Beberapa tahun Sari di tinggalkan oleh Galang, wanita itu masih saja merasa sedih dengan kepergian suaminya. Namun, ia terus menutup kesedihan itu, ia bahagia melihat anak semata wayangnya sudah tumbuh menginjak jenjang Sekolah Dasar.
Kini, Verra sudah berada di bangku kelas 4 SD. Sekolahnya tak jauh dari rumah Nenek. Selama ini, Verra dan Sari memilih untuk tinggal bersama Nenek saja. Yang tak lain mereka tinggal di kampung halaman Sari.
"Ibu, Verra besok di suruh bawa tanah. Ambilnya di depan rumah aja kayaknya," ucap Verra sambil menghampiri sang ibu.
"Ha? Bawa tanah untuk apa? Kenapa gak bilang dari tadi siang? Sekarang udah jam delapan malam, Vera!" jawab Ibu dengan nada yang sedikit meningkat.
"Hehe, tugas geografi, Bu. Tadi Verra sibuk main sama temen-temen, jadi kelupaan tugasnya."
Sari hanya menggeleng kepalanya sambil menepuk jidatnya. "Ya udah, besok pagi Ibu ambilkan tanah untuk kamu," ujar Ibu. Lalu Verra tersenyum sambil menganggukan kepalanya.
"Makasih, Ibu. Verra tidur duluan ya, ibu jangan nangis lagi ya," ucap Verra.
Seperti biasa, Verra dan Sari tidur terpisah. Selama hampir 5 tahun tinggal bersama Nenek, Nenek memutuskan untuk merenovasi rumahnya, agar membuat kamar yang baru untuk Verra dan juga Sari.
Selama ini, Sari berhasil melewati masa-masa Move On di tinggal suaminya. Walaupun terkadang ia selalu menangis sendirian. Namun, Kai selalu menenangkan Sari. Kai sendiri adalah sosok penjaga Sari yang merupakan seorang Pria dewasa yang menggunakan pakaian adat jawa lengkap.
Saat tengah menatap ke atas, Verra selalu mendengar sesuatu di atas atapnya, seperti ada yang berjalan, tertawa, bahkan menangis di sana.
Verra masih terdiam menatap atap kamarnya. Beberapa menit kemudian, akhirnya gadis itu memutuskan untuk membalikkan badannya ke arah kanan. Ia masih terdiam. Menarik nafasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya.
Sejujurnya, semenjak Galang sudah pergi, ia tidak pernah bertemu dengan Sri lagi. Dan, kepekaan-nya kepada makhluk halus sudah mulai menurun, hingga hampir selama 4 tahun, Verra tidak bertemu dengan sosok apa pun.
"Mereka itu hantu, 'kan? Kenapa aku bisa lihat hantu? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku bisa melihat mereka?" batin Verra. Gadis itu tampak melamun cukup lama, mengingat sedikit memori tentang dirinya, dan memori saat ia kehilangan Ayahnya.
"Sejujurnya, aku cape sama semua ini, aku pengen tau apa yang terjadi," ucap Verra kepada dirinya sendiri.
"Verra.." panggilnya. Suara itu tampak terdengar jelas namun kecil dan halus. Verra langsung tersentak, lalu ia menatap sekitar kamarnya. Tidak ada apa-apa di sana.
"Siapa kamu?" tanya Verra. Gadis itu cukup paham jika ada sesuatu yang janggal.
"Verra.." panggilan misterius itu kembali terdengar. Verra merasakan jantungnya yang mulai berdebar cepat kembali.
"Huft.. tenang, Verra. Tenang," batinnya. Lalu, Verra memejamkan matanya sambil menenangkan dirinya sendiri, ia selalu mengingat pesan sang ayah. Sambil memejamkan matanya, Verra membaca beberapa ayat suci Al-quran dan menarik dan membuang nafasnya secara beraturan. Saat sudah merasa tenang, ia membuka matanya kembali.
Ternyata, ruangan yang sudah ia tempati bukanlah kamarnya lagi. Melainkan sebuah bangunan kosong yang tampak tak ter urus. Verra kembali terdiam, ia benar-benar merasa ketakutan saat berada di tengah-tengah ruangan kosong ini. Di sana, tampaknya banyak sekali barang-barang yang tidak di gunakan. Tempat ini seperti pabrik gudang yang terbengkalai.
Verra beranjak dari tidurnya, ia berjalan menelusuri area gudang ini. Tampaknya, ia menemukan pintu keluar dari gedung ini.
Verra memutuskan untuk berlari ke luar, saat ia sudah berada di luar, ia mendapati adanya kebun ubi yang menjulang tinggi-tinggi. Tapi ... di ujung kebun itu, ia melihat rumah Nenek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Indigo [ TERBIT ]
TerrorBeberapa Bab sudah di hapus, demi kenyamanan Penulis. "Kok aku rasain hal yang beda dari biasanya ya?" -Verannisa Zitta. "Apa mata batinku terbuka lagi?" Verrannisa Zitta, akrab di sapa Verra. Gadis itu mempunyai kelebihan, dapat melihat yang seri...