2* Befriend With Troublemaker

420 79 3
                                    

Setibanya di depan rumah besar tetangga, aku langsung memencet bel enam kali tekan sekaligus. Tidak sabaran.

Kalau menuruti kata hati, aku sudah mendobraknya dari tiga menit lalu. Tetapi karena aku tidak ingin menyusahkan Mama dengan kompensasi kerusakan properti, jadilah aku sabar menahan diri di luar. Kenapa lama banget sih! Ke mana penghuninya? Beol? Bikin geram saja.

Di menit kelima, aku tidak bisa bersabar lagi. Maksudku, tidak sekali dua kali aku kemari. Setiap aku lagi mood, aku selalu bertandang ke rumah tetangga yang sepi.

Pintu terbuka karena aku menyuruhnya.

Temaram menyambutku. Gorden pintu tidak dibuka, jendela masih terkunci. Ck, benar-benar seperti rumah orang kaya yang terlantar di film-film.

"Kali ini kau terang-terangan memakai kekuatanmu ya, Verdandi," celetuk seseorang saat aku menyingkap gorden.

Aku menoleh jengkel kepadanya. "Kuni! Kalau kau ada di rumah, paling tidak tunjukkin tanda-tanda kehidupan. Sudah dari tadi kutekan belnya, tidak ada balasan. Dasar laki-laki licik. Kau pasti memancingku untuk menggunakannya."

Kuni nyengir. "Itu rencanaku. Kau selalu pelit saat kumintai sampel kekuatan."

Aku mendirikan tripod yang sengaja kutinggalkan. "Aku tidak mau jadi objek eksperimenmu," kataku, seenaknya mencomot makanan dan minuman di kulkas.

"Hei, hei! Apa kau mau menonton drakor lagi? Jangan jadikan rumahku sebagai bioskop pribadi dong. Dan cemilan-cemilan itu, tidaklah murah harganya."

"Lho, kenapa? Kau kan kaya. Setiap minggu membeli persediaan di supermarket. Lagi pula, apa gunanya rumah mewahmu jika tidak ada kegiatan di sini. Mubazir," jawabku enteng, menyeringai.

"Aku tidak masalah kau mau ngedugem kek, kayang kek, menginap kek, tapi suara tontonanmu itu mengganggu! Aku lagi sibuk tahu. Mana bisa aku konsentrasi jika mendengar bahasa planet lain?"

"Nani?! Kutepuk mulutmu, wahai! Ini tuh bahasa Korea. Apakah Tuan Genius Kuni tidak tahu bahasa Korea? Dan siapa yang kau sebut mengganggu, huh? Nyanyian Maehwa-ku yang sangat merdu?? Pakai sarung tinjumu, kawan. Ayo kita gelut."

"Dasar. Para budak kpop memang susah diajak bicara," kata Kuni menyugar rambutnya. Tapi dia menyetujui ajakanku. "Ayo! Jangan pikir aku akan takut padamu hanya karena aku manusia biasa."

Kuni bersiap-siap merebut ponselku.
Aku bersiap menendangnya ala Bruce Lee.

Singkat cerita, aku juga tidak tahu mengapa kami berakhir akrab seperti ini. Rasa-rasanya baru kemarin aku memarahi, memelototi, mengusir Kuni yang setiap hari apel ke rumahku untuk bertanya identitasku. Bahkan anak itu sampai rela pindah ke sebelah rumahku hanya demi lebih dekat denganku.

Biar kuceritakan lanjutan cerita dari malam itu. Malam dimana rahasiaku ketahuan oleh Kuni si biang onar.

"B-benda apa yang barusan kulihat di punggungmu, Momoki-san?" kata Kuni gemetaran. "Itu sayap, kan?"

Wajahnya pucat dan aku yakin wajahku juga pucat detik ini. Sial, sial, sial! Aku mengumpati kecerobohanku. Seharusnya aku langsung menutup sayapku begitu tiba di tempat aman, bukan melamun.

"Mungkin kau salah lihat," elakku.

"Jangan bercanda. Aku yakin sekali aku melihat sayap burung merpati putih menempel sempurna di punggungmu." Kuni menyelidiki seluruh tubuhku, tersenyum miring. "Astaga, ini menarik sekali."

"Apanya yang menarik? Dan kenapa kau terlihat sangat antusias?"

"Aku akhirnya menemukan hal hebat dalam hidupku yang super membosankan. Bagaimana aku tidak antusias? Seorang manusia memiliki sayap. Dia pasti malaikat yang menyamar jadi manusia."

"Aku tidak mengerti apa maksudmu. Tidak ada malaikat yang menyamar jadi manusia. Itu hanya cerita fantasi."

"Jangan pura-pura tidak mengerti, Momoki. Aku tahu apa yang kulihat. Kau tidak bisa mengelabuiku. Aku mungkin pemalas dan terlihat acuh tak acuh dengan apa pun, tapi bukan berarti aku bodoh."

Aku mengeluh dalam hati. Kalau aku kabur sekarang, dia pasti makin curiga.

"Akui saja, kau seorang malaikat, kan?" katanya lagi, menatapku seperti menangkap basah seorang pencuri. "Apa susahnya berkata jujur? Aku takkan ember. Aku bersumpah akan menjaga rahasiamu. Kau hanya perlu jujur, maka aku akan memberikan kesetiaanku."

Semakin aku berbohong, semakin besar celah yang Kuni dapatkan untuk mengulik rahasiaku. Kuni tidak bisa ditipu semudah itu apalagi dia memergoki dengan jelas aku membuka sayap sialan itu.

"Atau kau memilih aku mengganggumu setiap hari, setiap detik, setiap menit untuk membuktikan aku tidak gila?

"Tsk! Kau ini kepo banget deh."

"Kau membicarakan diri sendiri?"

Sebenarnya ini tidak buruk juga. Jujur saja, aku butuh teman curhat. Sebagian diriku sudah lelah bersikap normal. Menyimpan rahasia besar adanya "dunia paralel" membuatku merasa sepi karena tidak ada tempat untuk membaginya.

Aku pun menceritakan petualanganku di Asfalis pada Kuni. Tidak keseluruhannya sih. Cuma, ada enam negara di sana. Bukan karena aku mempercayainya, namun bersimpati melihatnya begitu antusias sampai murung, mogok makan.

Hari demi hari mengenalnya, Kuni ternyata tidak semiring yang kuduga. Dia benci sekolah karena tidak ada ilmu yang mampu diserap lagi. Dia telah menguasainya sejak SD sebagai bacaan ringan. Kuni membutuhkan pengetahuan baru, pengalaman baru.

Kuni menepati janjinya. Dia menjaga rahasiaku, malahan dia bersikap tidak ada yang terjadi. Dia juga membantuku dalam belajar kalau lagi mood baik.

"Kau tahu apa kekuatanku, kan? Bicara dan mendengarkan suara alam sekitar. Jadi tolong jangan bereksperimen malam-malam! Rumah kita itu dekat. Aku bisa mendengarnya, suara berisik di basemenmu. Aku susah tidur tahu."

Kuni menggaruk kepala. "Sepertinya basemenku membutuhkan lebih banyak peredam suara. Maaf deh."

"Nih, bento dari Mamaku. Makan gih. Kutebak, kau pasti begadang seharian sampai membolos. Kau tidak melakukan hal-hal berbahaya lagi, kan?" hardikku.

"Tidak lah. Aku sudah menemukan hal seru. Mana mungkin aku mau mati konyol. Ngomong-ngomong, terima kasih bentonya. Mamamu baik sekali." Kuni ngacir ke dapur, mengambil piring dan sendok.

Aku melihat mata panda Kuni yang kurang tidur. Sedikit bersimpati. "Apa kau masih ngotot ingin membuka pintu ke Asfalis? Kusarankan berhenti melakukannya. Aku bahkan sudah setahun setengah tidak ke sana," gumamku menunduk lesu.

Aku takkan bisa lagi ke sana.

Kuni berhenti makan, menghela napas. Dia duduk di sebelahku. "Jangan muram begitu. Padahal biasanya kau sok sibuk dengan ayang koreamu yang tak jelas itu agar move on dari dunia paralel. Sepertinya hari ini pertahananmu runtuh, ya?"

"Jangan menghina Maehwa-ku."

"Kau pasti bisa kembali kok. Percaya padaku. Aku akan mengusahakannya."

"Itu hal yang mustahil, Kuni. Kau sudah meminta 101 helai bulu sayapku, bahkan mengambil darahku untuk mendapatkan DNA dan kode genetik dari kekuatan yang kuperoleh di dunia ajaib itu untuk membentuk Pintu-nya. Apakah satu bulan ini ada kemajuan? Tidak, kan?"

"Masih ada satu cara," katanya yakin.

Aku mengernyit. "Cara apa?"

"Kita harus mencari Halca. Kau bilang pemuda itu utusan Dewa di Asfalis. Pasti dia memiliki sesuatu yang bisa membuka sekat antar dua dunia."


FLY AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang