Musim gugur telah berakhir. Dan yang menyambutku setelah ini adalah masa-masa ujian try out dan UAS. Sebuah fase menegangkan bagai rollercoaster dalam kehidupan anak sekolahan sepertiku.
Tapi, ada yang lebih menegangkan.
"Makaira Momoki."
Ya, itulah yang situasi menegangkan yang kusebut barusan. Ketika nama murid dipanggil secara lengkap seusai ambil absen, itu artinya pertanda buruk. Sudah hampir dua tahun berjalan, aku masih tidak terbiasa dengan nama Jepang-ku.
Tanpa harus bertanya atau menerima kertas ulangan, aku yakin seratus persen nilai pada selembar kertas itu sangat mengenaskan. Aku bisa melihat tinta merah tembus di belakangnya.
"Sebentar lagi TO akan dimulai dan kau masih saja mendapat nilai jelek. Itu hanya persamaan dasar materi kelas satu yang diulas kembali. Sensei rasa kau harus mendaftar bimbel, Makaira."
Satu kelas tertawa kencang, kecuali beberapa orang kalem dan partner bangkuku, Toshimiro Sanyui.
Aku menghela napas singkat. "Baik, Sensei," kataku menerima kertas hasil ulanganku. Mataku silau dengan angka 15 tertera di atasnya. Aku hanya betul satu dan 5 nilai kasihan? Sakitnya.
"Pelajari lagi. Kita remedi sabtu depan. Belajar yang benar-benar belajar. Jangan menonton drakor di tengah-tengah pelajaran lagi!" katanya tajam.
Aku mengangguk lesu. Nilaiku sangat mengerikan, bikin sakit mata. Aku harus belajar dan memperbaikinya.
Tapi mengorbankan aktivitas fangirling... membuatku berpikir dua kali.
Grakk!! Perhatian semua penghuni kelas yang tadinya tertuju padaku, berganti haluan ke seseorang yang baru datang. Orang itu pasti sudah gila masih berani datang ke sekolah karena bel pulang akan berbunyi dalam lima menit lagi.
"Sakuni, kau kira sekarang jam berapa?"
Dia santai menatap jam dinding. "Pukul satu siang. Gomen, Sensei. Aku ketiduran."
"Sudah tahu kesiangan, lantas kenapa..." Kulihat beliau mematahkan pensilnya. Auranya meruncing seperti duri landak. "Kenapa kau masih pede masuk kelas?!"
Kuni cengengesan, tidak merasa bersalah. "Sensei kemarin bilang hari ini pertukaran bangku. Aku harus hadir."
Tuh anak nyalinya gede banget. Apa dia tidak peka akan wajah garang sensei yang hendak menerkamnya bulat-bulat?
Tahu ah. Aku mengedikkan bahu, menyurukkan kertas ulanganku ke tas.
Urat-urat leher beliau bertimbulan, tersenyum jengkel. "Oh, benar. Hampir saja saya lupa. Kalau begitu Yishitori dan Makaira duduk di barisan depan."
Yah, duduk di depan... Tunggu, apa?!
"Sensei! Kok saya dipasangin sama Kuni sih?" Aku berseru tak percaya. Pasti telingaku salah dengar barusan.
"Masih bertanya? Itu karena kalian berdua murid paling bermasalah di kelas ini! Yang satu sering kedapatan nonton Korea, satu lagi sangat PEMALAS. Bagus, kalian pasangan paling brilian di sini."
Aku meringis, terskakmat.
"Saya tidak menerima komplain bentuk apa pun. Dengan duduk paling depan, guru-guru bisa mengawasi kalian. Yang lain bebas memilih teman sebangku."
Beliau pun meninggalkan kelas beriringan dengan berbunyinya bel pulang.
Teman-teman sekelas mengemas tas mereka, bersiap-siap pulang. Aku masih merungut sebal di kursi baruku, meratapi ketidakadilan yang menimpaku.
"Sepertinya mulai besok kita akan jadi partner, Momoki." Kuni menceletuk, duduk di sebelahku. "Hmm, ternyata tidak buruk juga melihat papan tulis dari sini."

KAMU SEDANG MEMBACA
FLY Academy
Fantasi[Fantasy & (minor) Romance] SEQUEL of Hush, Fairy Verdandi! Semenjak aku pulang ke tempat asalku, Bumi, satu tahun berlalu begitu saja. Aku menjalani hidup sebagaimana gadis normal pada umumnya sambil terus merahasiakan adanya dunia paralel. Selai...