Bab 3 : Rumah Sakit

175 95 18
                                    


Verra terbangun dari tidurnya, ia menatap Sari dan Galang yang masih terlelap di sampingnya, gadis itu tertidur di kamar yang sudah di sediakan oleh Nenek. Galang dan Sari di tempatkan untuk satu kamar dengan Verra.

Saat melirik jam di dinding, ternyata masih menunjukkan pukul 5 pagi. Verra menatap sekelilingnya, tampak redup penerangannya. Di tambah lagi hawa dingin menyelimuti udara di rumah Nenek dan juga bayangan-bayangan aneh tengah berlalu lalang di atas dirinya.

Ia masih tidak mengetahui apa yang terjadi selama ini, ia masih belum memahami "siapa mereka sebenarnya" dirinya merasa bahwa akhir-akhir ini ia selalu melihat perempuan yang memiliki wajah yang hancur. Sedikit rasa trauma muncul dalam dadanya.

"Itu apa sih?" tanya Verra kepada dirinya sendiri. Verra terus menatap ke atas, bayangan hitam tengah berlalu lalang di sana.

Kini, Sari membuka matanya, ia melihat anaknya sudah bangun. Lalu Sari mengusap kepala anaknya dan ikut melihat apa yang Verra lihat di atas.

"Udah bangun sayang?" sapa Sari sambil mengusap kepala Verra.
"Udah, Ibu.  Ibu itu semua apa ya? Kok berjalan-jalan di atas?" tanya Verra sambil menunjuk ke atas atap rumah Nenek.
"Gak usah di lihat, Verra. Itu semua berbeda dunia dengan kita," jawab Ibu sambil terus mengusap kepala anaknya.
"Aku gak paham, Ibu. Berbeda dunia karna apa?" tanya Verra sambil menatap sang Ibu.

Sari hanya tersenyum dan tertawa kecil saat mendengar pertanyaan Verra. Lalu, Galang beranjak dari tidurnya, ia melihat anak dan istrinya sudah bangun.

"Verra.. ingat pesan Ayah, jangan terlalu mengamati mereka,  mereka selalu mengetahui siapa pun manusia yang dapat melihat dirinya. Jika kamu selalu melihat makhluk-makhluk dengan wajah yang aneh, abaikan saja. Yang paling utama, jangan takut. Karna, kita lebih tinggi dari pada mereka," ujar Galang sambil menatap anaknya.

Verra hanya terdiam, ia sedikit memahami apa yang baru saja ayahnya katakan.

"Jangan takut ya, Nak. Ada Allah selalu bersama kita," timpa Sari. Lalu ia tersenyum.

Verra menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya. Ia tersenyum kicut sambil mengangguk.

👻👻👻

Waktu sudah menunjukkan pukul 09.18 WIB, Verra dan kedua orang tuanya bersama Nenek dan Kakeknya berkumpul untuk sarapan pagi. Tak lupa Nenek selalu mengajak ayah dan ibu Veli dan Vila untuk ikut makan bersama.

Veli dan Vila bermain bersama Verra lagi. Mereka tampak berbincang dan tertawa bersama.

Di sela-sela perbincangan, Verra merasakan aura negatif kembali di sekitarnya, ia merubah raut wajahnya. Lalu ia mulai melihat sekelilingnya. Saat di lihat, tidak ada apa-apa di sana. Namun, saat menundukkan kepalanya, ia melihat Sri tengah berdiri di balik pintu kamar yang ia tiduri bersama kedua orang tuanya. Sontak, Verra langsung menatap Sri, perempuan itu terdiam, menatap lurus ke arah mereka. Perlahan-lahan wajah Sri yang hancur berubah menjadi wajah perempuan normal.

Wajahnya berubah menjadi perempuan cantik namun wajahnya pucat pasi. Verra semakin menatap Sri, gadis itu tidak mengerti apa yang Sri inginkan.

Saat itu juga, lamunan Verra di buyarkan oleh Vila. "Kaka Verra, kenapa melamun?" tanya Vila sambil menggoyangkan tangan kanan Verra.
"Gak kenapa-napa, kok. Ayo kita main lagi," jawab Verra.

Akhirnya, sesi makan pagi sudah selesai. Tampaknya Galang merasakan sesak di daerah pernafasannya. Lalu ia berjalan menghampiri Sari yang sedang berada si dapur.

"Ibu ... Ayah rasa sesak," ucap Galang seraya menghampiri Sari. Sari melihat suaminya, lalu ia menyimpan pekerjaanya.
"Kenapa Ayah? Mau ke dokter?" jawab Sari dengan raut wajah yang khawatir.
"Mah, ini gimana? Galang sesak katanya," lanjut Sari sambil menghampiri Ibunya.
"Ke rumah sakit aja, Ya? Hayu sekarang."

Story of Indigo [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang