Siangnya, aku mampir ke perpustakaan setelah bertanya arah kepada Light.
"Hai, sahabat hijauku Rinviri! Sudah lama kita tidak berjumpa—Woah!!" Sosok Linda melesat memelukku sebelum aku menuntaskan kalimatku.
"Dandi! Dandi! Aku merindukanmu!!"
"L-Linda, Dandi tidak bisa bernapas. Kau bisa membunuhnya..." gumam Rinvi, menarik mundur Linda yang ingusan. "Maafkan dia ya, Dandi. Akhir-akhir ini dia suka kelewat semangat. Ah, aku juga senang melihatmu kembali ke Fairyda. Kabarmu baik?"
Aku menerima jabatan tangan Rinvi setelah membetulkan seragam. "Sehat kok. Kau yang kesekian menanyakan itu."
"Sudah bertemu Kala?" tanya mereka.
"Sudah sih, atau bisa disebut belum? Dia sedang bersama pacarnya. Aku tidak ingin mengganggu momen mereka."
Mereka mengerjap, saling tatap. "Pacar? Ehm Dandi..., sepertinya kau salah paham."
"Mari kita kesampingkan masalah itu. Aku sudah puas reunian. Aku ke sini ingin bertanya tentang Araganal."
Pintu besar perpustakaan terbuka. Aku menghentikan ucapanku, menoleh. Begitu juga dengan Rinvi dan Linda. Tampak Kala masuk sambil membawa tumpukan buku hingga wajahnya tenggelam.
"Rinvi, aku akan mengembalikan—"
Kalimat Kala terpotong demi melihat batang hidungku. Dia terdiam. Akhirnya kami bertemu secara hadap-hadapan.
Aku tersenyum canggung. "Hai, Kala."
Kala melewatiku begitu saja.
"Aku butuh buku jilid baru untuk Newbie," katanya datar pada Rinvi.
Ah... Aku menundukkan kepala. Dia pasti sangat marah dengan apa yang kulakukan padanya sebelum kami berpisah. Aku membohonginya untuk meneken kontrak.
[Verdandi, kau mendengarku?]
Suara ini... Kuni?! Bagaimana aku bisa mendengar suaranya?
Tanpa berpikir dua kali, aku beranjak pergi dari sana untuk membalas "panggilan" Kuni. Bisa gawat Rinvi dan Linda mendengar obrolanku. Kala mungkin tak apa-apa karena dia tahu rahasiaku.
Lengang sejenak di pustaka.
"APA-APAAN SIKAPMU BARUSAN?!" teriak Linda menatap Kala seribu jengkel. "Dandi akhirnya kembali setelah tidak ada kabar selama hampir dua tahun! Dan kau mengabaikannya? Pria macam apa kau? Bukankah kau yang paling menunggunya?"
"Aku takut..."
Rinvi mengernyit. "Takut? Takut apa?"
"Takut kelepasan memeluknya."
.
.
Aku segera mencari tempat yang sepi, duduk di ayunan yang kosong. "Jadi kau memakai sihir telepati. Ada apa?"
[Levelku meningkat lho, Momoki! Kau tahu aku naik berapa? Aku kini level 229.]
"Brengsek. Jadi kau bela-belain memakai sihir telepati padaku hanya untuk memamerkan prestasimu?" Sial! Aku mau menggebuk kepalanya sekarang juga.
[HEHE. Kangen mendengarmu mengumpat. Di sini sepi, tidak ada yang bisa kuganggu. Kalau kuganggu, mereka mengajak berduel. Aku mau saja sih meladeni, tapi itu akan membuang waktu belajarku.]
"Deal with me. Begitu kita pulang, aku akan memfitnahmu di depan Sanyui atau membuatmu bertingkah memalukan."
Kuni tertawa menantang. [Ayo, siapa takut? Aku sudah bukan manusia biasa! Fyi, Dandi, aku kini juga bisa menyummon benda-benda lho. Hmm, bagaimana kalau aku mengambil photocard Maehwa—]
KAMU SEDANG MEMBACA
FLY Academy
Fantasy[Fantasy & (minor) Romance] SEQUEL of Hush, Fairy Verdandi! Semenjak aku pulang ke tempat asalku, Bumi, satu tahun berlalu begitu saja. Aku menjalani hidup sebagaimana gadis normal pada umumnya sambil terus merahasiakan adanya dunia paralel. Selai...