Bab 28| Masuk Puskesmas

189 12 1
                                    

Sudah tiga hari ini, Yul belum melihat Shin kembali. Yul tahu, Shin sibuk dan bukan orang seperti dia —dengan jadwal keseharian yang mudah ditebak. Sedangkan untuk orang seperti Shin, Yul tidak mengerti satu pun.

Selama tiga hari ini, Yul selalu menyempatkan diri untuk mencuri-curi pandangnya ke arah rumah Pak Budi. Namun, bayangan akan sosok Shin benar-benar tidak terlihat sedikit pun. Seolah-olah telah pergi meninggalkan tempat ini. Tapi, Yul tahu Shin belum pergi. Melihat dari Jaka yang sering ia lihat. Pertanda, Shin masih ada dan belum kembali ke kota.

Hari ini Yul pergi ke ladang seorang diri. Karena Ibunya merasa kurang enak badan.

Yul memahami betul kondisi Ibunya yang sudah tak lagi muda, membuatnya mudah sekali kelelahan dan jatuh sakit. Sehingga, pagi ini Yul melarang Ibunya untuk ikut dirinya ke ladang. Dan membiarkannya untuk beristirahat.

Yul berharap Ibunya segera pulih seperti sedia‐kala.

Bekerja sendirian tanpa Ibunya, Yul merasakan dengan jelas perbedaanya. Apalagi saat ini Ibunya sedang sakit. Jelas, bukan sesuatu yang membuatnya tenang dalam bekerja.

Terbiasa bekerja selalu bersama-sama, Yul merasa kesepian sekarang. Apalagi ketika istirahat, dengan dia yang sering mengobrol dengan santai sambil menikmati makan siang, kesepian semakin ia rasakan. Hingga rasanya, makan satu suap pun terasa sulit. Tapi, Yul memaksakan dirinya untuk tetep makan. Ia masih harus menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

Waktu terus berjalan, Yul kembali melanjutkan pekerjaannya sebagai buruh tani dengan bayaran harian.

Saat ia tengah serius dalam melakukan pekerjaannya, seseorang memanggilnya dengan suara cemas.

"Yul..! Yul...!"

Yul yang mendengar seseorang memanggilnya dengan tak biasa, membuatnya panik sebelum tau apa yang sebenarnya terjadi.

"Kulan?" Jawab Yul, wajah kebingungan terlihat jelas saat menjawab panggilan dari orang itu yang bukan lain tetangganya sendiri.

"Emak, dibawa ke puskesmas"

Mendengar Ibunya dibawa ke puskesmas, tanpa pikir panjang, Yul segera meninggalkan pekerjaannya tersebut, berlari dengan panik, ingin menyusul Ibunya yang berada di puskesmas.

Yul berlari dengan perasaan cemas, takut, dan perasaan-perasaan lain yang membuat tubuhnya gemetar.

Untung saja orang itu datang dengan menggunakan sepeda motor bebek yang di parkir di lahan kosong, karena tidak ada akses menuju ladang, tempat Yul bekerja. Yul ikut bersama orang itu untuk mengantar nya ke puskesmas.

Jarak antara ladang ke puskesmas cukup lumayan jauh, sehingga membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk tiba di sana dengan menggunakan sepeda motor.

Begitu sampai, Yul segera mencari Ibunya dengan mengikuti orang itu sebagai penunjuk jalan.

Yul sudah tidak tahu lagi harus bagaimana, pikirannya kacau, tubuhnya gemetar karena panik. Yul tak menyangka Ibunya akan dibawa ke puskesmas, padahal tadi pagi Ibunya masih terlihat segar.

Orang itu menunjukkan ruangan, tempat Ibunya di tangani.

"Nah, Emak dirawat di sini" orang itu menunjukkan ruangan Ibu Yul.

Yul masuk ke dalam ruangan yang orang itu tunjuk, dan pada saat masuk Yul menemukan beberapa orang lain yang tengah menunggu di ruangan tersebut, iaalah Shin dan Jaka.

Selain melihat kondisi Ibunya yang telah berbaring lemah di ranjang puskesmas, Yul juga dibuat terkejut saat melihat Shin.

Yul tidak tahu lagi bagaimana keadaan hatinya sekarang, Yul hanya merasa semuanya membuatnya takut.

"Emak. Emak te kunanaon?" Tanya Yul kepada Ibunya mengenai kondisinya saat ini. Berdiri di sebelah Ibunya berdekatan dengan Shin dan juga Jaka yang tengah duduk.

"Emak. Te kunanaon. Emak cuman pusing aja" jawab Emak membuat Yul lega. Setidaknya Ibunya masih bisa menjawab ucapannya dengan baik.

Setelah itu, Shin memberikan kursinya.

"Duduk, teh" ujar Shin mendorong kursi tersebut ke dekat Yul.

Yul yang melihat hal itu, menganggukan, setuju untuk duduk di kursi tersebut. Belum sempat ia melihat kembali ke arahanya, Shin sudah pergi ke luar. Yul hanya merasa sedih saat melihat Shin yang terlihat asing.

Tanpa memikirkan lebih panjang, Yul saat ini lebih peduli dengan kondisi Ibunya dari pada dirinya sendiri.

Lalu, Jaka menceritakan kronologis Ibunya bisa di rawat di puskesmas.

"Saya nemuin Emak kamu di belakang, kayaknya habis dari kamar mandi. Kondisi Ibu kamu udah pingsan. Untung aja ada Bos yang mau bantuin telpon ambulan buat bawa Ibu kamu ke puskesmas. Perawat nya bilang, Ibu kamu ke gejala DBD. Makanya harus dirawat dulu sampe beberapa hari" tutur Jaka menceritakan kronologis sesuai dengan keadaan yang ketahui.

Yul yang mendengar hal itu, merasa terpukul sebagai anak, ketika Ibunya tengah menahan sakit, dirinya tidak ada. Yul merasa dirinya begitu lalai.

Membayangkan Ibunya yang menahan sakit hingga jatuh pingsan membuat Yul tidak bisa lagi menahan isak tangis.

Lalu, ia segera memeluk Ibunya tersebut, satu-satunya keluarga yang ia miliki sekarang.

"Mak. Maaf, Yul udah teledor" ucap Yul menangis dalam pelukan Ibunya.

Ibu tetaplah Ibu. Dia selalu bisa membuat anaknya tenang, meski bagaimana pun kondisinya.

"Gak papa. Emak sehat kok. Besok juga pulang" ucap Ibu Yul yang tidak ingin anaknya terlalu memikirkan kondisinya yang tak seberapa ini.

Selain itu, Jaka pun ikut menghibur.

"Yeh..! Emak kamu kuat. Besok ge pulang. Ya kan, Mak?"

Mendengar Jaka dan Ibunya silih berganti untuk membuatnya tenang, Yul akhirnya tenang. Dan ia, tidak lagi memikirkan hal buruk tentang kondisi Ibunya.

Pada saat dirinya mulai tenang, dan sudah mulai bisa mengobrol dengan tenang, mengenai pekerjaannya di ladang, Jaka berpamitan padanya.

"Yul. Akang, pulang dulu. Kasian si Bos. Sendirian di luar" ucap Jaka menepuk bahu Yul, lalu mencium tangan Ibu Yul, untuk berpamitan juga.

"Mak. Jaka pulang dulu. Nanti ke sini lagi"

"Enya, Jaka. Nuhun" ucap Ibu Yul berterima kasih pada Jaka yang mau membantu.

Setelah itu, tinggal hanya mereka berdua di ruangan.

Yul melihat Ibunya yang sekarang sudah tertidur. Yul merasa kasihan pada Ibunya tersebut, dan berharap Ibunya cepat pulih. Yul merindukan saat-aaat ia bersama Ibunya.

Teringat masa-masa indah bersama Ibunya membuat Yul kembali meneteskan air mata. Sebagai anak, hatinya benar-benar tidak ingin sesuatu terjadi pada Ibunya, terlepas dari apapun kondisinya.

Bukan kali ini Ibunya jatuh sakit seperti ini. Hanya saja, baru kali ini ia melihat Ibunya sakit hingga dirawat.

Terlepas dari biaya puskesmas, Yul tidak memikirkan hal itu. Karena Yul tahu Ibunya memiliki KIS. Sehingga, saat ini Yul hanya berfokus pada kesembuhan Ibunya.

Berada dalam kondisi seperti ini membuat perasaan Yul seperti ombak laut yang sering pasang-surut. Beberapa detik yang lalu, ia sedih melihat kondisinya Ibunya yang sakit. Beberapa detik kemudian, ia tenang kembali. Pada saat kondisinya tenang, Yul bisa berpikir dengan baik. Ia melihat-lihat lemari penyimpanan, untuk melihat kebutuhan apa saja yang telah Ibunya bawa. Ternyata, belum ada kebutuhan apapun yang dibawa. Wajar, jika hal itu terjadi karena orang lain tidak akan sepeka itu, untuk mempersiapkan hal itu. Terlebih lagi, jika pun peka, belum tentu orang itu juga memiliki keberanian untuk menyiapkan kebutuhan yang ada, seperti mengambil pakaian ganti di dalam lemari, siapa yang akan berani melakukan itu.

Yul cukup berterima kasih dengan dia yang sudah mau membawa Ibunya ke sini. Terlepas dari kebutuhan, Yul bisa mengurusnya sendiri.

Sehingga, saat ini Yul berniat pulang, untuk mengambil kebutuhan yang diperlukan, dan selain itu dia juga perlu mandi dan berganti pakaian. Dia kotor dan berbau keringat sekarang.

••••••••••••

BUJANG KOTA |TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang