Saat Yul membuka mata kembali, ia sudah berada di sebuah kamar yang terbilang mewah untuk dirinya. Dan kamar tersebut adalah kamar tamu yang telah dipersiapkan khusus untuk menyambut dirinya. Tanpa dirinya ketahui, di kamar tersebut telah tersedia kebutuhannya, hingga pakaian pun telah disiapkan.
Yul bingung untuk pertama kalinya. Namun, saat mendengar suara Shin yang menanggil namanya, Yul kembali tenang dan langsung menyadarinya.
"Teh..."
Yul belum bisa menjawab namun, ia sudah mengenali orang yang disekitarnya dan mereka adalah kedua orangtua Shin, Jaka, serta wanita pengurus rumah tangga.
"Minum dulu," ujar Shin buru-buru menawari Yul teh manis hangat, membantunya untuk duduk.
Dengan sudah payah, Yul duduk, lalu minum teh manis hangat yang disodorkan oleh Shin.
Merasakan hangatnya teh manis ke dalam tubuhnya, Yul merasa semakin membaik.
Shin dengan cekatan mengambil kembali gelas tersebut, dan menyimpannya di meja dekat tempat tidur. Lalu, Shin pun segera menanyai keadaan Yul.
"Masih pusing?"
Yul menggelengkan kepala. Dia tidak merasa pusing ataupun gejala-gejala lainnya. Ia hanya masih shok dengan kenyataan yang ada. Dan ingin rasanya segera mengutarakan hal itu pada Shin, kenapa dirinya begitu kaya. Hanya saja, unek-uneknya tersebut kembali tertelan. Ia tidak mampu untuk mengatakannya. Karena, Yul sadar hal itu adalah pernyataan yang konyol.
Setelah itu, Yul merasa malu karena sudah membuat orang lain khawatir padanya, terutama untuk orangtuanya Shin. Yul merasa tidak enak hati pada mereka.
Setelah menggelengkan kepala, Yul segera mengutarakan rasa tidak enak hatinya, karena sudah membuatnya repot "Maaf, Yul udah ngerepotin"
Hak itu langsung mendapatkan respon dari orangtua Shin, Ibunya yang datang menghampiri, mengusap rambut Yul yang sudah terurai, sengaja dilakukan untuk memperlancar peredaran darah.
Orang pertama yang dibuat kagum saat ikat rambutnya dibuka oleh pengurus rumah tangga adalah Shin. Karena, tidak ada bagian dari Yul yang sia-sia, semuanya terlihat indah dalam segala sisi.
"Gak ada yang namanya ngerepotin. Namanya juga orang sakit, ya sakit aja. Gak ada istilah ngerepotin," ucap Ibu Shin tersenyum, sisi lain ia merasa lega setelah melihat Yul tersadar.
"Kalo butuh apa-apa, panggil Jaka atau Bi Rosidah, Bibi yang barusan itu," tuturnya, karena dia pun sadar, Yul pasti memiliki kebutuhan dan dia juga tidak bisa menjamin selalu ada. Hingga ia hanya bisa meminta tolong pada pekerja yang ada di rumahnya.
"Siap Bu. Makasih"
Setelah itu ada Jaka yang langsung menyela ketika namanya disebut
"Gak perlu khawatir. Bilang aja sama Akang..!" Jaka dengan sigap akan selalu membantu Yul. Terlebih lagi, Selain teman masa kecilnya, tetangga dekatnya Yul juga pernah mengisi sebagian hatinya. Sehingga Jaka tak ragu lagi untuk membantu Yul. Dia senang.
"Gak perlu. Panggil saya aja. Oke, teh?," timpal Shin yang hanya boleh memintai bantuan padanya saja.
Yul yang jauh dari Desa, jauh dari keluarga, melihat keluarga Shin yang begitu peduli padanya, Yul ikut merasakan bagian dari keluarga tersebut. Apalagi Shin yang begitu peduli padanya. Ia benar-benar bersyukur akan hal itu.
Setelah kondisinya semakin membaik, satu-persatu orang-orang yang berlima mulai meninggalkannya untuk beristirahat —setelah perjalanan yang panjang dan juga malam semakin larut.
Shin juga menyuruh Yul untuk beristirahat karena besok pagi dirinya juga sudah mulai bekerja kembali. Shin merasa hal tersebut sangat disayangkan untuk dirinya yang masih ingin menghabiskan waktu bersama Yul.
"Teh. Istirahat ya. Maaf, besok pagi saya harus kerja. Tapi nanti, kalo saya pulang. Nanti saya bakal ajak teteh jalan-jalan, oke!" Tutur Shin tak tega harus meninggalkan Yul sendirian. Tapi dia sudah mengutus Jaka untuk menemani Yul kali ini, selama dia tidak ada.
"Kalo mau jalan-jalan di area sini. Minta anter Jaka aja. Kali ini saya suruh jagain dia buat teteh"
Jaka adalah orang yang dikenali Yul saat ini. Shin pikir, Yul akan lebih nyaman jika yang menemaninya adalah Jaka. Meski, hatinya tak sedap melihatnya. Sebab, Shin tau Jaka juga menyukai Yul dan sudah mengirimkan lamaran juga. Sebelum bertemu dengan Yul pun, Shin sudah sering mendengar cerita tentang Yul dari Jaka. Baru mendengar ceritanya saja sudah membuat hatinya penuh rasa penasaran akan sosok Yul. Begitu melihatnya langsung, hatinya langsung meminta maaf pada Jaka, karena ia telah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Sebelum meninggalkan ruangan, dengan enggan Shin berkali-kali menciumi tangan Yul yang berhiaskan cincin pertunangan darinya.
"Shin... ayo sana istirahat. Kan katanya besok kerja. Nanti kesiangan," ujar Yul yang tak tega jika harus membuat Shin tidur larut. Meski, ia pun merasa enggan untuk ditinggalkan.
"Yaudah. Saya ke kamar, ya. Kalo mau apa-apa. Panggil saya aja atau Jaka," pesannya sebelum meninggalkan Yul.
"Iya"
Dengan enggan Shin kembali ke kamarnya, beristirahat, untuk melanjutkan awal esok dengan kembali bekerja.
Yul yang kini seorang diri di dalam kamar, termenengung merasakan sisa rasa terkejutnya.
Melihat kamarnya pun, sudah seluas seluruh rumahnya yang ada di Desa. Kasur yang ia tiduri saat ini, tidak merasakan kerasa sedikitpun.
Yul berharap, semua ini menjadi berkah untuk dirinya dan tidak menimbulkan masalah ke depannya. Karena, ia pun tidak mengetahui akan hal ini. Jatuh cinta pada Shin pun, itu juga ia tidak sengaja melakukannya dan bukan direncanakan.
Tanpa memikirkan panjang, ia hanya berharap, ini adalah awal dari kehidupan baru.
Yul yang sudah terbiasa tidur dalam keadaan bersih. Merasakan tubuhnya lengket dan ia berencana untuk mandi.
Lalu, ia mengambil handuk yang berada di dalam tasnya. Setelah itu, berjalan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar.
Sebelum pergi, Shin juga telah memberitahukan lokasi kamar mandi.
"Kamar mandi ada di sana. Kalo kamar saya, ada di lantai 2. Datang aja ke sana"
Untuk kamar tamu memang berada di lantai bawah untuk memudahkan tamu jika ingin beristirahat.
Melihat pintu kamar mandi, membuat Yul merasakan nostalgia akan kejadian memalukan. Selain itu, dari kamar mandi saja sudah menjelaskan perbedaan yang ada. Rasa percaya diri kembali terasa namun, kali ini dirinya tidak begitu memikirkannya.
Ia masuk ke dalam kamar mandi lalu, kembali keluar. Karena ia tidak menemukan gayung ataupun WC. Yul bingung, bagaimana cara dirinya mandi.
Tanpa memikirkan lebih panjang, Yul segera menelepon Jaka yang sudah ia simpan nomernya sebelum berangkat ke kota.
Tak lama kemudian Jaka datang.
"Ada apa Yul?" Tanya Jaka bingung, namun dia sudah melihat Yul memegang handuk.
"Mandi"
Seketika, Jaka tidak bisa menahan tawanya.
"Yul.. cuman di kota saya bisa ngeliat sisi kurangnya kamu. Kalo di Desa, kamu tuh gak ada kurangnya," godanya merasa lucu ketika melihat Yul kebingungan.
Tapi ini juga yang membuat Yul tidak kehilangan nilai dirinya yang selalu dikata mahal. Meski kampungan namun Yul tidak bisa dikatakan kampungan. Dan itu juga yang membuat Jaka heran. Dia melihatnya malah lucu bukan kampungan.
Lalu, Jaka menjelaskan fasilitas yang ada di kamar mandi, seperti fasilitas shower, bathtub, ataupun closet duduk.
Sejujurnya, Yul masih kurang mengerti dengan penjelasan yang diberikan oleh Jaka. Namun, ia memiliki ingatan yang kuat sehingga, ia hanya melakukan sesuai yang diingat. Dan, hal itu juga memudahkannya dalam melakukannya.
Akhirnya, Yul mandi dengan sangat bersih. Setelah mandi, dan sudah mendapatkan tubuh yang segar, Yul memutuskan untuk tidur. Bagaimanapun juga perjalanan jauh membuatnya lelah. Ia jatuh tertidur setelah kepalanya mengenai bantal.
••••••••••
KAMU SEDANG MEMBACA
BUJANG KOTA |TAMAT
RomanceKetika Yul (25) seorang gadis desa dengan cara berpikirnya yang selalu merasa tidak percaya diri. Ia yang selalu berpikir dirinya tidaklah secantik gadis-gadis desa lainnya, tidak lah semenarik itu, lebih memilih untuk menjauh saat ada seseorang yan...