⭕️⭕️⭕️"Well, this is just great," keluh Rose sambil memutar mata ketika melihat segerombolan orang bersenjata mendekat cepat ke arah mereka. "Are you kidding me?"
"Ke kanan, guys! Go, go!" teriak Lalizara, memimpin jalan. Mereka semua mengikuti, berlari secepat mungkin, tapi baru saja berbelok ke kanan, apa yang mereka lihat? Lagi-lagi segerombolan musuh dengan senjata lengkap sudah menunggu. Mereka langsung dihadang lagi, membuat mereka berhenti mendadak, melambat, dan mundur beberapa langkah.
"Holy moly!" seru Chu yang mulai terlihat panik. Mereka sekarang terjebak—musuh ada di depan, di belakang, dan sekeliling mereka. Anak buah Joe menatap mereka dengan senyum menyebalkan.
"Guys, masuk ke kiri!" Lalizara berseru lagi, tanpa banyak mikir langsung melompat ke arah kiri. Tapi, semua langkah mereka terhenti ketika Rico tiba-tiba belok sendiri ke arah yang berbeda, jelas berlawanan dengan rencana. Rico kayaknya sudah muak dengan permainan kucing-kucingan ini. Lagi pula, buat apa lari terus? Lebih baik langsung temuin Joe dan selesain ini semua.
"Ric, no!" Hans mencoba menarik tangannya, tapi Rico dengan cepat menepisnya.
Chu menghembuskan napas panjang, mencoba tetap tenang di tengah kekacauan. Dia tau betul kemarahan yang bergemuruh di dada Rico, terutama setelah apa yang Joe lakukan ke Jane.
"Ric, please. Don't be stupid! Think about Jane, she's still shaken up, she can't handle this right now," ujar Hans, berharap bisa menenangkan.
Rico menatap mereka semua dengan sorot mata tajam. "Jadi, kalian mau kita diem aja, jadi pecundang, gitu?"
"Hey, hey, stop it! Jangan ribut soal ini sekarang. Kita hadapi bareng-bareng," Chu mencoba menengahi.
Tapi Rico sudah terlanjur di depan, maju sendirian ke arah segerombolan musuh yang semakin dekat. Dengan napas berat dan hati yang terbakar amarah, Rico tau ini mungkin gila. Dia paham betul kalau menghadapi mereka semua sendirian itu seperti minta mati. Tapi ini adalah saat yang dia tunggu—kesempatan untuk menuntut balas dendam. Baginya, lebih baik mati melawan daripada lari kayak pengecut.
Lalizara menghela napas panjang. "We do this together," ujarnya dengan suara tegas, menatap tim-nya satu per satu. Matanya beralih ke Jane. "Capt, what do you think?" tanyanya, berharap petunjuk. Bagaimanapun juga, Jane adalah kapten tim yang sesungguhnya. Perintah perempuan itu adalah keputusan final.
Jane diam sejenak, lalu tersenyum tipis, menatap Lalizara dengan keyakinan. "You're the captain now. I trust you to lead us, Capt," ujarnya, menepuk pundak Lalizara dengan lembut.
Lalizara mengangguk, rasa percaya diri mulai tumbuh. "Alright, then."
"Guys, this is it! Let's move!" Lalizara berteriak lagi, semangat pertempuran membara di matanya. Mereka semua bersiap, saling tukar pandang, lalu bersiap menghadapi semua musuh di depan sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISSION : The Unknown Enemy ✔️
FanfictionMantan kapten agen rahasia, Ruby Jane, dihadapkan dengan pilihan sulit antara memilih kembali bergabung pada timnya demi menuntaskan misi yang mengacaukan negara atau menolak misi itu. Di sisi lain, dia sedikit terusik ketika Rico Jenson, saudara ka...