"Beomgyu, aku minta maaf atas perbuatan Taehyun.""Aku tidak terima perwakilan. Dia sudah cukup besar untuk minta maaf langsung padaku, 'kan?"
Beomgyu memicingkan matanya ke arah seseorang yang duduk di kursi roda, berjarak sekitar dua meter dari ranjang yang ia tempati. Sedangkan yang ditatap malah melengos dengan mimik menyebalkan, membuat hati Beomgyu semakin dongkol melihatnya.
"Bisakah kita selesaikan ini secara kekeluargaan?" Pinta David untuk kesekian kalinya. Sejak tadi David memelas maaf, membujuk Beomgyu untuk berbaikan dengan Taehyun. Dan tidak hanya si korban, si pelaku juga rupanya harus dibujuk untuk mengakui kesalahannya. Hari ini, sebagai seorang ayah, tugasnya cukup berat.
Kepanikan David hari ini, terasa seperti lapisan bencana. Kabar tragedi kebakaran dari sekolah anak-anaknya membuatnya panik bukan main. Terlebih saat salah satu guru menginfokan bahwa kebakaran itu berasal dari kelas Hueningkai, yang saat ia tanyai keberadaan anaknya saat itu, jawaban yang ia dapatkan adalah ketidaktahuan yang membuatnya kelabakan. Roda mobilnya belum sempat menapaki lapak parkir sekolah anak-anaknya, tapi ponselnya kembali berdering. David menerima kabar baik bahwa Hueningkai ditemukan, tapi kabar buruk turut terucap, Taehyun terlibat perkelahian dan tak sadarkan diri di sekolah. Banyak tanda tanya yang berkecamuk di kepalanya, namun tak ada satupun yang terjawab. Sekarang, hari-hari David selalu terjalani dengan kepelikan. Kecemasannya seolah tak berujung.
"Tidak! Kalian bukan keluargaku! Bagaimana aku bisa menyelesaikan kasus penganiayaan ini secara kekeluargaan?"
"Cih. Penganiayaan? Coba katakan itu pada orang tuamu sendiri."
Semua mata kini tertuju pada Taehyun yang justru sedang menatap asal entah mengarah kemana. Semuanya tak mengerti ucapan Taehyun, mereka mengira Taehyun mulai meracau lagi. Oh! Soobin ada disana, wajahnya menegang sendiri, matanya melebar, sudut matanya melirik Beomgyu dan Taehyun bergantian. Mungkin hanya dia satu-satunya yang paham dengan situasi ini, tapi lidahnya kelu untuk bicara. Soobin merutuk, dia tak tahu juga, kenapa ayah temannya itu harus memintanya untuk ikut ke rumah sakit. Memangnya apa yang bisa dia lakukan di situasi ini? Klarifikasi macam apa yang harus dia berikan? Soobin hanya berniat membantu Taehyun menemukan Hueningkai. Sekedar itu, tapi malah menjadi rumit sampai di sini.
"Lihat! Bocah itu memang tidak pernah menyesal sudah memukuliku!"
"Untuk apa aku menyesal? Aku tidak melakukan apapun."
David mengusap wajahnya sembari menarik napas dalam, "Apa alasanmu tidak mau minta maaf? Kau jelas memukulinya, Taehyun. Saksinya ada dua orang, saudaramu Kai, dan temanmu Soobin. Dan mereka berdua ada disini!" Tuturnya menahan geram.
"Aku tidak merasa memukulinya, appa! Badanku lemas dan sakit semua. Bagaimana aku bisa memukul orang lain dengan kondisi sepayah ini? Bahkan tubuhnya saja lebih besar dariku! Bukankah ini semua tidak masuk akal? Dan, bukankah harusnya dia yang dihukum karena merokok di usia minor? Dia menghasut Kai juga!"
"Bohong! Kau tidak sakit! Mustahil untuk orang sakit bisa memukul dengan tenaga sebesar itu! Dan soal merokok, itu hanya kenakalan remaja yang kutu buku membosankan sepertimu tak mungkin mengalaminya!"
"Cih. Hanya kau yang merasa bahwa menjadi nakal itu adalah sesuatu yang keren."
"Kecerdasan adalah sesuatu yang absolut bagiku. Bahkan aku tak perlu belajar dengan keras sepertimu untuk mendapatkan nilai bagus!"
"Aku akui kau memang cerdas, tapi tetap saja kau malas belajar. Sayang sekali otakmu yang konon katanya pintar itu hanya dipakai untuk memikirkan cara menyontek paling efektif."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ TWIN FLAME || Taehyun & HueningKai
Fanfiction[BROTHERSHIP] [100% FIKSI] Satu peti, satu jiwa, dua raga. ••• Yang mereka suguhkan bukanlah fantasi, bukan pula komedi. Berharap inspiratif, justru ironi yang terjadi. Terima saja apa adanya si kembar sial yang terikat dalam silang sengkarut atas p...