Bab 2| Kedatangan Tamu

457 33 1
                                    

Setibanya di rumah, Yul segera membuat api untuk menyalakan tungku kayu. Rumahnya masih menggunakan tunggu kayu. Dikarenakan jauhnya jarak Desa menuju kota, membuat kompor gas menjadi barang yang jarang digunakan di Desa tempat Yul tinggal. Selain itu, sumber kayu kering sangat melimpah di Desa tersebut, membuat Yul dan warga Desa lain memilih untuk mempertahankan menggunakan tunggu kayu, meski sedikit merepotkan.

Setelah api menyala, Yul segera menaruh panci berisi air di atas tunggu. Sambil menunggu air matang Yul berjongkok di depan api, sesekali menghangatkan tangannya di depan api.

Saat merasakan hangatnya api, sang Ibu datang membawa berita.

"Itu, ada model dari kota...." Ibu bercerita ikut menghangatkan tubuh bersama Yul di depan tunggu, dan Yul memerhatikan "Katanya bakal ada pemotrertan di sini. Nah, anaknya Pak Budi kan ke kota juga. Dia yang bawa"

Yul menatap Ibunya memerhatikan Ibunya berbicara. Yul mengerti dengan apa yang Ibunya katakan. Pak Budi yang Ibunya sebutkan tadi adalah bukan lain tetangganya yang sekarang rumahnya kedatangan bujang dari kota tersebut.

"Katanya sih. Seminggu lah mereka bakal ada di sini. Emak juga kurang paham. Kirain ada apa... taunya ada orang kota"

Setelah mengetahui sedikit informasi akan orang tersebut. Yul tidak lagi tertarik, dan jika pun tertarik itu hanya akan berakhir percuma, tidak akan ada yang menyukai dirinya. Terlebih lagi orang itu hanya tinggal seminggu di sini. Sama seperti tamu lainnya, tidak ada yang spesial dari itu semua.

Setelah mandi air hangat, Yul membantu sang Ibu yang tengah membuat makan malam. Berupa menu sederhana yang sering ditemui di Desa, ikan asin. Lauk yang gampang diolah serta, lauk yang dapat disimpan lama tanpa dimasukkan ke lemari es ataupun menggunakan teknik khusus, hanya dengan di simpan di tempat yang kering sudah bisa bertahan hingga berminggu-minggu. Dan cara membuatnya pun mudah. Hanya ikan yang ada di desa, dan garam. Cukup mudah hanya bemodal sinar matahari untuk membuat ikan asin.

Cara mengolahnya pun cukup digoreng atau di bakar seperti yang saat ini Ibu Yul lakukan.

"Andai aja Emak punya banyak uang buat nyekolahin kamu. Kamu gak bakalan kayak gini," ujar Ibu yul ketika sedang membolak-balikan ikan asing di atas arang.

Sedangkan Yul sedang menyiapkan nasi. Pada saat Ibunya berbicara, Yul melihat ke arah Ibunya sekilas, lalu melanjutkan pekerjaannya. Yul sudah sering mendengar Ibunya berbicara seperti itu. Dan Yul juga tidak menyalahkan orangtuanya, karena ini sudah takdir. Yul hanya perlu melanjutkan hidup sebaik mungkin dengan takdir yang ada.

Yul pun tidak menjawab apapun menyela ucapannya Ibunya tersebut, Yul memilih untuk mendengarkan sampai akhir. Jika pun berbicara, hal itu tidak akan merubah apapun. Takdir tetaplah takdir.

Kelebihan Yul yang tidak Yul ketahui adalah, sikap sopan santunya terhadap orangtua maupun orang lain. Yul ramah terhadap siapapun, ke orang yang lebih tua apa lagi. Yul senang berbaur bersama orang lain. Tetapi, Yul hanya ikut berbaur, tidak banyak bicara.

"Emak sebenernya pengen kamu teh jadi orang. Waktu lahirin kamu. Emak mikirnya kamu tuh bakalan jadi Polwan..." tutur Ibu Yul menerawang masa lalu di selingi tawa kemirisan akan harapan yang tak sesuai dengan kenyataan "Ya.. gimana. Buat makan aja kadang susah..."

Saat mendengar ucapannya yang satu ini, yang sudah sering kali Yul dengar, Yul memberikan reaksinya

"Yaudah sih.. doain aja, semoga Yul bisa sukses. Gimana weh caranya," ujar Yul mencoba melepaskan topik pembicaraan yang pada akhirnya tidak akan merubah apapun.

Pada saat Yul berkata seperti itu, bersamaan dengan Yul sudah selesai menyiapkan nasi, dan sang Ibu selesai membakar ikan asin, seseorang datang mengetuk pintu.

"Permisi.. Mak Warsih.. Mak..!"

Saat mendengar seseorang mengetuk pintu Yul segera menoleh ke arah Ibunya, memberikan isyarat bahwa ia yang akan membukakan pintu.

"Iya..!" Sahut Yul pergi untuk membukakan pintu.

Namun begitu Yul buka, Yul dibuat terkejut dengan tamu yang datang ke rumahnya tersebut, dan itu adalah Bujang Kota yang tadi sore ia lihat. Bujang kota tersebut datang bersama Jaka, anak pak Budi dan dua orang lainnya yang tidak Yul kenal, total 4 orang yang datang, semuanya laki-laki.

"Eh?," ucap Yul kebingungan melihat orang-orang itu, dan dirinya pun mendadak gugup.

"Yul, besok kamu ke ladang kan?"

"Iya," jawab Yul bingung harus bereaksi bagaimana. Karena, selain kedatangan orang asing yang membuat Yul gugup, tatapan Bujang itu pun menambah kegugupannya. Sehingga membuat Yul tidak bisa fokus.

Bujang kota itu memiliki tatapan yang tajam. Siapapun yang melihatnya akan terbuai akan tatapan tersebut, dan tatapannya seolah-olah sedang melucuti, membuat lawan bicaranya merasakan canggung, itu lah yang dirasakan Yul saat ini.

Terlepas dari tatapanya, Bujang tersebut juga mengambil paket ganteng. Dari ujung kaki hingga ujung kepala, tidak ada yang tidak sempurna. Semuanya ganteng. Apalagi propesinya sebagai model dan juga bintang iklan membuatnya semakin menunjukkan bintang yang sebenarnya. Tinggi, ganteng, putih dengan bentuk tubuh paket bintang lima. Wajar, membuat warga berkerumun di rumah pak Budi.

"Kami ada rencana pemotrertan di Ladang, kami ikut, ya?," ucap Jaka menyeruakan tujuannya bertemu ke rumah Yul.

Dan, pada saat itu Ibu Yul datang.

"Ada apa Jaka?," tanya Ibu Yul terlihat kebingungan saat pertama kali melihat orang-orang, reaksinya sama seperti Yul.

"Ini Mak. Jaka disuruh nyari lokasi di ladang buat pemotrertan. Jaka inget sama Yul yang suka ke ladang. Jadi, Jaka minta buat ikut Yul ke ladang. Terus, Yul juga banyak tau soal ladang," perjelas Jaka.

"Oh. Ya hayu kalo mau ikut mah. Tapi.. banyak nyamuk, gak papa?" ucap Ibu Yul tersenyum ramah menyambut kedatangan mereka dengan tujuan yang bukan apa-apanya bagi mereka berdua.

"Gak papa. Nyamuk enggak dimana-mana juga banyak," jawab Bujang Kota yang membuat Yul menolehnya sebentar. Meski sebentar, Yul bisa menangkap banyak potret akan Bujang kota tersebut, ganteng. Tapi Yul tidak banyak berpikir. Hanya itu saja yang mampu Yul pikirkan.

"Di ladang panas.. nanti item," ujar Ibu Yul prihatin saat membayangkan kulit putih Bujang Kota saat pergi ke ladang yang panas dan juga banyak nyamuk.

"Gak papa. Gak tiap hari ini," Bujang Kota kembali menjawab.

"Yaudah hayu. -Ah kamu mah.. sayang ih.. nanti item," Ibu Yul tidak henti-hentinya untuk merasakan prihatin, dan sangat menyangkan.

Bujang kota tersebut menanggapinya dengan tersenyum.

"Jam berapa biasa berangkat?," Jaka kembali bertanya, agar mereka bisa menyesuaikannya.

"Jam setengah tujuh," jawab Ibu Yul.

Tidak ada yang protes akan waktu tersebut, mereka setuju kapanpun itu. Terpenting, mereka bisa mendapatkan ganbar yang bagus.

••••••••••

BUJANG KOTA |TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang