19* We're Not Like That

358 67 11
                                    

Kami melapor pada Tuan Alkaran di kantor kepala sekolah usai penyerangan. Ada Amaras di sana. Aku dan dia sempat saling melempar senyum hingga akhirnya atmosfer ruangan berubah.

Tuan Alkaran dan Amaras mendengar laporanku dengan serius, soal penyerangan beberapa menit lalu, soal gumaman Araganal yang terdengar seperti mereka sedang mencari sesuatu.

Aku meminta bantuan informasi dari teman-temanku (alam sekitar), tetapi tidak ada hasil. Kekuatanku tidak bekerja pada alam di zona wilayah Araganal.

Yang bisa kami lakukan sekarang hanyalah menebak-nebak tujuan Araganal yang entah apa itu.

Haaah. Aku menghela napas panjang, keluar dari ruangan Tuan Alkaran karena percakapan telah berakhir. Belum cukup dua hari aku datang ke FA, batu-batu masalah menimpa punggungku. Lebih berat dibanding bobot sayap malaikat.

"Jadi, bagaimana kabarmu?"

Aku menatap Kala jalan santai di sisiku. Dia menyusulku? Ah, benar juga. Reunian kami tadi diinterupsi oleh Araganal.

"Baik, terima kasih." Aku teringat lagi dengan peristiwa dikejar oleh dua pria dewasa mesum. Lalu, aku pun sadar akan sesuatu. "Kala, bagaimana caranya kau tahu aku dalam bahaya?"

Kala mengangkat jari kelingkingnya. "Benang pink ini yang memberitahuku."

"Wah, hebat betul kekuatan Promy."

"Tapi sebenarnya aku tidak menggunakan sihir. Aku hanya meniup angin."

Aku terkekeh, menepuk lengannya hingga timbul suara buk yang cukup keras. "Aku lupa angin adalah temanmu."

Kala mengusap bekas tepukanku. "Dandi, aku ingin kau membatalkan kontraknya," katanya sambil meringis pelan.

Adalah benar. Aku kan sudah kembali ke dunia ini. Tidak ada gunanya lagi Benang Janji. Bisa menimbulkan kesalahpahaman nanti. Aku mengangguk, menciptakan kayu berujung runcing lalu menggunting tali tipis yang terjulur di jari kelingking kami. Aku yang membuat kontrak, maka aku pula yang bisa membatalkannya.

"Kau langsung melakukannya tanpa berpikir dulu." Entah kenapa aku merasa deja vu. Huh? Apa aku pernah mendengar kalimat ini dulu? Aku menatap Kala yang tersenyum miring. Apa sih?

Apa Kala masih marah kularang membuat portal untukku? Tapi itu kan untuk kebaikannya sendiri, serius. Lihatlah, aku menepati janjiku. Aku benar-benar bisa kembali ke dunia ini tanpa bantuan dia.

"Senior Kala!"

Kami menoleh. Dari arah air pancur, terlihat Luckyna terbang mendekat sambil melambaikan tangan kepada Kala yang datar-datar saja. Aku bersedekap. "Tuh, pacarmu datang. Ladeni gih. Aku mau ke kamar dulu. Sampai nanti, Kala."

Kala menarik jubahku. "Dengar aku dulu."

"Kenapa? Ada yang ingin kau bicarakan?"

"Aku dan Luckyna tidak seperti yang kau pikirkan." Akhirnya Kala melanjutkan potongan ucapannya tadi.

Satu alisku terangkat. "Maksudmu?"

"Kami tidak berpacaran. Dia hanya peri didikku. Aku mengikuti peraturan Fairyda."

Peraturan yang mana? Oh! 'Siapa pun yang menemukan peri pemula maka dia penanggung jawabnya', yang itukah? Lalu apa hubungannya denganku? Ohh!!! Agaknya aku paham maksud Kala. Dia mau menegaskan dirinya dan Luckyna tidak memiliki hubungan romantis.

"Padahal kalian cocok!"

Ekspresi Kala berubah dingin. "Sudahlah," katanya tajam, berlalu dari hadapanku.

Aku bingung. Kambuh lagi dinginnya.

*

AUTHOR PoV

FLY AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang