Hari sudah berganti, Verra kini sudah melewati hari kedua ujian di sekolahnya, ia sama sekali tidak menyangka dengan kejadian yang ia alami tadi pagi.
Tak hanya kemarin, Verra juga melihat beberapa makhluk halus yang berkeliaran di sekolah SMP nya. Selama waktu ujian berlangsung, ia tidak bisa fokus untuk mengerjakan soal, pandanganya teralihkan kepada beberapa makhluk halus yang berlalu lalang di luar ruangan yang menjadi tempat ujiannya.
"Verra, Kerjakan! Bukan melamun, ini ujian bukan tempat masalah," teriak guru pengawas itu. Seluruh murid di kelas tampak mengalihkan pandangannya ke arah dirinya. Verra hanya menunduk, lalu ia mengerjakan kembali soal-soal ujianya.
Karna Verra tidak mengikuti ujian di hari pertama, sepulang sekolah ia terpaksa mengerjakannya sendirian di ruangan yang sudah di sediakan oleh gurunya. Ruangan itu berada di ujung lorong di sekolah Verra, berdekatan dengan lab Komputer dan ruang guru. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.13 WIB.
"Kerjakan, ya. Ibu akan kembali nanti." Verra mengangguk saja, ia mulai mengerjakan ujian itu sendirian. Guru yang mengawas Verra kali ini adalah Bu Santi. Beliau yang bekerja mengawasi murid-murid yang memiliki status ketinggalan.
Tetapi, tampaknya ia tidak sendirian di sana. Seorang wanita berdiri diam di belakang Verra, wanita itu menutup seluruh wajahnya dengan rambutnya yang panjang. Dengan perasaan yang terjaga, Verra menguatkan dirinya untuk tidak mempedulikan sosok itu, dan memfokuskan dirinya untuk lanjut mengerjakan ujiannya.
Perlahan, wanita itu berjalan pelan seperti menggunakan roda, tidak ada langkah yang tampak kekanan kekiri, hanya langkah lurus dan halus yang ia gunakan untuk menghampiri Verra.
"Apa nih? Kok merinding?" batinnya.
Verra mulai sedikit mengusap batang lehernya, ternyata lehernya sudah dingin dan berkeringat. Tubuhnya mulai berreaksi, rasa mual yang mulai menjalar di tenggorokannya, dan sakit kepala seperti tertusuk benda tajam yang besar, mulai terasa kembali.
Tanpa ia sadari, wajahnya sudah pucat pasif, tanganya sedikit bergetar, namun berhasil Verra tahan. Ia tetap memokuskan pandangannya untuk terus mengerjakan soalnya, soal yang ia kerjakan masih diam dalam nomor 13.
"Astagfirullah.. Astagfirullah.." batinnya. Verra terus mengucapkan Istigfar di dalam hatinya, lalu ia melantunkan surah ayat kursi, berharap sosok wanita itu pergi.
Tangan wanita itu sudah berada tepat di belakang Verra. Sepetinya ia ingin mencekam kepala Verra. Tangan dengan kuku yang panjang dan hitam, serta banyak luka dan darah dan nanah putih kekuninyan di pergelangannya, tangan yang akan menjadi sala satu penyebab muntah masal jika orang-orang biasa melihatnya.
Namun, bu Santi sudah berjalan kembali memasuki ruangan itu, dengan membawa beberapa berkas ujian murid-murid yang lain. Tampaknya bu Santi akan memberi nilai, sambil mengawasi Verra.
Akhirnya, ujian yang harus ia lakukan sudah selesai. Verra berjalan sendirian ke arah luar gerbang sekolahnya, tidak ada murid-murid seusianya di sana, tampak sepi dan hening.
Saat sedang berjalan, gadis itu tidak memikirkan apa-apa, pikirannya kosong. Dengan wajah yang pucat pasif dan badan yang sudah melemas. Ia tetap berjalan, mencapai luar sekolah ini. Tetapi, beberapa anak kecil berlarian di hadapan Verra, mereka berlawana arah dengan gadis itu, suara meriah yang di keluarkan anak kecil itu berhasil membuat Verra menatap beberapa anak kecil di depannya.
Anak-anak itu tampak berlarian sambil membawa sebatang bunga yang entah dari mana mereka mengambilnya. Verra sedikit melirik anak-anak itu, mereka tampak lucu dan cantik.
