Bab 22| Teteh Cantik

146 12 0
                                    

Yul yang melihat Shin makan, merasa kurang pantas untuk membm,icarakan akan ponsel yang Shin berikan padanya. Sehingga, Yul memutuskan untuk menunggu Shin selesai makan.

Namun, saat pertengahan makan, Shin mengajaknya berbicara.

"Bener, ya. Makan di ladang kayak gini, bikin enak makan," ujar Shin, baru kali ini ia makan dengan menu sederhana. Biasanya, dengan makanan ala restoran-restoran bintang lima dengan Koki terbaik. Tapi setelah ia mencobanya, rasanya lumayan nikmat.

Yul yang tidak merasakan perbedaanya karena sudah menjadi kegiatan sehari-hari hanya bisa tersenyum. Apalagi melihat Shin makan di depannya untuk pertama kalinya, membuatnya sulit mengatakan kalimat sederhana agar ia tidak menjadi pemutus percakapan.

Sayangnya, ia benar-benar menjadi pemutus percakapan, hingga Shin selesai makan. Dan, es buah yang ia makan pun, sudah habis.

Untuk pertama kalinya, Shin makan hingga benar-benar kenyang. Diet yang dia lakukan pun, membuat Shin tidak bisa menikmati makan sepuasnya. Dia harus menjaga berat badan nya agar tetap terlihat menarik. Untuk kali ini Shin tidak bisa menahan godaan untuk makan sampai kenyang. Terlebih lagi, setelah ini ia harus berjalan jauh, sehingga makanan yang ia makan sekarang tidak akan membuat berat badannya naik.

Shin membereskan kembali kotak bekal, dan pada saat melihat ayam goreng masih tersisa banyak. Ia ingin memberikan itu untuk Yul, tapi ia merasa kurang pantas jika harus memberikan makanan sisa. Walaupun ia tidak menyentuh makanan itu dengan sembarangan, dan ia juga sebenarnya menyiapkan itu untuk Yul. Melihat keadaan tidak sesuai dengan harapannya. Shin memutuskan untuk membawa kembali makanan tersebut dan ia berencana untuk membuatkan khusus untuk Yul.

Yul pun tidak masalah dengan Shin membawa kembali sisa makanan nya. Karena, ia sering diajarkan untuk tidak meminta atau mengharapkan sesuatu dari orang lain. Bahkan, Yul lebih senang Shin membawanya kembali.

Yul berpikir, Shin di sini sedang berlibur, sehingga tidak ada keluarga yang akan memperhatikannya. Membawa sisa makanan adalah hal yang tepat, agar nanti Shin bisa memakannya lagi nanti.

Yul takut, Shin tidak bisa makan lagi. Walaupun hal tersebut suatu kemustahilan, mengingat ada Jaka dan Shin pun kaya. Tapi, Yul benar-benar merasa seperti itu.

Setelah melihat Shin sudah selesai makan, Yul akhirnya mengutarakan yang sejak tadi ingin ia bicarakan pada Shin.

"Shin!" pertama-tama, Yul memanggilnya dulu, ketika Shin sedang mencuci tangan.

"Hm?" Shin segera menjawab, melihat ke arah Yul yang sedang menatapnya juga.

"Kamu ngasih saya hape?," tanya Yul diucapkan secara perlahan, setiap katanya penuh dengan kehati-hatian.

"Iya" jawab Shin, tidak merasa ada yang salah dengan hal itu. Karena memberikan Yul ponsel bukan sesuatu yang besar.

"Mahal Shin itu," ungkap Yul tidak bisa menerima pemberian Shin yang satu itu.

Meski Yul tidak mengatakannya dengan jelas tapi, Shin tau maksud dari ucapan Shin tersebut. Dia semakin serius menatap Shin. Tanpa sadar, tatapannya tersebut membuat Yul sedikit ketakutan.

Yul takut melihat tatapan Shin yang terlihat sedang memburu. Tapi, ia bisa melanjutkan ucapannya, meskipun sedikit gugup.

"Sa—saya juga. Gak bisa pake nya," tutur Yul takut ucapannya menyinggung perasaan Shin. Karena Shin sudah baik padanya.

Siapa sangka, Shin malah tersenyum yang membuat Yul menyerngitkan alisnya, kebingungan.

"Bisa saya ajarin," pungkas Shin  —terdengar oleh Yul seolah-olah, bahwa dirinya harus tetap menerima ponsel tersebut. Tapi, Shin mengucapkan nya sambil tersenyum, membuat Yul jadi serba salah.

Dengan keadaan yang membuat Yul merasa serba salah, membuatnya semakin bertekat untuk semakin mempertanyakan hal itu kepada Shin.

"Kenapa kamu kasih saya hape?" Yul penasaran, kenapa Shin memberinya ponsel.

Sebelum menjawab, Shin lebih dulu tersenyum, sambil menggaruk ujung hidungnya.

"Kalo saya pulang nanti. Saya bisa ngehubungin teteh. Emang teteh gak mau telponan sama saya?" Jawab Shin benar adanya. Dia ingin tetap terus berhubungan dengan Yul.

Pada akhirnya Yul harus berhadapan dengan pertanyaan serangan balik.

Jelas, dia juga ingin tetap berhubungan dengan Shin. Hanya saja, Yul masih merasa tidak enak hati dengan fakta yang ada, ponsel bukan lah barang murah.

"Mau. Tapi..." ucap Yul yang disela oleh Shin

"Tenang aja. Saya dapet hape itu dari sponsor" sela Shin, yang harus berbohong. Karena ia tidak memiliki pilihan lain selain berbohong agar Yul bisa menerima pemberiannya tersebut. Walaupun, sebenarnya ia merasa tidak enak hati.

Setelah mendengarnya, Yul merasa lega dan ia tidak begitu merasa tidak enak. Karena ia tidak pernah tau dunia model. Tapi, sekarang Yul sedikit tau. Dan, merasa pekerjaan Shin cukup enak.

"Oh gitu"

"Hm. Apalagi kalo kita promosiin suatu brand. Itu brand nya kadang dikasih ke kita secara cuma-cuma," akhirnya Shin menjelaskan sedikit tentang profesi nya sebagai model terkenal dengan berjuta-juta pengikut, untuk membuat Yul semakin yakin akan ucapannya tersebut.

Benar saja. Setelah ia menjelaskannya sedikit, Shin melihat Yul tak lagi setegang tadi. Kini, Yul terlihat tersenyum.

"Wih, enak ya. Dapet uang dapet barang juga," Yul tidak menyangka, pekerjaan model ternyata akan seenak itu.

"Hm. Kalo teteh mau. Teteh bisa jadi model bareng saya" tutur Shin, melihat ada peluang yang bisa Yul dapatkan. Selain itu, Shin juga model besar. Memasukan satu orang, tidak akan membuatnya kerepotan. 

Sayang, Yul menolaknya.

"Gak ah"

Tidak ada alasan khusus. Yul memang tidak tertarik menjadi model. Dia sudah  nyaman dengan kehidupannya yang sekarang.

"Yaudah. Pokoknya nanti teteh saya ajarin pake hape," pertegas Shin, mau gak mau Yul harus mau nerima ponsel dari dirinya.

Yul yang tidak punya alasan lain untuk menolak, setuju dengan permintaan Shin.

"Em"

Akhirnya tidak ada lagi beban di hati Yul. Walaupun masih berat di hatinya, tapi ia juga tidak ingin membuat Shin kecewa.

Shin sudah repot-repot membawa itu dari kota untuk dirinya, tapi dia malah menolaknya, bukan kah hal itu tindakan yang kurang sopan. Dan, pada saat Yul memikirkan kembali tindakan Shin padanya, Yul tiba-tiba merasa, keberuntungan seumur hidupnya telah ia gunakan. Karena setelah bertemu dengan Shin, ia selalu mendapat keberuntungan yang bagus.

Hal itu juga membuat Yul merasa Shin mudah digapai. Tapi ia tidak memiliki alasan untuk menggapai nya.

Shin senang akhirnya, Yul mau menerima pemberiannya tersebut.

Pada saat ia sedang melihat Yul menundukkan kepalanya, Shin melihat ikat rambut yang Yul kenakan.

Shin tersenyum manis ketika melihatnya. Apalagi saat melihat ikat rambut tersebut cocok untuk Yul.

Shin merasakan hatinya semakin mantap dengan yang ia rasakan sekarang.

"Teh," Panggil Shin dengan suara rendah.

Yul segara menjawab, mengangkat kepalanya, melihat ke arah Shin.

"Iya"

"Teteh cantik" ujar Shin, dengan tatapan yang masih terpaku ke arah Yul.

"Yaialah. Teteh-teteh pasti cantik. Gak ada yang ganteng," ujar Yul membalikkan ucapan Shin bagi Yul, sebagai candaan biasa dari seorang bujang. Bukan hal aneh lagi baginya. Hanya saja, kali ini pipinya terasa panas.

Ia pun, tak berani lagi menatap langsung ke arah Shin. Ia lebih memilih melihat ke arah kebun jagung.

"Iya deh. Terserah teteh" ujar Shin pasrah, jika perkataannya dianggap candaan oleh Yul. Padahal, ia berkata sesuai dengan isi hatinya saat ini.

Shin melihat Yul benar-benar indah di matanya. Hingga, terasa tak ada yang sia-sia.

•••••••••

BUJANG KOTA |TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang