wajah yang awalnya samar kini terang oleh cahaya lampu yang dinyalakan, membuat Jane mengernyit penuh kebencian.

Lalizara Marin.

Perempuan itu berdiri dengan senyum lebar, wajahnya tampak tenang seolah tak ada yang salah dengan situasi ini. Seakan-akan Jane bukanlah seorang tawanan yang terikat di kursi dengan tangan terbelenggu, membuat Jane menggertakkan rahangnya, matanya menyala penuh kemarahan.

"Hai, Capt," sapa Lalizara dengan nada manis yang membuat darah Jane mendidih. Dia melangkah mendekat dengan santai.

"What? Why are you looking at me like that?" tanya Lalizara saat mendapati tatapan tajam Jane padanya.

"And you still have the nerve to ask that? Fuck you!" umpat Jane dengan mengertakkan gigi.

Lalizara mengangkat alis, tetap tenang meskipun Jane berteriak padanya. "Lo marah-marah mulu. Cepat tua, mau?" balasnya dengan enteng.

"Gue ngga punya waktu buat nanggepin ocehan lo! Lepasin gue!" teriak Jane, suaranya menggelegar di ruangan yang sepi itu.

Tapi Lalizara hanya tersenyum tipis, matanya menyorot tajam, jelas menunjukkan bahwa dia memegang kendali.

Lalizara mendecih dengan rasa kesal. "Lo tuh ya, ngga percaya banget sama gue. Udah gue bilang bukan gue yang bunuh, tetap aja lo tuduh. Pake acara ngelaporin gue lagi. Nama gue dimana-mana jadi jelek, Jane. Lo pikir enak jadi buronan?"

MISSION : The Unknown Enemy ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang