Ini adalah pagi yang indah untuk sebagian orang. Dan, Yul salah satu orang yang merasakan keindahan tersebut. Tapi tidak dengan pikirannya. Pikirannya masih bergelut dengan Shin yang akan kembali pagi ini.
Bagi Yul, biasanya orang yang mengantar seseorang pergi adalah dari kerabat dekat, keluarga atau orang yang memang mengenalnya dengan biak. Dari ketiga itu tidak ada satu pun hubungan yang masuk ke dalam kategori dirinya dan Shin. Dan, membuat Yul enggan untuk mengantar kepergian Shin. Terlebih lagi, ia memang merasa bukan siapa-siapa. Sehingga pagi ini, Yul memilih untuk melakukan aktivitas seperti biasa. Walaupun, secercak hatinya ikut mengiring keberangkatannya.
Yul yang sedang memasukan kayu bakar ke dalam tungku, melirik ke arah jam, dan itu sudah pukul 7 pagi.
Setau Yul dari Jaka, jam yang pas untuk pergi ke kota adalah jam 7 pagi. Mengingat perjalanan dari Desa ini ke kota cukup jauh, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk tiba di sana. Jika berangkat jam 7 maka akan sampai pukul 8. Waktu yang pas, tidak kemalaman dan tidak kepagian saat berangkat. Sehingga Yul sudah menebak, Shin sudah berangkat sekarang.
Melihat kobaran api di dalam tungku, Yul menghela nafas dalam, dan berkata dalam hati,
"Selamat tinggal Shin"
Yul sadar, saat ini ia sedang sedih karena harus berpisah dengan Shin. Tapi, Yul juga berpikir, lambat laun, ia juga akan segera melupakan Shin.
Wajar, jika dirinya merasa kehilangan sekarang. Bagaimanapun juga Shin adalah bukan bujang kota biasa, sosoknya sangat iconik di hati Yul.
Pada saat yang bersamaan, Yul malah teringat Shin yang menggenggam tanganya erat.
Yul sadar, sebenarnya ia tidak boleh memiliki pikiran yang begitu kurang ajar. Hanya saja, Yul tidak bisa melupakannya.
Berkali-kali Yul mencoba melupakan kejadian itu. Akan tetapi, bukannya menghilang, Yul malah jadi merasa, tak ingin Shin pergi.
Di saat Yul tengah berjuang untuk menenangkan hatinya, Ibunya mengajak berbicara tentang acara wayang golek.
Ibu Yul yang mengira Shin dan Yul hanya saling mengenal biasa, tidak membahas akan Shin yang akan pulang sekarang. Pikir nya, buat apa ngomongin Shin? Kan, gak ada urusan. Toh, Ibu Shin juga sudah tau. Shin akan pulang pagi ini, dan tidak ada lagi yang perlu dibahas. Ibu Yul lebih suka membahas acara wayang golek semalam.
"Rame gak?" Tanya sang Ibu sedang memotong-motong daun pisang yang sudah dilayukan di atas api, untuk dijadikan pengganti piring. Ibu Yul memang memiliki kebiasaan menggunakan daun pisang dijadikan alas makan. Begitu juga dengan Yul yang memiliki kebiasaan yang sama dengan Ibunya. Sehingga mereka berdua jarang menggunakan piring saat makan. Lebih suka menggunakan daun pisang, kata nya lebih enak.
"Rame" jawab Yul, masih bisa bersikap seperti biasa.
"Aya tukang kacang meren?" / ada penjual kacang dong —Ibu Yul kembali bertanya, akan kebiasaan yang harus dilakukan saat menonton wayang golek adalah sambil makan kacang rebus. Dan, kebiasaan tersebut sering Ibu Yul lakukan saat bersama Ayah Yul saat masih ada.
Belum sempat Yul menjawab, seseorang memanggilnya dari balik pintu.
"Teh"
Orang itu bukan lain adalah Shin, yang sudah menggendong tas ransel, dan sudah berpakaian rapi, lengkap dengan topi yang pernah Yul pakai sewaktu mengambil kayu bakar.
"Shin. Belum berangkat?" Tanya Ibu Yul, karena Yul malah bengong menatap ke arah Shin dengan mantap.
"Mau pamitan dulu," jawab Shin melenggak masuk ke dalam, menghampiri Ibu Yul yang sudah menunda pekerjaannya untuk memotong daun pisang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUJANG KOTA |TAMAT
Roman d'amourKetika Yul (25) seorang gadis desa dengan cara berpikirnya yang selalu merasa tidak percaya diri. Ia yang selalu berpikir dirinya tidaklah secantik gadis-gadis desa lainnya, tidak lah semenarik itu, lebih memilih untuk menjauh saat ada seseorang yan...