"Kebahagiaan sejati tidak selalu terletak pada materi yang berkecukupan dan kesuksesan. Kadang-kadang, kita perlu meluangkan waktu untuk bersantai, menikmati kebersamaan dengan keluarga dan teman-teman, serta menemukan keseimbangan dalam hidup"
3 bulan berlalu. Setiap pagi, sebelum matahari terbit, Alan sudah bersiap untuk pergi ke sekolah. Ia belajar dengan giat di sekolahnya, berusaha menyerap pelajaran-pelajaran baru yang diajarkan. Setelah pulang sekolah, jadwalnya masih belum selesai. Alan harus mengikuti bimbingan belajar untuk mengejar ketertinggalannya dalam kurikulum sekolah yang baru. Pulang dari bimbingan belajar, Alan masih harus mengikuti les bahasa Inggris dan matematika sampai sore.
Hari Sabtu adalah hari yang paling dinantikan oleh Alan, karena Ia mengikuti les berenang di pagi hari. Satu-satunya kegiatan yang ia suka karena memberikan kesenangan dan kebebasan baginya. Setelah berenang, Alan mengikuti les bahasa Mandarin yang menurutnya adalah pelajaran tersulit. Minggu adalah hari yang agak berbeda untuk Alan. karena ia hanya memiliki satu jadwal les, yaitu musik. Alan belajar memainkan berbagai alat musik, seperti piano dan gitar. Namun disetiap waktu luang yang dimiliki Alan, Bu Nova selalu memaksanya untuk menghabiskan waktu dengan membaca buku-buku ensiklopedia di rumah.
Rutinitas ini berulang setiap hari. Kesibukan Alan dengan jadwal lesnya mulai membuatnya merasa jenuh dan lelah. Ia merasa bahwa hidupnya hanya terpaku pada jadwal yang begitu ketat, tanpa ada waktu untuk bersantai dan menikmati kehidupan sebagaimana anak-anak sebayanya.
Alan sama sekali tidak pernah bersenang-senang. Ia sering melihat keluar jendela dari kamarnya, berharap ada beberapa anak seumurannya yang bermain di luar. Tapi di lingkungan tempat ia tinggal sangat sepi. Hanya rumah-rumah besar saja di kanan dan kiri, ia tidak pernah melihat anak-anak bahkan orang dewasa berkumpul, berbincang, atau bermain di luar rumah.
**
Malam itu Alan tidak bisa tidur. Ia menendang-nendang bantal yang berbentuk bola ke dinding kamarnya. Ia melihat keluar jendela, melamun dan teringat akan kehidupan di desa. Di sana, ia bisa berlarian di sepanjang jalan, menikmati angin sepoi-sepoi, dan bermain dengan teman-temannya tanpa ada tekanan jadwal yang begitu ketat.
Alan mulai merasakan kerinduan yang mendalam akan kehidupan sederhana di desa bersama teman-teman dan keluarga di sana. Ia merindukan hangatnya pelukan ibunya, serta suasana kekeluargaan yang begitu akrab. Ia rindu pie keju susu.
Setelah lamunan yang cukup panjang dan pikiran yang matang, Alan akhirnya menghubungi Ibunya. Ia meceritakan segala kegiatannya di Jakarta dan betapa Bu Nova memaksanya untuk terus-terusan belajar tanpa diizinkan bermain bola.
"...Alan sudah gak sanggup lagi ma, kepala Alan pusing. Alan gak bahagia disini," Cerita Alan pada Ibunya melalui panggilan video.
Karenina sungguh tidak tega melihat wajah anaknya yang lesu dari layar ponselnya.
"Sekarang, Alan siapin semua barang-barang Alan untuk dibawa pulang. Besok kamu aktifitas seperti biasa saja, sampai mama datang ya," Perintah Karenina. Ia memutuskan untuk menjemput Alan pagi-pagi sekali.
"Serius ma?" Raut wajah Alan berubah seketika menjadi bahagia dan berseri.
Karenina mengangguk. "Besok mama akan berangkat pagi-pagi, mungkin sampai Jakarta bisa malam. Kamu siap-siap saja ya!"
"Oke ma, oke! Alan siap-siapin barang dulu ya. Makasih ya ma. Sampai besok!" Kata Alan mengakhiri panggilan videonya dengan semangat.
Malam itu adalah malam yang paling bahagia untuk Alan. Ia sangat bersemangat memasukan pakaian serta barang-barangnya ke dalam koper dan tas ranselnya. Setelah semua beres ia langsung beranjak ke Kasur, memejamkan matanya memaksa diri untuk tidur. Ia tidak sabar menyambut hari esok.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANGERINE (Sudah Terbit)
RomansaHello, Salam kenal semua, ini adalah novel pertama saya. Saat ini saya sedang butuh sekali feedback, komentar, dan vote dari kalian semua pembaca setia wattpad. Semoga Kisah ku ini bisa disukai oleh kalian. Selamat membaca.. Vote dan komen kalian s...