AUTHOR POV
Kuni harus cepat.
Waktunya dan Verdandi di dunia paralel kian menipis. Itu tersisa sembilan hari lagi sebelum dipindahkan ke Bumi secara paksa, secara otomatis, tidak bisa menghindar. Kuni tidak tahu kalau portal yang mereka gunakan punya batas waktu. Meski begitu dia bersyukur bisa datang ke dunia lain.
Maka dari itu Kuni sangat sibuk saat ini. Dia absen tiga kelas sekaligus, lebih sering menghabiskan waktu di perpustakaan.
Kuni harus cepat-cepat menemukan mantra atau apalah yang bisa membuka pintu dua dunia: Asfalis dan Bumi.
Walau sudah begadang tiga hari tiga malam rela tidak makan dan mengandalkan khasiat ramuan, tidak ada satu pun catatan yang membahas tentang portal dimensi!
Apa memang tidak ada satu pun alternatif membuka pintu dunia tanpa adanya sangkut paut Sang Dewa Asfalis? Kebuntuan ini membuat Kuni nyaris frustasi.
Masih banyak yang ingin dia teliti di dunia paralel. Waktu dua minggu tidak cukup untuk mengenali Asfalis. Kuni masih ingin di sana. Kuni ingin memahami dunia itu.
"Sialan, ini sudah buku ke-136. Lagi-lagi tidak ada hasil. Aku mulai bosan..."
Kuni merebahkan kepalanya ke atas meja. Dia paling tidak suka bertemu buntu begini.
Di detik-detik hampir terlelap, Kuni teringat pesanan Verdandi tentang pencarian latar belakang spesies spirit. Benar juga. Kuni hampir melupakan itu karena terlalu larut dalam penyelidikannya.
"Kalau gak kukabulin permintaannya, nanti anak itu ngambek lagi. Gak ada pilihan."
Kuni batal istirahat, mencari bacaan terbaru tentang bangsa roh. Tentu saja tidak langsung ketemu karena perpustakaan di sana tidak sama seperti di sekolahnya. Ada banyak labirin memusingkan kepala.
"Buk, Nona, siapalah, apa ada buku soal roh-roh?" Kuni menyerah mencari, bertanya pada pengawas perpustakaan.
"Astaga! Bukannya kau anak yang sering mampir ke perpustakaan akhir-akhir ini? Kau sangat kutu buku dan pendiam, selalu duduk membaca di pojokan. Aku jadi takut mengganggumu. Tapi lihatlah, hari ini justru kau sendiri yang menegurku."
Apa lebih baik Kuni cari sendiri, ya? Wanita ini tidak terlihat bisa membantunya.
"Baiklah, kita teralihkan. Jadi kali ini kau ingin membaca asal-usul kelahiran spirit? Buku yang membahas mereka ada di arsip R118," katanya tersenyum ramah.
Wah... ternyata dia bisa to the point juga.
Kuni mengangguk. "Terima kasih," katanya segera melesat mencari buku tersebut.
Begitu menemukannya, buku tentang roh itu terletak di rak paling atas. Ck! Mana Kuni lupa bawa sapu dan tongkatnya lagi. Dia masih belum terbiasa menyihir tanpa tongkat. Kadang mantranya hilang kendali dan malah mengenai mata orang.
Saat ingin mencari tangga, buku itu turun dengan sendirinya. Hah?? Kok bisa?
Kuni menoleh. Ternyata si pengawas perpus yang membuat buku itu turun, tersenyum. Dia penyihir tanpa tongkat!
"Kalau kau sedang kesusahan jangan sungkan meminta pertolongan, Nak."
.
.
Aku keluar dari rumah Amaras dengan pikiran semrawut. Perkataan Amaras masih terngiang-ngiang di kepalaku.
Snowin... si brengsek itu Spirit Es? Tidak mungkin. Kalaupun iya, aku tidak peduli. Aku punya dendam kesumat dengannya. Tatapan meremehkan seolah aku hanya seekor kutu tak berdaya benar-benar buat harga diriku seperti diinjak-injak.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLY Academy
Fantasi[Fantasy & (minor) Romance] SEQUEL of Hush, Fairy Verdandi! Semenjak aku pulang ke tempat asalku, Bumi, satu tahun berlalu begitu saja. Aku menjalani hidup sebagaimana gadis normal pada umumnya sambil terus merahasiakan adanya dunia paralel. Selai...