M28 | See You

73 5 0
                                    

⭕️⭕️⭕️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



⭕️⭕️⭕️

Setelah upacara penghormatan terakhir yang dipimpin langsung oleh Jenderal Nolan selesai, suasana di pemakaman Ben masih dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam. Langit mendung tampak seolah turut meratapi kepergian Ben, dengan gerimis yang mulai turun, menambah kesedihan yang menyelimuti tempat tersebut.

Di sekeliling makam, tampak orang-orang yang sangat berduka, masing-masing mengungkapkan rasa kehilangan mereka dengan cara yang berbeda.

Di depan makam, kini ditaburkan bunga-bunga indah secara bergantian dari keluarga besar, sahabat dan rekan-rekan kerja. Orang tua Ben berdiri dengan penuh kesedihan. Mamanya, yang tak habis-habisnya menangis, menggenggam tangan suaminya dengan erat. Papa Ben, matanya tampak kosong dan lelah, menatap ke arah makam anaknya dengan rasa sakit yang mendalam. Mereka tidak berbicara, tetapi tatapan mereka menceritakan betapa besar kehilangan yang mereka rasakan.

Di samping mereka, Jane berdiri bersama sahabat-sahabatnya. Walau mereka semua berusaha untuk terlihat kuat, air mata tidak dapat ditahan. Jane, khususnya, tampak sangat terpukul. Dalam kesedihannya yang mendalam, dia memegang seikat bunga dengan tangan gemetar. Bunga yang dipegangnya seolah mewakili kenangan dan rasa sayangnya kepada Ben. Dia tau betul bahwa saatnya telah tiba untuk memberikan penghormatan terakhir, tetapi rasa sakit di hatinya benar-benar membuatnya sesak nafas. Sakit sekali.

"It's oke." Chu merangkul sepupunya itu, menguatkannya dan membantunya untuk membawa Jane yang melangkah dengan berat mendekati makam sang kekasih.

Dengan hati yang hancur, Jane meletakkan bunga di atas tumpukan tanah merah di sisi makam Ben. Begetar hebat tubunya, menundukkan kepalanya, berdoa dalam hati agar Ben menemukan kedamaian yang layak dia terima. Air mata jatuh di pipinya, menyatu dengan rintik hujan yang membasahi bumi. Meski dia tau dia harus rela, ketidakmampuan untuk mengucapkan selamat tinggal dengan cara yang dia inginkan sangat menyakitkan.

"See you in another life, sayang. Selamat jalan," ucap Jane terbata-bata, suaranya serak. Hampir jatuh dia meremas tanah yang kini sudah mengubur seluruh peti kekasihnya.

Chu, yang berdiri di samping Jane, merasakan sedih lebih lagi menyaksikan itu. Tetapi dia berusaha keras untuk menguatkan diri. Kalau dia juga ikut menangis, siapa yang akan menenangkan hati Jane dan teman-temannya yang tampak kalut tak bernyawa saat ini sejak berita kematian Ben kemarin?

"J, ayo. Lo kuat. Kita kuat," bisik Chu membantunya berdiri dan menuntunnya kembali ke tempat mereka untuk bergantian dengan orang lain yang mulai menaburkan dan menyematkan bunga sebagai bentuk penghormatan terakhir mereka.

"Lo tunggu di sini dulu, gue ambilin minum," ucap Chu, sebelum meninggalkan Jane.

Jane hanya mengangguk lemah. Pandangannya sedetikpun tidak beralih dari tempat di mana Rico dan teman-teman lainnya kini bergiliran menyematkan bunga di atas tanah yang telah menutup peti Ben. Matanya yang sayu tampak kosong, seolah seluruh dunia di sekelilingnya mengabur dalam kesedihan. Penampilannya tampak sangat berantakan—rambutnya kusut, wajahnya basah dengan air mata, dan pakaiannya sedikit kotor. Dia tidak peduli. Benar-benar tidak peduli.

MISSION : The Unknown Enemy ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang