k e t i g a ♡ s t a l k e r

464 55 6
                                    

HAPPY READING!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HAPPY READING!

o∆o

Detik waktu berjalan, kini menunjukkan jam kerja. Namun, terasa masih pagi karena nabastala nampak redum, menghalangi sinar mentari. Dan anila terasa dingin menyusup ke celah pori-pori.

Laki-laki dengan penampilan yang jauh dari kata rapi itu melangkah panjang. Baju seragam dikeluarkan, dasi sekolah yang digenggam, serta rambut hitamnya masih basah berantakan.

Menyusuri koridor sekolah yang nampak ramai. Tak peduli tatapan mendamba dari sekitar. Dia berjalan sampai menemukan ruangan tujuan.

Melihat papan di atas pintu ruangan yang menunjukkan identitas ruangan, dia segera memasukinya.

Terlihat meja panjang dengan kursi-kursi di sampingnya yang telah dihuni beberapa orang yang kini memandangnya dengan tatapan mengintimidasi.

“Maaf, saya kesiangan.”

Beberapa orang disana nampak saling beradu pandang. Kemudian salah satu diantaranya menganggukkan kepala.

“Tolong rapihkan penampilanmu terlebih dahulu. Lalu, kembali segera!” perintah salah seorang yang duduk disana.

Laksana menganggukkan kepalanya tanda mengerti. “Saya permisi.”

Laki-laki itu meninggalkan meeting room menuju toilet yang berada di samping ruangan. Menata penampilannya yang berantakan, sebelum kembali ke meeting room.

“Silahkan duduk, Nak Laksa!” perintah salah seorang yang menempati kursi paling ujung, diketahui ber-nametag Diana Larasati.

Laksana menganggukkan kepalanya dan mengucapkan terima kasih sebelum mendudukkan dirinya di salah satu bangku kosong.

“Nak Laksa, Pak Ibrahim sudah memberikan informasi terkait lomba Cyber Security kepada kamu, betul?” tanya Diana memastikan.

Laksana mengangguk sopan. “Sudah, Bu. Tepatnya kemarin.”

“Kamu tau kalau sekolah menunjuk kamu sebagai perwakilannya?” tanya Diana.

Laki-laki dengan seragam berbeda sendiri itu nampak bergeming di tempatnya.

“Laksa....”

“Boleh saya menolak permintaan itu?” tanya Laksana memandang satu persatu orang-orang disana.

“Apa alasan kamu menolak?” tanya Andreas—pria setengah baya berkumis tipis.

“Saya tidak pantas mengikuti perlombaan itu.”

“Sekolah memilih kamu itu karena kamu bisa, kamu pantas. Kenapa kamu malah berpikir demikian?”

Diana menatap aneh kepada siswanya. Sedangkan, Laksana menatap Ibrahim—wali kelasnya yang memilih bungkam sedari tadi.

“Laksa takut mengecewakan pihak sekolah,” ucap Ibrahim membalas tatapan anak didiknya yang semakin dalam menatapnya.

“Bagaimana bisa mengecewakan? Kan, kamu suhunya,” celetukan Andreas membuat ketiga orang lainnya sontak menatapnya bersamaan.

Melihat tatapan tajam dari sang murid, Andreas berkata, “Saya betul, kan? Kamu terlalu sibuk meragukan diri sendiri, sedangkan orang lain takut kalah saing.”

Diana nampak memejamkan mata dan memijat ujung hidung mancungnya. Kemudian menatap Laksana dengan pandangan yang sulit diartikan.

“Kalau itu kekhawatiran kamu, Pak Ibrahim dan Pak Andreas yang akan menjadi mentor kamu untuk pelatihan. Saya dan kepala sekolah juga akan turun tangan langsung membimbing kamu dan anak-anak jurusan lain yang mewakili cabang lombanya masing-masing.”

Diana dengan tegas menuturkan kalimat tersebut. Selaku Wakil Kepala Sekolah, dia turun tangan membantu pihak sekolah membujuk para siswa dan siswi nya untuk mengikuti lomba bergengsi itu.

“Kami sudah berusaha untuk mengusulkan nama lainnya. Tetapi, dalam rapat besar kemarin, keputusan sekolah tetap memilih kamu,” ujar Andreas yang diangguki Diana dan Ibrahim.

“Laksana, prestasi kamu selama ini menjadi perhatian para guru. Terlebih kamu yang tidak ingin mengikuti perlombaan, itu membuat mereka meragukan kemampuan kamu,” tutur Diana.

Wanita dengan sedikit riasan di wajahnya itu menatap dalam anak didiknya.

“Kami—Saya, Pak Ibrahim dan Pak Andreas yang tau siapa kamu. Tentu tidak terima jika mereka meragukan mu. Lagi pun, ini perlombaan bergengsi yang belum pernah sekolah ikuti.”

“Tolong ... tunjukkan kemampuan kamu. Karena tidak ada yang mampu selain kamu. Saya mohon, untuk kali ini saja, demi sekolah kita. Sebelum kamu lulus.”

Meeting room mendadak didominasi olih suara jarum jam dinding yang terus berputar. Laksana bungkam, berusaha menyerap kata demi kata yang dilontarkan Diana kepadanya.

Tiga orang disana menatap penuh harap kepada murid laki-laki dengan tas ransel di belakangnya itu.

“Laksa....”

“Saya—”

Laksana memejamkan mata.

Dia menghembuskan napas kasar. “Saya merasa tidak pantas untuk mengikutinya. Bukan bermaksud sombong, tapi mereka bukan saingan saya.”

“Tapi Laksa ... status kamu sebagai pelajar aktif di sekolah ini, tidak masalah jika kamu mengikutinya.”

“Saya paham maksud kamu. Setidaknya, untuk membuktikan kepada mereka yang meragukan kamu, tanpa memberitahu secara langsung siapa kamu sebenarnya.”

Laksana bungkam. Berusaha mendalami maksud dari gurunya.

“Saya mohon....”

Diana menarik napas panjang dan menghembuskannya kasar. “Baik, jika kamu—”

“Saya bersedia.”

Ketiga guru itu tersenyum dengan binar harapan kepada anak didiknya.

o∆o

Central Java,
Saturday, 9 March 2024

Central Java,Saturday, 9 March 2024

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
STALKER VS PROGRAMMER [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang