11. Rahasia 2

860 90 12
                                    

Perubahan mendadak ini membuat dada Evans sesak. Dunia ini sebuah novel. Damian meninggal karena dibunuh oleh Demmie dan Pangeran Callisto. Demmie bunuh diri karena cemburu pada Anggie yang bahagia. Tidak bisa. Evans masih sulit menerima ini.

"Percaya tidak percaya, itulah kebenarannya. Kau harus menerimanya setelah mengetahui identitas asli ku." Kata Damian sambil melipat tangan didepan dada.

"Jadi kau tidak berasal dari dunia ini?" Damian tidak repot-repot membenarkan karena diamnya sudah menjadi jawaban. Evans mengetahui itu, lantas memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan diri. "Siapa nama mu?"

Jari Damian agak tersentak. Evans melihat itu, kembali menatap Damian dengan penampilan kacaunya. Rambutnya yang indah terus diacak hingga berhamburan kemana-mana dan sebagian menghalangi penglihatannya. Mata merah Evans bersinar dalam kegelapan.

Muncul rasa takut dibenak Damian, namun ia segera menepisnya dan membalas dengan singkat. "Entahlah. Aku sudah tidak ingat."

Evans menajamkan matanya. Iris setajam pisau menembus dada Damian dengan brutal. Damian merinding. Dia belum pernah bertemu orang seperti Evans sebelumnya. Maksudnya orang yang menatapnya seperti ini karena mengkhawatirkannya.

Tidak banyak alasan seseorang ingin melupakan masalalu dan menanggalkan nama mereka. Dalam kasus Damian sepertinya dia meninggalkannya karena kebencian dan kekecewaan. Terlihat dari sorot matanya yang sangat kosong dan dingin.

"Kau pernah membunuh orang?"

Lagi-lagi Damian terdiam, namun kali ini dia membalas. "Ya. Aku juga terkirim kesini setelah membunuh orang."

"Kau terkirim kesini setelah membunuh? Itu aneh sekali? Bukankah kebanyakan orang tersesat ke dunia lain setelah dibunuh atau meninggal dengan cara lain?"

[ • • • • • ]

Tiba-tiba suasana hening. Bayangkan kalian sedang melihat karakter chibi dengan latar monoton dan garis-garis dibagian sampingnya.

"Hmm.. Itu..." Damian ragu-ragu. "Aku dibunuh setelah membunuh orang yang ku bunuh. Setelah itu, orang yang membunuh ku juga mati. Dia ditembak orang tua keren."

[ • • • • • ]

Lagi-lagi hening. Padahal ini bukan acara komedi.

"Haa.." Evans menghembuskan napas lelah. Bisa-bisanya dia mendengar hal tidak masuk akal semacam ini. Evans mengacak rambut sambil kembali bertanya pada Damian. Kalau begini, dia kelihatan seperti anak remaja yang sedang kesal.

"Baiklah. Aku mengerti. Berapa umur mu saat kau mati?" Evans membuka satu matanya yang terpejam bak kucing yang baru bangun tidur.

Menggemaskan!

Kebetulan Damian memiliki sedikit ketertarikan pada kucing.

"Sebentar! Humm.. Aku tidak terlalu ingat umur ku. Mungkin 20 tahun?" Damian mengira-ngira. "Salah kah? Ku rasa tinggi ku sekitar 182 cm? Apa mungkin aku lebih tua dari itu?"

Evans speechless.

Orang ini sebenarnya menjalani kehidupan seperti apa?

Sementara Damian terus mengoceh, diam-diam mengingat sesuatu yang membuatnya tersenyum tulus. "Rambut ku berwarna hitam. Mata ku berwarna biru muda cerah sesuai dengan warna kulit ku yang seputih salju. Aku memiliki dua titik hitam dibawah mata kiri ku. Orang-orang yang berpapasan dengan ku di jalan mengatakan aku sangat tampan. Mereka sering mengira aku idol, lalu meminta tandatangan dan foto." Damian mengingat momen-momen baik sambil menggaruk pipi.

Idol? Foto? Evans tidak memahami istilah asing ini.

"Kau pasti sangat populer."

"A,-"

Damian yang tadinya bercerita dengan bangga, tiba-tiba tidak bisa bersuara. Dia terdiam aneh hingga membuat Evans curiga. Seorang pemuda misterius. Dia memasuki tubuh Damian dengan cara yang tidak biasa. Setelah membunuh orang, dia dibunuh oleh pacar orang tersebut, kemudian pacar orang tersebut juga dibunuh oleh kenalan pemuda misterius.

"Gems Fall From The Clouds. Dia membaca novel murahan ini?" Orang tua bestelan keren memegang buku setebal dua jari dengan satu tangan.

Bawahannya cuma menunduk, tidak berani memberikan suara. Dia tahu tuannya sedang marah karena koleksi kesayangannya dibunuh.

Geofrey menggertakkan gigi, mengingat kata-kata terakhir pemuda misterius. Jangan memulangkan jasadnya katanya? Selain itu, dia malah berterimakasih sambil tersenyum tulus menengadah ke langit. Bulan purnama bersinar terang kala itu, bintang-bintang bertaburan menghiasi langit, seolah-olah menghibur sosok yang kesepian dibawah sana.

Pemuda misterius menghembuskan napas terakhir dengan meneteskan setitik air mata. Dia sudah lelah. Walau Geofrey terus memanggilnya dengan histeris, pemuda misterius samasekali tidak berniat membuka mata.

.

.

.

BERSAMBUNG

As the Main Antagonist's Older BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang