Bab 37| Kripik Singkong Coklat

147 11 0
                                    

Durasi waktu tidak pernah berubah, tetap sama dan akan terus seperti itu. Namun, dengan hati yang terluka malam menjadi begitu panjang. Bahkan, setiap detik nya Yul tidak pernah sedikitpun melewatinya.

Ia hanya diam, memeluk lutut, duduk di atas tempat tidur. Pikirannya masih tertuju ke arah Shin. Dia merasa tidak tega karena sudah bersikap buruk padanya. Di sisi lain, Yul memang harus melakukannya agar semuanya jelas agar cepat usai.

Awalnya ia berpikir, bisa dicintai kembali oleh Shin adalah suatu kemustahilan. Namun nyatanya, tidak semudah itu. Ada aturan serta peritungan-peritungan lainnya yang harus dipikirin. Yul, tidak menyesali dengan keadaannya yang seperti ini. Ia hanya mempertanyakan keadaan yang ada, kenapa ia harus menyukai Shin jika tidak takdirkan untuk bersama?

Hatinya dengan jelas merasakan sakit serta, merasakan berbagai emosi lainnya. Di atas itu, dengan kejamnya keadaan terus memaksanya untuk berpikir rasional. Sedangkan, jangankan untuk berpikir jernih, menahan diri untuk tidak menangis pun sudah menyulitkannya.

Setiap detik yang ia lewati, ia hidupkan dengan harapan; berharap rasa sakit yang ia rasakan sekarang akan berkurang di detik selanjutnya. Namun, nyatanya, hingga tengah malam rasa sakit itu tidak juga berkurang. Pada akhirnya Yul menyerah, dan dia lebih memilih untuk tidur. Meskipun matanya sudah terpenjam, ia masih bisa mendengar suara detakan dari jam dinding.

Keesokan pagi. Meskipun matahari baru saja muncul, tapi Yul sudah siap untuk berangkat ke ladang.

Pagi ini adalah pertama kalinya Yul berangkat ke ladang pagi-pagi sekali. Jalanan pun masih sepi, serta masih ada bagian yang masih gelap, belum sepenuhnya terkena sinar matahari yang baru saja muncul.

Yul tidak tidur nyenyak semalam. Membuatnya lebih memilih untuk melakukan pekerjaan hariannya lebih awal.

Selain itu, Yul juga masih belum melupakan akan masalah yang terjadi pada hatinya tersebut. Namun, ia tidak lupa akan tanggung jawabnya sebagai tulang punggung. Ia tetap harus bekerja keras meski hati tidak seindah matahari yang baru muncul tersebut, yang memberikan warna segar penuh semangat.

Yul beraktivitas seperti biasa meski rasanya terasa semu. Seperti ia sedang berada di dunia asing. Meski begitu, ia tidak pernah lupa untuk terus berharap, detik nanti akan jauh lebih baik lagi.

Dan, waktu terus berlanjut.

Yul, tidak tahu, apakah Shin sudah kembali atau belum. Jika ia menghitung kembali, sudah waktunya Shin kembali ke kota.

Berpikir, bahwa Shin mungkin saja sudah kembali ke kota membuat Yul, merasa hatinya seperti meleleh karena, harus menahan perasaan serta harapan yang mustahil. Dengan perginya Shin, ia tidak harus lagi terus-terusan menahan hatinya. Bukan karena, ia bahagia Shin sudah kembali. Tapi, ia lega setidaknya Shin sudah mendapatkan kembali dunianya. Dunia yang tidak mungkin dirinya kunjungi.

Yul juga, memperkirakan Shin juga sudah mulai menata hidupnya kembali dengan baik. Yul harap, Shin selalu bahagia.

Tidak dipungkiri, meski hatinya merasa lega tapi sisi lain hatinya masih menyimpan tempat untuk Shin dan itu adalah sebuah perasaan yang akan membuatnya bisa kembali merasakan malam yang panjang.

Yul sedang menatap langit cerah, dengan awan putih sebagai penghias langit yang paling sempurna dan burung-burung kecil yang terbang di atas sana membuatnya merasakan sebuah ketenangan.

Bibirnya tersenyum manis namun, hatinya perlahan sedang berusaha melupakan seseorang.

Ini adalah siang yang dia ambil pada saat istirahat seusai menanam benih jagung. Dia sedang duduk seorang diri, dengan kotak makan siang yang baru saja selesai ia nikmati.

Pada saat ia sedang menatap langit, tiba-tiba ada wajah seseorang muncul di depannya.

"Robi?"

Orang itu adalah Robi yang sengaja datang siang ini untuk menemani waktu istirahat Yul. Dan, dia juga datang membawa makanan ringan untuk Yul nikmati.

"Lagi apa?," tanya Robi, duduk di sampingnya, menyimpan makanan yang ia bawa di depan Yul.

"Kok ada di sini?," Yul berbalik bertanya karena, ia tidak pernah menduga Robi akan datang menemuinya seperti ini. Dia terkejut. Namun, di balik rasa terkejutnya, ia sedikit merasakan dejavu. Tanpa perlu dijelaskan, Yul sudah sangat jelas merasakannya.

"Kenapa? Gak boleh?," ujar Robi, melihat reaksi Yul yang tidak sesuai harapan.

"Boleh. Cuman, kaget aja tiba-tiba ada di sini. Emang toko ada yang jaga?," ujar Yul menjelaskan akan sikapnya barusan. Karena ia mengetahui bahwa Robi sering sibuk di jam-jam seperti ini.

"Oh.. kangen aja. Pengen ketemu. Ada karyawan yang jaga," ucap Robi yang tidak bisa menahan dirinya untuk mengatakan gejolak perasaanya bahawa, dia ingin bertemu dengan Yul. Namun Robi menyayangkan bahwa Yul lebih sibuk daripada dirinya. Hingga membuatnya terpaksa harus datang di waktu seperti ini.

Belakang ini, Yul lebih sering membuat dirinya untuk lebih sibuk lagi. Bukan tanpa alasan. Ia sengaja melakukan itu hanya untuk bisa melupakan Shin secepat mungkin. Sialnya, sampai detik ini, tidak ada satupun yang terlupakan. Semuanya masih jelas terasa nyata.

"Eh, dicicipin, nih!," ujar Robi, membuka makanan yang ia barusan untuk Yul cicipi.

Dengan tenang, Yul menunggu Robi yang sedang menyiapkan makanan tersebut untuk dirinya —berupa keripik singkong coklat, dan Robi sengaja membelinya khusus untuk Yul pada saat ia sedang mengirim barang ke luar daerah.

Lalu, Robi menyodorkan keripik tersebut ke depan Yul untuk dicicipi.

Yul, segera mengambilnya dan memakannya. Ini pertama kalinya untuk Yul mencoba makanan tersebut, yang rasanya lumayan enak. Yul menyukainya.

"Enak," ujar Yul jujur, dan ia pun tidak bisa menyembunyikan wajah sukanya terhadap makanan tersebut. Bibirnya tersenyum hingga matanya menyipit. Itu adalah senyuman Yul yang sebenernya.

Yul jarang tertawa apalagi tersenyum hingga banyak yang mengatakan, Yul adalah orang yang serius dan tidak menyukai lelucon. Nyatanya, Yul hanya belum mendapatkan sesuatu yang benar-benar bahagia. Dan, hanya Shin lah laki-laki yang sering membuat Yul bahagia hingga membuat Yul mengeluarkan tawanya.

Namun, senyuman Yul kali ini sudah membuat Robi terpana, dan menatapnya lama. Terlebih lagi, untuk bisa mendapatkan Yul, ia harus bersaing satu desa.

"Nanti. Kalo saya ngirim barang lagi, nanti saya beliin lagi," ujar Robi, menyayangkan ia hanya membeli sedikit.

Tanpa malu-malu, Yul mengangguk setuju —hal yang bukan lagi menjadi kebiasaan Yul.

Yul merasa, sekarang ini ia jauh lebih berani dari sebelumnya. Entah itu, untuk berbicara dengan orang lain, bertindak, dan segalanya Yul lebih berani. Tidak ada lagi malu, ragu apalagi canggung. Dia jauh lebih berani lagi. Dan, tanpa Yul sadari sebenernya dirinya telah mati rasa. Bahkan, sebenarnya ia juga bisa mengontrol dirinya lebih jauh lagi. Namun, jiwanya yang selalu merendah membuatnya tidak kehilangan jati dirinya lebih jauh lagi.

Setelah itu, mereka berdua berbincang-bincang sambil menikmati keindahan langit, yang ditemani oleh keripik singkong coklat.

••••••••

BUJANG KOTA |TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang