Malam hari
(Freen's POV)
20.00
Disinilah aku duduk diatas motor kesayanganku menunggu Becca keluar dari kosnya. 10 menit sudah berlalu hingga akhirnya Becca keluar menyambutku.
"Maaf aku lama. Kamu benar- benar datang tepat waktu yah. Sudah lama menungguku?" Ucap Becca sembari menutup pintu kosnya.
"Aku memang orang yang suka tepat waktu. Dan tidak, kamu tidak terlalu terlambat." Balasku dingin sembari melihatnya berjalan kearahku. Dia berjalan semakin mendekat hingga aku bisa mencium bau parfumnya. Bau parfum nya menyeruak ke dalam rongga hidungku membuatku diam mematung.
Harum sekali.
Aroma seseorang adalah salah satu kriteria yang kupakai untuk menentukan tipe jodohku. Aku sangat menyukai seseorang dengan aroma yang harum menandakan orang tersebut selalu menjaga kebersihan dirinya. Dan aroma parfum Becca sangat cocok dengan hidungku.
"Hei, Freen, kenapa diam saja?" Becca bertanya.
"Tidak apa- apa ayo berangkat." Balasku.
"Aneh sekali." Gumam Becca.
30 menit berlalu, kami sudah berhasil membeli semua keperluan praktikum kami. Jarak toko yang kami kunjungi memang dekat sehingga tidak memakan waktu lama. Malam masih panjang dan aku sedang tidak ingin pulang hingga aku akhirnya bertanya pada Becca.
"Ini masih terlalu awal untuk pulang. Kamu masih ada perlu di luar kos? aku antarkan."
" Hmm... aku tidak terlalu hafal ada apa saja di sekitar sini. Maklum, yah, aku masih baru haha. Bagaimana kalau makan saja tapi kamu yang menentukan tempatnya? aku belum makan dari siang." Ujarnya.
"Oke." Balasku lalu menyalakan motor menunggu dia naik ke jok penumpang. aku memutuskan untuk mencari tempat makan yang dekat dengan tempat kosnya. Sepanjang perjalanan kami tidak berbicara apapun. aku fokus mengendarai motorku sedangkan Becca fokus melihat sekeliling mencoba menghafal toko- toko yang ada di lingkungan kosnya. Akhirnya kami sampai disebuah kedai kopi langgananku. aku memilih tempat ini karena suasananya yang tenang dan harga nya yang bersahabat di kantung pelajar.
*Di kedai kopi*
"Freen, bolehkan aku bertanya sesuatu kepadamu?" Tanya Becca yang duduk bersebrangan denganku.
"Mau tanya apa?" Balasku dingin sembari meminum Americano yang kupesan.
Becca sempat ragu untuk bertanya tapi kemudian, "Apakah kamu merasa tidak nyaman berada di didekatku? M... maksudku kita kan sudah sekelas cukup lama tapi sepertinya kamu enggan berteman denganku. Dan kenapa kamu tidak pernah menyebut namaku, Freen? Apakah aku ada salah denganmu?"
"Aku sedang banyak pikiran. Dan tentang namamu, jangan tersinggung tapi aku tidak suka menyebutnya. Lidahku memiliki sedikit kelainan dalam melafalkan kata- kata tertentu termasuk namamu (cadel/ celat) jadi sulit untuk menyebut namamu dengan benar. Namamu membuat ucapanku melambat." Alasanku padanya.
"Apakah liburan naik kelasmu kemarin yang menyebabkan banyak pikiran, Freen?" tanya Becca yang kemudian mendapat tatapan tajam dariku.
(Freen's POV end)
(Becca's POV)
Mataku membulat ketika menyadari apa yang barusan kukatakan. Aku keceplosan. Freen menatapku tajam agak lama hingga akhirnya dia berbicara, "Kamu tahu apa tentang aku? Kamu menguntitku?"
"Ti- tidak bukan begitu hanya saja aku diberitahu Noey kalau kamu mengalami liburan yang buruk, Freen. Sungguh aku tidak menguntitmu!" Ucapku panik.
"Apalagi yang dia beritahu?" Ucapnya. Tatapannya sudah tidak setajam tadi tapi masih tetap mengintimidasiku.
"Tidak ada! Aku memang sempat bertanya apa yang terjadi tapi dia bilang itu rahasia antara kalian berdua." Tatapan Freen yang tidak berubah membuatku cemas hingga akhirnya aku melanjutkan perkataanku, "Aku memang memiliki keingintahuan yang tinggi, Freen, tapi aku juga menghargai privasimu. Maaf bila pertanyaan ku membuatmu marah aku tidak akan bertanya lagi."
"Bagus. Jangan bertanya- tanya lagi tentang urusanku. aku tidak menyukainya." Ucapnya sinis sambil mengalihkan pandangannya.
Kami duduk saling berhadapan dengan suasana yang canggung membuatku tidak tahan lagi. Aku harus memikirkan suatu topik untuk mencairkan suasana.
"F-freen, bisakah kamu berusaha memanggil namaku jika berbicara denganku? A- aku merasa kurang dihargai jika hanya dipanggil dengan sebutan 'kamu'. " Ucapku gugup.
"Sudah kubilang kan kalau aku kesulitan menyebut namamu? aku juga merasa kurang dihargai jika dipaksa untuk menunjukan kekuranganku." Ucap Freen dengan nada yang sinis.
"Bukannya semakin cair suasananya malah semakin tegang. Kerja bagus, Becca." pikirku. Akupun berpikir keras untuk mencairkannya lagi dan sekarang mencoba untuk tawar menawar dengannya.
"Bagaimana kalau. kamu boleh memanggilku dengan nama panggilan lain, Freen?" Tawaran ku padanya.
"Maksudmu?"
"Yah, nama panggilan lain yang lebih mudah, Freen. Jadi akhirnya kau bisa memanggilku dengan nama tanpa kesusahan. Tawaran yang bagus kan kita sama- sama tidak merasa kurang dihargai. Bagaimana?"
Freen diam sejenak lalu berkata, "Kamu mau aku memanggilmu apa?"
"Hmm... apa ya? BecBec? BB? Tidak- tidak itu terlalu konyol. Hmm... apakah Becky susah untuk diucapkan?"
"Becky? Hmm... Becky. Becky. Becky. Becky! sepertinya mudah. baiklah aku akan memanggilmu Becky mulai sekarang." Ucap Freen.
"Bagus! Sekarang aku punya nama baru haha."
"Oke, Becky. Sekarang sudah malam, Becky. Maukah kamu kuantar pulang, Becky?" Ucap Freen menggoda nama panggilan baruku.
"Oke oke, Freen jangan terlalu bersemangat memanggilku haha." Ucapku tersenyum karena kurasa strategi ku untuk berteman dengan Freen sepertinya mulai berhasil.
Becky. Hmm... aku suka nama itu saat keluar dari mulut Freen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika Liku Percintaanku (Freen Becky)
Romance"Aku menyukaimu, Becky." "Lupakan aku, Freen." "Maukah kamu menjadi pacarku, Becky?" "Tidak, Freen!" Kisah ini terinspirasi dari kisah percintaan Author yang gagal :')