03. Antagonis dan Protagonis

2K 177 11
                                    

Matahari terbit. Damian dan Demmie duduk diruang makan bersama sambil mengobrol mengenai pesta. Tak lama kemudian, Evans datang dan bergabung dalam pembicaraan mereka. Secara khusus Evans membisikan sesuatu ditelinga Damian, mengingatkan bahwa selain janji datang ke pesta, Damian juga berjanji akan duduk diruang belajar seharian hari ini.

"Damian mahkota papa~ Bukankah hari ini kamu janji akan belajar?" Suara halus Evans menusuk gendang telinga Damian hingga berdarah. Damian bergidik dengan badan berkeringat dingin. "Eh? Aku menjanjikan hal semacam itu?" Damian bahkan tidak berani menoleh. "Ah maaf. Aku tidak ingat. Bisakah papa membiarkan ku kali ini saja?"

"Tidak." ^^

Senyuman kecut menghiasi bibir Damian. Dia ingin protes namun Evans segera memotong dan menambahkan; "Kau belum benar-benar sembuh. Selain itu, papa tidak bisa membiarkan mu naik kereta kuda berdua saja dengan Demmie. Kalian masih anak-anak. Jadi karena itulah, papa yang akan menggantikan mu menemani Demmie datang ke pesta."

Seketika mata Demmie bersinar, berbanding terbalik dengan Damian yang malah menggerutu tidak senang. Sarapan pun berlangsung mulus. Seusai makan, Damian langsung dikirim ke ruang belajar, sementara Evans membantu Demmie naik ke kereta kuda dengan hati-hati.

"Terimakasih papa."

Evans melangkah masuk kedalam kereta kuda dan duduk dibagian belakang kusir. Demmie tidak bisa berhenti tersenyum-senyum. Dia sudah menduga, Evans tidak akan membiarkan Damian pergi sehingga merencanakan pertemuan semalam.

Kiki pasti sudah memberitahu Evans bahwa Damian menerima permintaan Demmie. Dalam kondisi amnesia, Demmie bisa leluasa menggunakan Damian. Tidak! Dalam keadaan normal pun, Damian selalu memenuhi permintaan Demmie.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus mencari guru baru untuk Damian." Tiba-tiba Evans menyeringai. "Mungkin orang itu bisa."

Orang itu? Kiki membatin.

"Kembalilah ke kamar Damian!" Evans memerintah Kiki sambil mengibaskan tangan kanan. Kiki membungkuk, lalu berlalu pergi.

Dia tidak lewat jendela lagi? Evans terkekeh mengingat kebiasaan Kiki dulu.

Kembali ke masa kini! Evans menoleh keluar jendela sambil menopang dagu menggunakan satu tangan. Demmie terus memandang Evans seolah-olah memandang lukisan luar biasa. Inilah salah satu alasan Evans merasa tidak nyaman saat berada didekat Demmie. Demmie adalah anak Evans. Namun dia mengagumi Evans melebihi penggemarnya mengaguminya.

"Papa ku selalu luar biasa."

Evans menoleh. "Kau merencanakan sesuatu lagi?"

"Tidak." Demmie segera menggeleng. "Mie cuma ingin jalan-jalan berdua dengan papa."

Evans tidak tahu harus merasa jijik atau sedih mendengar perkataan Demmie. Dia tidak menginginkan ini, sungguh! Andai Demmie terlahir sebagai gadis normal, Evans akan sangat menyayanginya, memanjakannya dan memenuhi semua permintaannya. Sayangnya Demmie tidak memenuhi syarat sederhana itu. Bukan berubah, dia malah berusaha mencelakai Damian dan menolak bersosialisasi.

"Jangan bicara lagi!"

...

Seorang gadis berambut perak terdorong kebelakang hingga menabrak tembok. Semua anak tertawa. Anggie merosot kebawah dengan kaki membentuk huruf W, kemudian seseorang menjambak rambutnya dan mengguyur badannya menggunakan jus buah.

"Hahahaha.."

Sementara Anggie berusaha menahan teriakan dan isak tangis, anak-anak terus mengganggunya namun orang-orang dewasa cuma diam saja. Keadaan Anggie sangat buruk. Tetes demi tetes air mata mulai berjatuhan, akan tetapi siksaan terus berlanjut hingga suara dingin seseorang menghentikan mereka.

"Kalian menghalangi jalan saja. Menyingkirlah!" Tekan Evans membuat anak-anak membeku ketakutan dan melarikan diri.

Saat ini Evans sedang kesal. Aura hitam mengoar dari tubuhnya, sehingga para orang tua secara refleks menghindari area taman, membiarkan Evans mendekat kearah Anggie sebelum dia mengulurkan tangannya.

"Kau bisa berdiri?"

Anggie mendongak perlahan dengan kedua mata membelalak lebar dan berkaca-kaca. Demmie yang melihat itu diam-diam mendecakkan lidah sambil mengalihkan pandangan kearah lain.

Lebay. Pikirnya.

Anggie menghapus sisa air matanya, kemudian menerima uluran tangan Evans sebagai bentuk rasa hormat. "Terimakasih." Tawa kecil keluar dari mulut Anggie. Anggie berusaha menyunggingkan senyuman walau rasanya sangat sulit.

Saat datang ke pesta ini Anggie tahu bahwa semuanya tidak akan berakhir menyenangkan. Dia sudah terbiasa. Sejak kecil, ayahnya sering mengajaknya datang ke pesta untuk mengenalkannya pada dunia luar.

Anggie adalah anak hasil hubungan gelap antara Viscount pecandu alkohol dan seorang wanita penghibur. Oleh karena itu, orang-orang sering mengejeknya dan menindasnya seperti tadi. Ayahnya berniat menjualnya, ibunya mati karena terus menggoda orang-orang, sementara kerabat-kerabat tidak mengakuinya.

"Mereka selalu mengganggu mu?"

Anggie membeku sebentar sebelum menggeleng dengan cepat.

"Tidak, Yang Mulia. Ini kesalahan saya." Karena terlahir sebagai gadis kotor.

Evans cuma memandang Anggie dengan pandangan datar. Dia tidak mau membuat Demmie cemburu.

Tak lama, seekor burung tiba-tiba mendarat dilengan Evans dengan kertas kecil tersangkut dikakinya. Evans mengambil kertas itu dan diam-diam membacanya. Air muka Evans yang sudah gelap semakin menggelap. Dia meremas kertas ditangannya sampai hancur, membuat orang-orang merinding, lalu mengambil seekor kuda hitam untuk segera kembali ke mansion meninggalkan Demmie.

.

.

.

BERSAMBUNG

As the Main Antagonist's Older BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang