Bab 19. Amarah Adalah Malapetaka

45 35 0
                                    

Setelah memikirkan tentang sosok yang merasuki Verra, sehingga membuat orang lain terluka parah, Verra memutuskan untuk kembali sekolah. Ujian sekolahnya masih belum selesai, mau tak mau ia harus menyusul kembali.

Pagi itu, Verra kembali mengumpulkan mentalnya untuk hadir di sekolahnya, hal yang paling membuat Verra yakin adalah, hari ini terakhir ujiannya. Gadis itu bertekad keras, untuk menghadiri dan mengikuti serta menyusul ujian-ujiannya.

"Hari ini, ibu antarkan, ya?" pinta Sari sambil melihat Verra. Verra membalas tatapan itu, lalu ia berpikir sejenak, dan menyetujuinya.

"Biar ibu sekalian tanggung jawab sama bunda Nola," ungkap Sari kembali. Nola sendiri ibunda dari Marsel. Nola meminta tanggung jawab pengobatan anaknya hari ini.

Verra menghela nafas berat, sambil terus bersiap-siap. Sebelum berangkat, Verra berdiam diri di hadapan cermin yang berada di dalam kamarnya, ia bergumam sendiri, "Semangat! Kamu pasti bisa!" Lalu gadis itu tersenyum manis di hadapan cermin itu.

Sari melihat anaknya, lalu ia ikut sedikit tersenyum. Walaupun Verra sering terkena masalah, gadis itu bisa bertahan hingga detik ini.

"Udah siap? Ayo ibu anterin!" Sari sudah berada di halaman depan rumahnya. Nenek dan Kakek ikut serta melihat cucunya akan berangkat ke sekolah. Seperti biasa, Verra selalu mencium punggung tangan orang yang akan ia tinggalkan, seperti memberi salam.

Sesampainya di sekolah, Verra berpamitan kepada sang ibu, ia meminta untuk mengantarnya sampai di depan gerbang saja.

Verra kembali berjalan menuju kelasnya. Di sana, semua mata tertuju kepada gadis itu, sambil sedikit berbisik-bisik. Verra yang melihat hal itu, langsung mengetahui titik masalahnya, yaitu kejadian Marsel.

"Ewh.. dasar anak aneh!" cibir sala satu murid yang baru saja Verra lewati. Verra sedikit melirik, lalu ia menundukkan kepalanya, perasaanya sedikit sakit saat mendengar dan merasakan emosi orang lain.

Namun, Verra masih tegar. Ia melanjutkan perjalanannya ke arah kelasnya. Tampaknya teman-teman sekelas Verra sudah menatap kedatangan Verra dari jauh. Mereka tampak sedikit berbisik juga.

"Ngapain dia sekolah? Kaya ga punya malu aja!"
"Dasar monster!"
"Serem banget, kita harus jauh sama dia!"
"Harusnya sih ga usah ke sini lagi! Yang ada nanti kita semua kena sial."

Ucapan-ucapan itu terdengar bergema di lingkungan itu, Verra memasuki semua ucapa itu ke dalam hatinya, hatinya terasa sesak dan sakit mendengar kata-kata itu.

"Huft ... gapapa." Gadis itu mencoba untuk menundukkan kepalanya, hingga ia berada di bangkunya.

Di sana, Aundi sudah duduk rapih dengan buku-buku yang bertebaran. Ia memfokuskan dirinya untuk belajar dan menulis.
Saat Verra sudah sampai di samping gadis itu, Verra duduk perlahan, berharap tidak mengganggu aktivitas yang Aundi lakukan.

"Hai, selamat pagi!" sapa Aundi. Verra menatap Aundi, gadis itu tampak tidak mencibiri dirinya.

"Pa-pagi, kamu lagi kerjain apa?" Verra sedikit gugup saat berbicara dengan Aundi, karna gadis itu seperti tidak menganggap Verra sebagai manusia yang aneh.

"Ini, Matematika. Aku waktu itu belum kerjain tugasnya, hari ini kan ujian Matematika, jadi sekalian aja," ujar gadis itu. Verra tersentak kaget, saat Aundi bisa berbicara panjang seperti itu kepada dirinya.

"Kamu udah selesai tugasnya?" tanyanya. Verra hanya mengangguk saja, lalu Aundi tersenyum.

Kela dan bebera temannya, termasuk Desi dan Dita, tampak menghampiri Verra.
"Verra? Apa kabar?" tanya Kela. Verra menatap Kela, lalu ia mengangguk sambil tersenyum.

Story of Indigo [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang