⭕️⭕️⭕️Hans melesat seperti angin, lompat dari satu anak tangga ke anak tangga lain, menyusuri gedung Star Corp dengan cepat. Keringat mengucur deras di dahinya, tapi dia terus bergerak. Tangan kirinya memegang detonator—benda yang mengandung isian bahan peledak—sementara tangan kanannya sibuk menempelkan bom di tiap sudut penting.
Di sudut sebuah ruangan besar yang dipenuhi monitor dan server canggih, Hans berhenti. Dia bergerak cepat, mencari titik terbaik untuk meletakkan bahan peledak terakhir. Laboratorium ini adalah pusat otak operasional Star Corp. Jika ini hancur, seluruh jaringan perusahaan akan runtuh dalam hitungan detik. Tanpa ragu, Hans meletakkan bom terakhir di bawah salah satu server utama, memastikan timer-nya tepat sesuai dengan kalkulasinya.
Dia mengelak dari pukulan anak buah Joe yang muncul tiba-tiba. Dengan gesit, Hans memutar tubuh dan menendang musuhnya jatuh ke railing.
Hans melirik jam tangannya. Lima belas menit dari sekarang, dia menimbang-nimbang. Itu akan cukup untuk membawa semua teman satu timnya keluar dari gedung ini. Satu per satu anak buah Joe mulai menyerbu. Hans melompat ke samping, menghindari pukulan, lalu menendang balik lawannya.
Ketika pintu lift terbuka, Hans langsung melompat masuk dan dengan cepat menekan tombol lantai bawah. Tapi baru saja pintu hampir tertutup, suara Chu terdengar panik melalui earpiece di
telinganya."Hans, Rico, kita butuh bantuan kalian," suara Chu terdengar bergetar, jelas ada yang tidak beres. "Kita lagi habis-habisan ngelawan Rio. Dia makin gila. Kita udah luka-luka parah. Especially Lalizara. Come on, guys. We are on rooftop."
Hans terdiam sejenak, matanya melebar mendengar kabar itu. Dia melirik jam di tangannya, waktu bom semakin dekat. Sial, dia sudah menghitung semuanya, tapi tidak memperkirakan ini.
Dia menelan ludah, lalu menekan tombol lift untuk ke lantai atas dengan cepat, melewati beberapa lantai yang sudah dipenuhi bahan peledak. Rasa cemas menghantamnya. Bayangan semua rekannya terjebak di atap gedung, terluka, melawan Rio yang brutal, membuat Hans merasa semakin terdesak.
⭕️⭕️⭕️
Jane terus menekan tubuh Rio ke bawah, menggunakan semua kekuatan yang dimilikinya. Dengan satu tangan mencengkeram leher robot itu, dia memaksa Rio tetap di lantai, meskipun Rio berusaha keras melepaskan diri.
"You are a monster!" desis Jane, menatap mata merah Rio dengan kebencian yang membara.
Rio yang tadinya hanya bergerak kaku, tiba- tiba menyeringai tipis, seakan menikmati situasi ini. Kepalanya miring sedikit, menatap Jane dengan tatapan tajam yang tidak kalah menakutkan.
"Ruby Jane," suara Rio berat, namun ada kejanggalan, seperti dia mengenali Jane.
Jane menyipitkan matanya. "What?" tantangnya, semakin menekan cengkeramannya pada leher Rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISSION : The Unknown Enemy ✔️
FanfictionMantan kapten agen rahasia, Ruby Jane, dihadapkan dengan pilihan sulit antara memilih kembali bergabung pada timnya demi menuntaskan misi yang mengacaukan negara atau menolak misi itu. Di sisi lain, dia sedikit terusik ketika Rico Jenson, saudara ka...