Satu anak tampak menunjuk ke arah belakang Verra, anak kecil itu tersenyum lebar saat Verra berhasil mengalihakan pandangannya ke arah dirinya.
Verra menghentikan langkahnya, sambil terus menatap anak kecil itu. "Hola," sapa anak kecil itu. Verra hanya tersenyum saja, lalu ia melanjutkan perjalananya ke arah luar gerbang sekolah itu.
Dengan perasaan yang tak biasa, suara ramai yang di keluarkan anak kecil itu sudah menghilang. Verra mulai menunggu angkutan umum di sana, tanpa memikirkan anak kecil tadi. Akhirnya, sebuah angkutan umum itu berhenti di hadapan Verra, lalu ia mulai menaiki mobil itu.
👻👻👻
"Verra, makan dulu!" teriak Sari dengan suaranya yang lantang. Semenjak Verra menginjak usia remaja, gadis itu sangat sulit sekali untuk berjalan mengambil sepiring nasi dan lauk.
"Iya, bentar," jawabnya.
Waktu sudah berjalan selama 30 menit setelah Verra menunda makannya, kini Sari tampak menghampiri anaknya, dengan decakan pinggang yang menandakan ia akan marah.
"Verra.. makan." Sari masih diam menatap sang anak, dengan tatapan tajam yang menusuk. Verra hanya cengegesan, ia menyimpan ponselnya lalu beranjak pergi ke dapur.
Verra akhirnya memutuskan untuk mengisi perutnya, dengan lahab. Sementara itu, Sari tengah berdiam diri di teras rumah nenek, ia memainkan ponselnya untuk beristirahat sejenak.
Malampun tiba, waktunya Verra untuk menghadapi beberapa materi untuk ujiannya, ujian ini menentukan Verra untuk lulus atau tidaknya dari SMP itu. Hal itu tidak mematahkan semangat yang ada di dalam dada milik Verra, gadis itu terus memokuskan pandanganya ke arah tulisan-tulisan di buku.
Tok.. tok.. tok..
Sebuah ketukan kecil yang berasal dari lemari di samping meja belajar Verra, Verra tidak menghiraukan ketukan itu, ia masih fokus dengan materinya. Suara ketukan itu semakin lama semakin banyak dan keras, Verra mendengus kesal, lalu ia menatap lemarinya.
"Bisa diem gak? Berisik tau!" tegas gadis itu, ia tahu bahwa dirinya sedang di ganggu oleh makhluk halus, hawa-hawa sosok lain terasa di sekitarnya.
Tok.. tok.. tok..
Verra kembali menatap lemarinya, dengan tatapan tajam penuh amarah. Nafasnya naik turun, seperti banteng yang akan menyeruduk kain merah.
"Bisa diem?" tanya Verra. Ketukan itu hilang kembali. Tiba-tiba terdengar suara ketawa anak kecil perempuan. Suara itu berhasil membuat bulu kuduk Verra meremang.
"Gak usah ngetawain! Pergi sana," ucap Verra seraya memokuskan dirinya ke dalam dunia materinya.
"Verra," panggilnya. Suara itu tampak tak asing di telinga gadis itu, Verra mencoba menengok dari asal suara itu, namun tidak ada siapa-siapa di sana.
"Kamu siapa? Gak usah jahil," teriak Verra. Anak kecil itu tertawa kembali.
"Halo, Verra," panggilnya. Verra melihat sosok itu. Rambutnya pirang dan panjang, wajahnya bule dan cantik, ia masih kecil.
"De-deta?" Verra menyadari bahwa itu adalah gadis belanda yang pernah menjadi temannya.
"Kamu sudah besar, ya. Kamu semakin cantik," ungkapnya.
Verra masih terdiam, ia tak bisa menggerakan tubuhnya, tubuhnya membeku melihat sosok Deta, ia menemukan temannya kembali.
"Kamu kok bisa di sini?" tanya Verra.
Deta hanya tersenyum saja.👻👻👻
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Indigo [ TERBIT ]
HorrorBeberapa Bab sudah di hapus, demi kenyamanan Penulis. "Kok aku rasain hal yang beda dari biasanya ya?" -Verannisa Zitta. "Apa mata batinku terbuka lagi?" Verrannisa Zitta, akrab di sapa Verra. Gadis itu mempunyai kelebihan, dapat melihat yang seri...