Bab 13 : Serigala berbulu domba

87 52 4
                                    


Sudah hampir menginjak 6 bulan, sepasang pengantin baru itu tinggal satu rumah. Tentu Verra semakin terbiasa dengan lingkungan baru yang ia tempati.

Pertengkaran antara Sari dan Lio sering kali memicu kesedihan untuk anak semata wayang mereka. Walaupun Verra selalu diam, tanpa di ceritakan ia selalu saja mengetahui apa yang sedang terjadi kepada kedua orang tuanya.

Verra selalu saja menutup dirinya di dalam kamarnya, sambil menangis pilu untuk mengeluarkan sesak di dadanya. Hal itu selalu membuat hantu-hantu di sekitarnya ikut menangis. Terutama Deta. Anak kecil berdarah belanda itu rupanya mempunyai perasaan.

"Sudah, Verra. Berhentilah menangis. Apa kau mau menjadi seperti orang China? Lihat matamu, sudah kecil dan mengembang." Verra hanya menatap Deta, wajahnya sudah penuh dengan keringat bercampur air mata yang ia keluarkan dari tubuhnya.

"Aku sudah capek ... aku tidak suka merasakan energi negatif yang selalu di pancarkan oleh kedua orangtuaku," ungkap gadis itu. Deta hanya terdiam, anak seperti Verra ternyata peka terhadap energi.

Sedangkan di luar ruangan yang gadis itu tempati, sudah mulai terdengar keributan kembali. Sari dan Lio yang selalu berbuat seperti itu. Hubungan rumah tangga mereka tidak harmonis ternyata. Kota yang tampak indah, yang selalu Verra kagumi saat pertama kali menginjaknya, adalah sebuah kota neraka.

"Apa kamu tidak pernah memahami? Apa arti bekerja, Sari?" teriak Lio tepat di hadapan Sari.

"Aku paham! Apa salahku jika aku menanyakan ... kenapa kamu tidak pulang setelah bekerja? Salah? JAWAB AKU!" Sari meluapkan emosinya dengan suara yang tak kalah tinggi dari pada suaminya.

"ITU BUKAN URUSANMU!" Lio semakin mengeraskan suaranya. Ia tak mau sang istri mengetahui hubungan gelap yang sudah ia lakukan dengan Linda. Linda wanita yang bekerja di sala satu kantor yang sama dengan Lio. Wanita itu tampak menarik perhatian Lio.

Tiba-tiba saja, Kai mendatangi mereka berdua. Pria itu menatap Lio dengan tatapan tajam dan menusuk. Lio sedikit mundur saat Kai berada di belakang Sari.

"Diam, kau tidak usah ikut campur!" teriak Lio seraya menatap Kai. Sari melihat suaminya, lalu ia mengikuti arah pandang Lio. Ternyata, Kai sudah berada di belakangnya. Wajah seperti itulah yang selalu Kai keluarkan jika ia sedang marah.

"Jangan, Kai!" pinta Sari saat Kai akan menyerang Lio. Sari tau, bahwa Kai akan membuat suaminya merasa kesakitan.

"Biarlah, Sari. Apa kamu tahu? Dia sudah mempunyai wanita lain," ungkap Kai dengan nada yang datar.

"Apa? Kamu bercanda, Kai." Kai tidak merespon apapun, ia masih menatap Lio dengan tatapan penuh amarah. Sari langsung menatap suaminya, ternyata sebuah ular besar sudah berada di belakang suaminya. Ular itu tampak memperhatikan Kai, dengan lidah yang selalu mengeluarkan cairan hitam.

"Diamlah, kau hanya seorang pria yang lemah. Atau kau akan menjadi santapan malam ularku," ucap Lio sambil membalas tatapan Kai. Tampaknya Kai tidak merasa takut sama sekali, ia masih kukuh dan garang menatap Lio.

"Apa kamu sudah lupa? Atau tidak tau? Bahwa aku adalah Sunan Kalijaga? Jangan menganggap diriku rendah, tuan." Kai masih menatap Lio dengan tatapan tajam. "Baiklah, aku akan keluarkan harimauku."

Verra merasa tubuhnya berreaksi kepada dua Khodam yang keluar dari tubuh pasangan suami istri itu. Tubuh Verra melemas, lalu ia merasakan demam yang menyerangnya kembali. Kepalanya semakin pusing dan semakin sakit. Verra menatap Deta, anak kecil itu tampaknya merasa ketakutan.

"V-verra ... aku pergi dulu," pamit Deta. Lalu anak kecil itu pergi menghilang bak debu yang di tiup angin.

Verra membaringkan tubuhnya di atas kasurnya, ia merasakan tubuhnya semakin berreaksi, dadanya sudah menjadi sesak, tangan dan kakinya sudah membeku, suhu tubuhnya yang meningkat drastis, serta kepala yang sudah tertusuk.

Tiba-tiba saja, sebuah tangan yang dingin menyentuk puncak kepala milik Verra, lalu perlahan ia mengusap-usap kepala gadis itu. Verra hanya terdiam, ia menutup matanya. Tangan itu masih mengusap puncak kepala Verra, hingga Verra merasakan keamanan, tanpa pikir panjang, Verra terlelap dalam mimpinya.

Sementara itu, seekor harimau putih berjalan lalu diam di samping Kai. Harimau itu mengeram. Lio menatap Harimau itu dengan tersentak. Ular yang berada di belakang dirinya, sudah hilang entah kemana.

"Tinggalkan tuanku, atau kau ... akan merasa sakit," ungkap Kai. Lio hanya terdiam menatap Sari.

"Salah nih, salah sasaran" batin Lio.

"Selama ini, kau telah berpura-pura menjadi ahli agama, kau memang pandai melantunkan ayat suci Al-quran, dan juga melantunkan suara Adzan di masjid. Tetapi, sayang sekali, hatimu iblis," ujar Kai. Sari hanya terdiam, ia mempercayai Kai, karna Sari selalu di beri peringatan oleh Pria itu.

"Bukankah begitu, Tuan?" Kai menatap Sari. Sari membalas tatapan yang di lontarkan oleh Kai.

"Oke. Aku akan mengurus surat perceraian kami. Lio, aku sudah tidak bisa bersama denganmu lagi."

Lio hanya terdiam, mendengar pernyataan Sari. Sedikit penyesalan melanda hatinya. "Baiklah, urus surat perceraian."

Sari pergi meninggalkan Lio dan Kai. Ia memasuki kamar Verra. Saat sudah masuk, Sari melihat Tita sedang mengusap puncak kepala anak itu.

"Ada apa?" tanya Tita sambil melihat Sari.

Tita seorang perempuan muda yang menjadi penjaga Verra. Usianya masih sekitar 20 tahun. Ya, masih muda. Tita mengalami kejadian tragis di masa lalunya. Ia mendapati calon suaminya yang sudah berkhianat di belakangnya. Hingga saat ingin mencari kebenaran, Tita malah di timpa nasib malang, ia di bunuh oleh calon suaminya dan selingkuhannya. Ternyata, Lio tidak memberi penjaga yang besar untuk Verra. Pria itu asal memberi penjaga kepada anaknya. Beruntungnya Verra, ternyata Tita adalah hantu perempuan yang baik dan menjaga.

"Tita? Anakku kenapa?" tanya Sari sambil duduk di samping Verra. Verra berada di tengah-tengah Tita dan Sari sekarang.

"Apakah ada makhluk besar di luar?" tanya Tita sambil menatap Sari. Sari hanya mengangguk saja untuk menjawab pertanyaan perempuan itu.

"Iya, benar. Seekor Ular dan Harimau."

"Verra mengalami bentrokan energi yang cukup kuat, maka dari itu, aku buat dia tertidur," ungkap Tita. Sari hanya menatap anaknya, lalu ia mengusap pipi anaknya.

"Terima kasih, Tita. Kamu boleh pergi sekarang." Tita mengangguk pelan, lalu ia menghilang begitu saja. Sari masih menatap anaknya, giliran dirinya yang mengusap puncak kepala anaknya.

👻👻👻

Nenek dan Kakek masih berdiam diri di depan televisinya. Mereka sedang asyik menonton serise yang berada di sala satu tayangan televisi itu.

"Naha jadi teu nyaman kieu, nya? Sari kunaon di ditu?" ungkap Nenek sambil menatap Kakek.
( Kenapa jadi gak nyaman gini, ya? Sari kenapa di sana? )

"Ah, èta mah teu kunanaon, paling ge ngan saukur omong omong," jawab Kakek.
( Ah, itu gapapa, paling cuma berantem adu omongan )

Nenek tetap saja merasa tidak nyaman dengan perasaan ini. Ia merasa Sari sedang tidak baik-baik saja di sana. Walaupun begitu, Feeling seorang Ibu tidak akan salah.

Nenek beranjak dari duduknya, ia mengambil segelas air putih untuk menenangkan dirinya. Tetapi, Kai menghampiri Nenek.

"Sampurasun, Tuan." Kai menghormati Nenek.

Nenek hanya terdiam, lalu ia membalas hormat yang di lontarkan oleh Kai.

"Ada apa, Kai?" tanya Nenek. Nenek sudah merasa sesuatu yang janggal. Jika Kai menghampirinya, artinya sesuatu terjadi kepada Sari.

Kai menjelaskan semuanya kepada Nenek. Nenek hanya terdiam mendengarkan informasi yang di dapatkan dari Kai. Lalu Nenek meminta Sari untuk pulang saja ke kampungnya.

"Adakan jadwal pulang ke sini, Kai. Saya ingin berbicara dengan Sari," pinta Nenek. Lalu Kai hanya mengangguk saja, ia berpamitan dengan sopan kepada Nenek, untuk menyampaikan pesan itu.

👻👻👻

Story of Indigo [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang