Verra kembali merebahkan dirinya di atas kasur kesayangannya, untuk mengisi energi yang kian menipis karna banyak sekali hal yang terjadi di hari ini.
Esok adalah hari di mana Verra akan merasakan waktu liburan setelah ujian. Gadis itu terus menantikan waktu libur itu, dengan harapan waktu yang akan ia lewati esok hari, berjalan dengan sesuai keinginanya.
Namun, gangguan mulai muncul kembali. Verra sudah merasakan kehadiran energi negatif di sekitarnya. Gadis itu melirik seluruh penjuru di kamarnya, untuk melihat siapa yang datang. Tetapi hasilnya nihil, tidak ada yang datang.
Energi dan hawa tak sedap itu sudah hilang kembali, hilang bak debu yang terus di tiup oleh angin.
"Mungkin cuma lewat aja," ucap Verra kepada dirinya sendiri. Verra kembali merebahkan dirinya, dengan mata yang sedikit tertutup. Tetapi beberapa menit kemudian ia tak sadar, jika sudah hampir tertidur lelap.
Pandangan Verra sudah mulai menghitam, ia merasakan tubuhnya yang mulai terjatuh dari atas tempat yang tinggi. Dengan perasaan yang melayang, Verra sedikit membuka matanya. Ternyata, ia sudah terjun bebas dari ketinggian yang hampir setara dengan awan.
Verra teriak sekeras mungkin, dengan jantung yang sedikit linu dan kaki yang sudah mati rasa, Verra melirik ke arah bawah, ia melihat dasar yang akan di terjuni berupa hutan yang memiliki banyak sekali pohon.
"AAAAAAAAA!" Verra terus mengeluarkan suara teriakannya, sehingga tenggorokanya terasa sesak. Tubuhnya sudah dekat dengan hutan itu, ia mulai panik, takut-takut jika tubuhnya akan hancur jika mencapai dasarnya.
Brukk
Tubuh Verra sudah berada di dasar terjunannya, ia menutup matanya dengan sangat keras. Alih-alih terasa kakinya bisa ia rasakan, kaki gadis itu menyentuh dedaunan.
"Aww! Sakit..." keluh gadis itu. Tubuhnya terasa linu saat di gerakkan. Verra mengubah posisinya menjadi duduk di antara rerumputan itu, ia terus memeriksa sekujur tubuhnya, tetapi tidak ada luka sedikit pun di sana.
"Loh? Aku masih hidup?" Verra terus melihat kedua tangannya yang masih bisa ia gerakkan, lalu melirik kembali kepada kedua kakinya.
Tetapi, ia kembali ketakutan. Karna, dirinya berada di tengah-tengah hutan yang belantara.
"Ini di mana? Kok ... aku di sini?" tanya Verra kepada dirinya sendiri. Akhirnya gadis itu memilih untuk beranjak dari duduknya, ia membersihkan pakaiannya yang kotor akibat tanah dan semak-semak itu.
Verra mulai berjalan, menelusuri hutan itu. Ia sepertinya sudah mengetahui, bahwa ia di culik kembali ke dalam alam 'mereka'.
"Ada, ya? Alam mereka itu hutan kaya gini?" batin Verra.
Verra terus menelusuri hutan itu, dengan harapan akan menemukan sungai yang mengalir, sehingga ia bisa menemukan jalan keluar. Tetapi, sepertinya di hutan itu tidak terdengar atau tidak ada ciri-ciri adanya sungai.
"Huft ... cape deh! Gak selesai-selesai ini jalannya," keluh Verra kembali. Saat sedang merasa kesal, ia melihat sebuah pohon besar yang sangat unik dan memiliki tangkai dan dedaunan yang besar. Verra tertarik dengan pohon itu, ia memutuskan untuk menghampirinya.
Sesampainya di sana, Verra mendudiki akar pohon itu, berharap rasa lelah dan takutnya menghilang.
Verra melirik sekitarnya, seperti semuanya sama, tidak ada jalan keluar, hanya ada tumbuhan pohon yang menjulang tinggi."Huft ... aku di mana sih?" tanya Verra kembali. Tiba-tiba saja, seorang wanita dengan wajah yang tak asing menghampiri Verra. Wanita itu tampak tersenyum, dengan mahkota yang berdiam di atas kepalanya.
"Hallo ... Verra," sapa wanita itu seraya menghampiri Verra. Verra menoleh kepada asal suara itu, lalu ia memandangi wajah yang tersenyum kepadanya.
"Siapa kamu?" tanya Verra. Wanita itu hanya tersenyum saja, wajahnya bersinar dan cantik, dengan rambut yang terurai panjang.
"Saya, Windaningrat," jawab wanita itu.
Verra hanya terdiam, terus menatap wanita yang bersama dengan dirinya di tengah-tengah hutan belantara itu.
"Windaningrat, siapa kamu? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Verra kembali. Windaningrat hanya tersenyum, lalu ia menjawab, "Rumahku di sini, kamu telah masuk ke dalam rumahku."
Verra kembali terdiam, gadis itu menatap sekitarnya, tetapi ... tak jauh dari tempatnya, terdapat sebuah istana besar, dengan di hiasi oleh berbagai emas. Seperti yang kalian tahu, sebelumnya tempat ini hanyalah hutan belantara, mengapa tiba-tiba ada sebuah istana?
"Mari.. Ikut denganku, Verra." Windaningrat meninggalkan Verra, ia berjalan menuju istana itu. Verra hanya terdiam, sambil menatap pakaian dan rambut Windaningrat yang terlihat cantik.
Seketika, Verra memanuti Windaningrat, ia mengikutinya. Sampai masuk ke dalam istana itu. Tidak ada prajurit atau penjaga seperti yang di ketahui jika masuk ke dalam istana, hanya ada Winda dan Verra saja.
"Apa kamu ingin makan?" tanya Windaningrat sambil membalikkan tubuhnya, dengan senyuman khasnya. Verra hanya menatap wajah Winda, tanpa penjawab pertanyaan wanita itu.
"Aku gak mau makan di sini!" tolak Verra. Tetapi, di tempat yang besar, hening dan sepi ini, suara gerumu perut Verra yang sedang lapar, terdengar jelas.
"Kamu berbohong, ya? Anak baik tidak boleh berbohong. Mari kita makan," ajak Winda. Lalu wanita itu tampak berjalan kembali, memasuki istana ini lebih dalam.
"Aku gak laper! Gak boleh laper! Jangan makan di sini, Verra." Batin Verra sambil menatap Winda yang terus menjauh.
Seketika, penyakit Maag yang di idap oleh Verra, mulai terasa. Sepertinya ia membutuhkan makanan dan minuman, agar kambuhan dari penyakit Maagnya mereda.
"Akh! Sakit ... maagku kambuh," keluh Verra sambil menekan-nekan perutnya. Winda menoleh ke arah Verra, dengan senyuman yang tidak pernah luntur. "Ayo makan dulu," ajak wanita itu. Lalu Verra menatap Winda dengan tatapan kesakitan.
👻👻👻
Seketika, Winda menodorkan sepiring nasi putih, dengan berbagai lauk kesukaan Verra. Gadis itu merasa heran saat melihat menu masakan yang di hidangkan di atas meja makan ini, hampir semuanya makanan itu kesukaan Verra.
"Silahkan, di makan." Winda mulai memakan makanan itu, dengan rapih dan anggun. Verra hanya bisa berdiam diri sambil menunduk dan menatap makanan itu.
"Apa aku bakal baik-baik aja, kalo makan ini semua?" batin Verra.
"Tidak apa-apa, Verra. Ini semua untuk kamu," ujar Winda. Lalu Verra mendongakkan kepalanya, dan menatap Winda yang sedang memakan makanannya itu.
Verra meraih sendok yang berada di sampingnya, lalu mulai menyiuk makanan itu, dan memasukan ke dalam mulutnya.
Rasa yang enak dan pas membuat Verra semakin menyiuk makanan itu, dengan perut yang terus berisi, Winda merasa senang saat melihat Verra yang memakan makanannya sebanyak itu.
"Ayok tambah lagi," pinta Winda. Verra memanutu perintah Winda, gadis itu seperti buta mata mengambil lauk dan nasi di sana.
"Enak, mah. Enak banget masakan mamah," ungkap Verra. Secara tak sengaja dan tak terkondisikan, Verra mengucapkan kalimat itu.
Winda semakin tersenyum, ia melihat anak gadis itu memakan makanannya dengan lahab. Namun, seketika Verra merasa tersedak, lalu ia merespon itu dengan cara batuk yang luar biasa. Wajah senang dan senyuman itu memudar dari wajah Winda. Lalu, Winda meraih gelasnya, dan menuangkan air minum untuk Verra.
"Ini, minum dulu." Winda menodorkan gelas itu, lalu Verra meminumnya.
Saat sudah tenang, Verra kembali terdiam. Gadis itu mulai sadar, saat semua makanan yang baru saja ia makan, adalah sepotongan tubuh hewan-hewan yang belum di masak.
👻👻👻
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Indigo [ TERBIT ]
TerrorBeberapa Bab sudah di hapus, demi kenyamanan Penulis. "Kok aku rasain hal yang beda dari biasanya ya?" -Verannisa Zitta. "Apa mata batinku terbuka lagi?" Verrannisa Zitta, akrab di sapa Verra. Gadis itu mempunyai kelebihan, dapat melihat yang seri...