Setelah membangunkan Ibunya, untuk meminta ijin pulang, Yul akhirnya pulang.
Berhubung Ibunya ataupun dirinya tidak membawa uang sepeserpun untuk naik becak, Yul terpaksa harus pulang dengan berjalan kaki.
Yul cukup lega, karena hari sudah sore. Sehingga ia tidak akan berjalan sambil panas-panasan, setidaknya cuaca tidak sepanas tadi. Namun, pada saat ia baru saja keluar dari area puskesmas, ia malah bertemu dengan Shin yang sedang merokok.
Melihat sosok Shin yang bertumbuh tinggi, berkulit putih, serta gaya pakaian yang terlihat lebih mencolok dari pemuda Desa lainnya membuat Yul bisa mengenali sosoknya dalam sekali lihat.
"Eh, kok ada di sini?" Tanya Yul, terkejut saat melihat Shin yang dipikirkannya telah pulang.
"Jaka mana?" Pungkasnya Yul teringat sesuatu, Yul berpikir Jaka belum pulang juga. Tapi, ia tidak menemukannya.
"Pulang" jawab Shin, mematikan rokok, dan membuangnya ke dalam selokan.
"Pulang? Kamu ditinggalin?" Ujar Yul teringat, jika Jaka dan Shin datang ke sini ikut naik ambulan. Sedangkan hanya ada satu orang yang menggunakan sepeda motor, membuat Yul berpikir, bisa saja Jaka pulang lebih dulu, lalu Shin.
Sayangnya, jawaban Shin tidak sesuai dengan dugaannya, Shin menggelengkan kepala.
"Lah, terus?" Yul bingung karena tidak menemukan alasan lain selain, Shin sengaja menunggunya. Tapi, ia tidak memiliki kepercayaan diri untuk mengatakan hal itu. Terlebih lagi Yul selalu sadar akan dirinya di mata Shin. Dia bukan lah apa-apa, hanya kenalan biasa.
"Mau pulang?" Jawab Shin dengan berbalik bertanya. Shin tau, sebenarnya Yul tau alasan dia bisa melihat dirinya di sini. Bukan kah hal itu sudah jelas, dan tak perlu baginya menjelaskan secara jelas.
"Iya"
"Kalo mau. Ayo bareng sama saya" ujar Shin yang langsung mendapatkan persetujuan dari Yul, yang memiliki pemikiran, jika tak pulang bersamanya, Shin akan salah jalan. Shin bukan orang sini.
"Ayok"
Yul pikir, Shin akan ikut berjalan bersama dengannya, dan ternyata ia malah melihat Shin berjalan ke arah lain, lebih tepatnya, berjalan kembali masuk area puskesmas.
Pandangan pertama, Yul kebingungan melihat tingkah dari Shin. Tapi setelah melihat apa yang sebenarnya terjadi, Yul jauh lebih bingung lagi.
Ia melihat Shin mengambil sepeda motor yang terpakir di area puskesmas. Dan yang membuatnya bingung adalah, itu adalah motor yang tadi membawanya ke sini.
Terlepas dari rasa bingungnya, Yul iuga dibuat terpana ketika melihat Shin mengendarai sepeda motor yang telah usang. Namun, pada saat Shin yang menggunakannya, sepeda motor tersebut malah terlihat bernilai.
Yul pun tak mengerti mengapa.
Yul pun mencoba mengontrol dirinya untuk tetap tenang, dengan bertanya akan pemilik motor tersebut, setelah Shin tiba di depannya.
"Lho kok? Orangnya mana?" Yul harap, Shin tidak menyadari akan sikapnya yang terpana akan sosoknya tersebut.
"Pulang," jawab Shin seolah-olah tidak ada yang salah dengan dirinya. Pada saat melihat ekspresi Yul, Shin merasa dirinya seperti telah membuat banyak kesalahan.
"Pulang?" Ujar Yul tidak percaya dengan kata-kata Shin. Bagaimana bisa pemiliknya sudah pulang, sedangkan sepeda motornya masih ada di sini.
"Iya. Pulang jalan kali bareng Jaka" perjelas Shin yang malah membuat Yul semakin menunjukkan ekspresi, seolah-olah semuanya adalah kesalahan.
Yang sebenarnya terjadi adalah, Yul tidak habis pikir dengan apa yang terjadi di depannya ini. Apalagi, ketika Shin menambahkan beberapa kata.
"Saya pinjem"
"....."
Yul tidak bisa berkata-kata lagi. Karena ia baru pertama kali bertemu dengan kejadian seperti ini, dan membuatnya merasa, tidak menyesal telah bertemu dengan Shin.
Tanpa perdebatan yang panjang, tiba saatnya untuk Yul menjadi pengisi jok belakang.
"Udah siap?," tanya Shin pada Yul yang duduk di jok belakang.
Ini adalah momen yang paling mendebarkan bagi Yul. Karena, sosok Shin memenuhi pandangannya. Duduk berdua seperti ini membuat Yul tidak tahan dengan perasaannya sendiri. Tapi, Yul tidak kehilangan akalnya untuk berpikir, bahwa dirinya telah bertunangan serta Shin bukan untuk dirinya. Sehingga Yul merasakan pahit manis dalam waktu yang bersamaan.
"Siap," jawab Yul, memilih untuk menundukkan kepala. Tidak ingin melihat pada Shin yang selalu saja bisa membuat celah pada hatinya.
Shin mulai berkendara dengan kecepatan sedang. Sesekali ia melirik ke arah samping untuk melihat Yul. Memastikan Yul dalam keadaan nyaman.
Sepanjang perjalanan tidak ada yang berbicara sedikit pun. Bukan karena tidak ada topik pembicaraan, hanya saja mereka terlalu sibuk dengan perasaan nya masing-masing.
Shin, teringat saat pertama kali ia melihat Yul. Saat pertama kali melihatnya, Yul terlihat seperti wanita yang dingin, keras kepala, serta angkuh. Lalu, di hari berikutnya, Shin melihat ada senyuman di wajah yang terlihat dingin itu. Di hari lain, Shin juga mulai melihat senyumanya mulai melebar. Hingga dimana Shin bisa mendengar suara tawanya, dan pada saat itu, Shin menyadari dirinya ingin selalu melihat wajah orang tersebut, terlepas bagaimana orang itu menunjukkan sikapnya padanya.
Perpisahan satu bulan lebih sebagai pembelajaran untuk Shin bahwa, ia harus terus melihat wajah orang itu. Hingga, orang itu telah menjadi milik orang lain pun, tidak membuat Shin menjadikannya alasan untuk tidak melihat nya.
Hanya saja, sekarang Shin mulai ragu untuk melakukannya. Sebab, cepat atau lambat ia akan kembali meninggalkan orang itu. Dan, pada saat ia pergi, orang itu akan benar-benar menjadi milik orang lain. Memikirkan nya dalam mimpi pun, tak boleh.
Tanpa terasa, mereka tiba dengan perjalanan yang dipenuhi kebisuannya masing-masing.
"Makasih udah mau nolongin Emak. Sama, maaf juga udah ngerepotin," ujar Yul begitu turun dari sepeda motor, dengan posisi Shin yang masih di atas motor.
"Hm" jawab Shin dengan suasana hatinya yang berubah buruk, teringat dirinya harus berpisah.
Yul yang mendengar perubahan dari sikap Shin, membuat suasana hatinya ikut berubah. Dan, ia pun merasa sedikit kurang nyaman dengan perubahan sikap Shin kali ini.
Yul pun tak mengerti, mengapa hubungannya dengan Shin menjadi serumit ini. Padahal, sejak awal baik-baik saja. Yul menduga, itu karena perasaanya terhadap Shin. Dan, yang paling Yul sesali dari semuanya adalah, Yul tidak tahu cara untuk menghentikan perasaanya tersebut —yang semakin hari, semakin terasa jelas.
Setelah itu, Shin pergi entah kemana sedangkan dirinya masuk ke dalam rumah untuk mempersiapkan kebutuhan untuk Ibunya selama dirawat.
Yul kembali ke puskesmas saat matahari telah tenggelam, dan di antar oleh Robi, yang datang ke rumahnya.
Robi ataupun Shin keduanya adalah sama-sama orang asing, yang baru-baru ini berubah menjadi dekat. Namun, dari kedua orang tersebut, Yul bisa merasakan perbedaanya, dari asing menjadi akrab.
Saat bersama dengan Shin, meski masih sama-sama asing, namun Yul merasa nyaman. Beda halnya saat bersama Robi, perasaan asing tetaplah asing. Yul sulit untuk membiasakan diri berama Robi. Sangat berbeda saat bersama Shin.
Meski begitu, Yul terus berusaha untuk membiasakan diri bersama Robi. Ia tidak boleh egois apalagi harus menyakiti perasaan orang lain. Robi adalah laki-laki pilihanya sekarang.
••••••••••••••
KAMU SEDANG MEMBACA
BUJANG KOTA |TAMAT
RomanceKetika Yul (25) seorang gadis desa dengan cara berpikirnya yang selalu merasa tidak percaya diri. Ia yang selalu berpikir dirinya tidaklah secantik gadis-gadis desa lainnya, tidak lah semenarik itu, lebih memilih untuk menjauh saat ada seseorang yan...