Aku menghirup udara pagi yang segar. Tidak kusangka aku bisa ke tanah kelahiranku lagi. Walau dia menyebalkan, penggila eksperimen, Kuni pria baik yang mempunyai hobi eksentrik.
Tidak ada kunjungan ke tempat-tempat tertentu. Kami di sini bukan untuk liburan. Kami bergegas ke sekolah lamaku, tepatnya ke sungai hutan belakang.
"Jadi di sini portalnya muncul lalu kau tersedot dan dilempar ke dunia lain?"
Aku mengangguk, sedikit kepo apakah Kuni punya ide untuk membuka "pintu".
"Kalau begitu, yang di depan itu adalah sekolahmu? Bagus, sekolah di sini tidak libur. Kita bisa bertemu Halca."
"Eh, sebentar. Ini hari senin. Ada upacara. Kita tidak boleh tiba-tiba melabraknya begitu saja tanpa rencana matang."
Kuni berpikir cepat. "Benar juga. Katamu kepribadian 'tiruan Halca' ini sangat rapuh. Dia pasti akan berpikir yang tidak-tidak kalau kita muncul mendadak."
Aku menunggu Kuni memikirkan jalan keluarnya, namun aku melongo mendengar solusi yang dia temukan.
"Tidak ada ide yang lebih bagus selain menangkapnya dan memaksanya membuka pintu ke dunia paralel untuk kita."
Aku spontan menamparnya. "Kau duluan sini yang kulempar ke kantor polisi!"
Kuni melotot. "Hei, itu sakit!"
Demi mendengar suara gedebuk dan umpatan sekelompok murid, aku menarik lengan Kuni untuk bersembunyi di balik pohon. Kami mengintip. Panjang umur! Ternyata kami tidak perlu repot-repot mencari Halca. Orangnya langsung muncul.
Dia tidak sendiri. Dia bersama tiga orang yang lebih besar darinya.
Tunggu, adegan ini... Aku merasa deja vu. Mungkinkah Halca masih dibully?!
"Kenapa nyalimu mendadak ciut, huh? Bukankah tempo lalu kau menantangku? Ke mana perginya keberanianmu?"
"A-aku benar-benar tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Asher. Aku tidak pernah menantangmu."
Mataku membulat melihat mereka memukuli dan menendang Halca. Rahangku mengeras, hendak melompat dari semak belukar. Tetapi Kuni menahanku.
"Jangan gegabah, Dandi! Kau tidak bisa melawan mereka tanpa kekuatan. Dan kau tidak mau kekuatanmu terekspos, kan? Kita harus cari cara lain."
"Tidak," kataku tegas, menepis tangan Kuni. "Aku sudah pernah mengabaikan Halca yang ditindas sekali. Takkan kubiarkan itu terjadi kedua kalinya."
Aku melompati sungai dengan sedikit dorongan sayapku, mendarat ke belakang mereka bertiga. "HEI!" teriakku.
Mereka berhenti mengeroyok Halca, menoleh masam ke arahku. "Huh? Siapa cewek ini? Dari mana dia datang?"
"Lepaskan Halca atau kalian semua kuhajar," ucapku melemaskan tangan.
Pemimpin mereka yang dipanggil Asher oleh Halca, melangkah maju. "Kami tidak ingin main tangan dengan cewek. Enyahlah. Ini bukan urusanmu sama sekali."
Aku berkonsentrasi.
Bel masuk berbunyi nyaring (aku yang menyalakannya). Asher mendecih kesal. "Lihat akibatnya nanti, Halca. Jangan pikir kau sudah selamat. Aku takkan—"
"Halo buk guru!" Aku berseru membungkuk.
Mereka bertiga langsung terbirit-birit, takut ketahuan membully murid lain. Hah! Gampang banget dikibulin.
Aku menghela napas panjang, menoleh ke Halca yang menundukkan kepala. Aku tidak tahu dia Halca yang asli atau masih Halca yang palsu, tapi aku benar-benar tidak tega melihatnya dibegitukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLY Academy
Fantasía[Fantasy & (minor) Romance] SEQUEL of Hush, Fairy Verdandi! Semenjak aku pulang ke tempat asalku, Bumi, satu tahun berlalu begitu saja. Aku menjalani hidup sebagaimana gadis normal pada umumnya sambil terus merahasiakan adanya dunia paralel. Selai...