Aku pikir Kala akan marah karena identitasnya terbongkar, namun, aku mengernyit melihat cowok itu datar-datar saja saat diinterogasi oleh Rinvi.
Ck. Ini tidak sesuai dengan bayanganku. Kuharap dia akan mengamuk histeris, berubah jadi angin tornado dan harus ditenangkan oleh segenap kekuatan. Kan seru dapat tontonan aksi gratis.
Ah, khayalanku ketinggian. Kala akan tetap menjadi Kala yang apatis dan dingin. Dia terlalu malas untuk berkoar-koar.
"Kita harus bicara," kata Linda, menarik Kala keluar dari sana. Sepertinya hendak melapor ke Tuan Alkaran.
Rinvi mengusap wajah. "Rumit sekali. Lalu Dandi, kenapa kau membawa Roh Air ke sini? FA bukan tempat penampungan ras!"
Aku mengedikkan bahu. Tuan Alkaran sendiri yang menyetujuinya. Dan sepertinya Rinvi lupa kalau dirinya sendiri juga dari ras yang berbeda.
Sina menatap buku List of All Potencia yang sudah tergeletak mati—maksudku ia memang benda mati. "Aku lebih penasaran kenapa buku ini dapat bicara," katanya sambil menatapku penuh arti.
Waduh. Sina itu super peka. Dia pasti tahu apa yang terjadi barusan.
Rinvi memijat kepala. "Jika pemegang Rare's bukan bagian dari kita... Itu berarti ada ras spirit di luar sana."
"Kemungkinan begitu."
Spesies spirit, huh? Kala tidak pernah membicarakan tentang itu. Dia bilang dia tunggal. Kala diciptakan oleh ibunya, Life-Fe, sang Penyihir Kehidupan.
Aku tidak sepintar Kuni, yang antusias menerima curahan teka-teki. Aku butuh si biang onar itu untuk mendapatkan titik terang dari masalah Araganal ini. Harus.
*
Aku diberitahu Light—kami tidak sengaja berpapasan tadi di lorong—tidak sedikit peri-peri kenalanku yang pindah ke kubu malaikat. Seperti Cathy, Muse, Fasty, Vidi, Alia, Rusalka, Iris, Mamoru, dan Magara.
Aku ingat kalau Promy, Holy, Hayno, Aquara tak pernah menyinggung apa pun tentang Cathy dan Vidi karena mereka memang sudah jadi malaikat. Termasuk Komu.
Seperti kata Light, peri yang berubah jadi malaikat, ingatan tentangnya sebagai peri otomatis terhapus. Aku menyayangkan Alia dan Mamoru. Linda dan Sina berteman baik dengan Alia. Tapi itu pilihan mereka.
Sekarang pukul sembilan pagi. Komu masih dalam kelasnya. Aku butuh kekuatannya untuk bertelepati dengan Kuni.
Bagaimana cara aku menghabiskan waktu? Melihat aktivitas Newbie? Aih, tidak deh. Bahkan di Bumi aku tidak disapa oleh adik kelas. Jatuhnya aku dicap sok akrab. Aku tidak mau citraku hancur.
Tapi tak apa kan melihat dari jauh?
Aku mengintip kegiatan Newbie.
Dari atap, aku tengkurap, menopang dagu. Sayap-sayap peri tidak lagi transparan karena Amaras sukarela menyediakan pengecatan sayap. Lihatlah, bukankah indah melihat sayap warna-warni?
Amaras tidak memamerkan sayap malaikatnya yang indah. Dia mengenakan Nimbus Ring mirip pinggiran matahari yang meruncing-runcing seperti jarum. Lingkaran hello itu melayang tepat di atas kepalanya. Dia terlihat nyaman dengan benda itu dan cantik seperti biasa.
Kalau kulihat-lihat sekali lagi, setiap Nimbus Ring memiliki variasi motif yang berbeda-beda. Ada yang setengah lingkaran lalu bulan sabit di tengahnya, ada juga yang berbentuk love. Memang yah, Amaras tak pernah kehabisan ide kreatif.
Hanya ada tiga guru di FLY Academy. Tuan Alkaran, Amaras, dan peri penjaga yang kulihat waktu Araganal menyerang, Guardine. Entahlah di mana guru-guruku di sekolah Fairyda dulu. Tuan Alkaran enggan menjawab (mungkin berkelana).
KAMU SEDANG MEMBACA
FLY Academy
Fantasy[Fantasy & (minor) Romance] SEQUEL of Hush, Fairy Verdandi! Semenjak aku pulang ke tempat asalku, Bumi, satu tahun berlalu begitu saja. Aku menjalani hidup sebagaimana gadis normal pada umumnya sambil terus merahasiakan adanya dunia paralel. Selai...