Bab 47| Takdir《Tamat》

978 29 9
                                    

Saat kembali ke rumah, rumah masih terlihat sepi. Namun, pada saat ia baru saja melangkah masuk Ibu Shin sudah menyambutnya.

"Yul. Sarapan dulu, yuk?" Ajak Ibu Yul yang memintanya sarapan bersama.

Yul sebenarnya malu untuk ikut makan bersama hanya saja, akan terasa kurang pantas jika ia terus-terusan malu. Seharusnya ia sudah mulai membiasakan diri dari sekarang.

"Boleh"

Ibu Shin datang merangkulnya, menggiringnya untuk pergi ke ruang makan.

Makan di meja makan, jelas Yul harus membiasakan diri. Walaupun rasanya masih kurang nyaman. Tapi, dengan Ibu Shin yang begitu perhatian padanya. Yul sedikit mulai merasa nyaman dengan keadaannya yang baru.

Saat makan pun, Ibu Shin banyak sekali berbicara tentang masa kecil Shin. Dengan Shin yang sebagai anak yang rajin, pandai, serta pandai bermain basket pada saat di sekolahnya.

"Shin juga masih kuliah" tutur Ibu Shin akan Shin akan kebenaran tentang yang ternyata masih seorang mahasiswa —Yang membuat bola mata Yul terbuka ketika pertama kali mendengarnya.

Hah?!

Shin sekarang masih berumur 20 tahun.

Yul tidak tau soal itu dan ia juga tidak menyangka jika Shin masih kuliah. Sedangkan dirinya hanya lulusan SD. Kebenaran tersebut membuat hatinya seperti terpukul sesuatu, sangat menyakitkan. Namun, ia harus tetap tenang.

Tangannya mengepal erat di bawah meja. Dia ingin pergi dari tempat ini dan mengadukan segalanya pada Ibunya.

Kenapa takdirnya harus seperti ini.

"Tapi kamu tenang aja. Tahun depan juga dia lulus. Itu juga kalo gak ada halangan. Semoga aja gak ada, ya.. biar cepet lulus" Ucapnya

Yul hanya diam. Tapi, dalam hatinya semoga ia juga mendoakan yang terbaik. Semoga, tidak ada halangan apapun yang akan menghalangi jalan menuju Shin untuk lulus.

Setelah sarapan. Yul baru mengetahui jika, Ibunya Shin adalah seorang pekerja. Dia berangkat setelah sarapan. Hingga rumah kembali kosong.

Unek-unek Yul akan Shin yang masih seorang mahasiswa membuat Yul kembali menelpon Jaka.

"Apa lagi?! Baru saja ngopi, nih!" Gerutu Jaka yang baru saja menikmati seseruput kopi.

"Kang Jaka. Kenapa Akang enggak ngasih tau kalo Shin itu masih sekolah. Masa saya tunangan sama anak sekolahan?!" Keluh Yul yang merasa hidupnya seperti sedang dipermainkan oleh seorang bujang.

Kali ini Jaka jauh lebih terkejut lagi dari sekedar Yul yang mempertanyakan Shin yang kaya.

"Emangnya kamu gak tau?"

"Enggak"

Kali ini, Jaka terlihat panik. Karena hal tersebut takut memengaruhi hubungan antara Shin dan Yul.

Jaka mondar-mandir sebentar sebelum menjawab "gini. Orang kayak kita mah, sekolah tinggi biar dapet kerja enak. Kalo orang kayak si Bos, sekolah tinggi biar makan kaya lagi. Tenang aja, Yul. Gak usah khawatir. Si Bos juga enggak masalah kan sama dia yang masih sekolah. Tenang aja"

Setelah mendengar penjelasan dari Jaka, Yul merasakan sedikit ketenangan. Yul tidak dapat membayangkan, jika tidak ada Jaka di sini. Mungkin sudah jatuh ke dalam pikirannya sendiri. Kehadiran Jaka kali ini benar-benar membantu.

Selain itu, dia juga masih bisa membicarakan hal ini pada Shin. Jadi, sekarang dia cukup lega.

Berhubung waktu pulang Shin masih lama, dan dia juga bosan, karena sudah terbiasa melakukan sesuatu. Akhirnya, dia mengikuti kemanapun Jaka pergi. Seperti ikut mencuci mobil, atau sekedar membantu memberikan rumput di taman. Namun hal itu mampu membantu sedikit rasa bosan Yul.

BUJANG KOTA |TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang