KEPUTUSAN

24 9 7
                                    

"Kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan, tapi bisakah kebahagiaan ditemukan saat susah payah menerima dan berpura-pura berlapang dada?"


    Karenina menggeser pintu lemari putih besar di kamarnya, pandangannya terpaku pada baju-baju Bayu yang tergantung rapih dalam lemari baju putih dengan kaca yang besar. Karenina mengenang kembali pertemuan pertama dengan suaminya.

1 tahun yang lalu.

Di pusat kota yang sibuk, Bayu, seorang pria pekerja kantoran berusia 28 tahun yang tampan dengan postur tinggi dan tegap memasuki kafe ternama. Saat itu ia sedang mengambil istirahat dari rutinitas kantor yang melelahkan. Di sana, ia melihat seorang wanita yang cantik dan mempesona, bernama Karenina, seorang pramusaji wanita berusia 25 tahun dengan rambut panjang yang tergerai indah. Mata mereka bertemu di tengah keramaian, dan saat itulah dunia Bayu berhenti sejenak.

Karenina adalah seorang wanita yang penuh keceriaan, dengan senyuman yang mampu mencairkan hati siapapun yang melihatnya. Meskipun sibuk dengan pesanan pelanggan, ia memberikan perhatian khusus pada Bayu. Mereka berdua berbagi beberapa kata singkat, namun dalam detik itu, keduanya merasakan kilatan keistimewaan yang sulit dijelaskan.

Bayu selalu menyempatkan diri untuk mampir ke kafe tempat Karenina bekerja untuk mengantar pulang ke rumah kontrakannya, tak jarang mereka menikmati berbagai jajanan kuliner pinggir jalan seperti selayaknya dua orang yang sedang dimabuk asmara.

Sampai suatu hari di bawah langit senja yang dipenuhi warna jingga dan merah muda, Bayu memutuskan untuk mengabadikan cintanya pada Karenina dengan cara yang tak terlupakan. Dengan hati yang penuh keberanian Bayu mengajak Karenina ke sebuah pantai, di sana ia mengejar langkah-langkah kekasihnya ke tepi pantai yang sepi. Dengan mata berbinar penuh kebahagiaan, Bayu berlutut di atas pasir halus dengan tangannya yang gemetar menyodorkan cincin berlian yang berkilau. Ia menatap Karenina dengan penuh kasih seakan menyentuh hatinya, dan dengan penuh keyakinan, ia berkata, "Maukah kamu menjadi pendamping hidupku?". Ombak yang pelan menjadi saksi bisu dari momen romantis kala itu, saat Karenina tersenyum dan dengan penuh sukacita menjawab, "Ya, aku mau."

**

Dug! Dug! Dug!

Terdengar suara ketukan pintu yang keras memecahkan keheningan, menyadarkan Karenina dari lamunannya yang sendu.

Karenina menuju pintu depan mengintip dari sela-sela jendela ruang tamu. Ia melihat seorang pria bertubuh besar mengenakan setelan jas hitam rapi berdiri di depan pintu rumahnya.

"Cari siapa ?" Tanya Karenina dari dalam dengan perasaan was-was.

"Ibu Karenina. Benar ini rumahnya kan?! saya membawa kabar dari Pak Bayu," Pria itu menjawab dengan aksen Batak yang keras.

Mendengar pria itu membawa kabar dari suaminya, Karenina membuka pintu dan mempersilahkannya masuk.

"Silahkan duduk pak! Mau minum apa?" Tawar Karenina dengan ramah.

Tanpa menjawab, pria itu langsung memberikan sebuah amplop berwarna coklat dan langsung berkata "Saya diperintahkan memberi surat ini untuk ditandatangani sekarang. Setelah itu, Ibu harus meninggalkan rumah dan kota ini, sekarang."

Karenina mengeluarkan sebuah surat dari amplop tersebut, dan melihat kalimat Surat Pernyataan Cerai. Seketika itu kepalanya terasa panas turun menuju hatinya. Dadanya sesak saat ia membaca sebuah paragraf dengan tanda tangan Bayu yang sudah tertera di bawah halaman.

'...bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk bercerai dan mengakhiri hubungan mereka sebagai suami istri, dengan ini kedua belah pihak tidak lagi memiliki hubungan dalam bentuk apapun juga. Oleh karena itu kedua belah pihak mengakui bahwa surat pernyataan ini adalah sebagai bukti cerai yang sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku...'

TANGERINE (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang