"Siapa sebenarnya yang sedang kau bicarakan?"
Taehyun mendongak, kepalanya menggeleng tegas, "Aku akan berhenti sampai di sini. Papa mulai tidak profesional," tandasnya, membuat si lawan bicara kelabakan.
Raut wajah tuan Choi berubah panik, "Tidak, Taehyun, papa tidak bermaksud untuk—"
"Aku akan kembali ke kamar. Papa harus segera tidur, dan jangan lupa untuk membawa Soobin juga ke kamarnya."
Bangkit dari duduknya, Taehyun membeku beberapa detik saat sensasi pecah seperti sedang terjadi di dalam kepalanya. Sakit kepala yang menghantar rasa nyeri lain ke segala sisi tubuhnya itu membuat Taehyun harus berjalan merambat menyentuh barang apa pun yang ada di sekitarnya guna menahan bobot tubuhnya agar tak terhuyung.
"Tunggu! Taehyun—”
Bruk.
"Astaga!" Tuan Choi memekik dan reflek melompat dari duduknya, pria itu mengambil langkah lebar guna menghampiri sosok Taehyun yang sudah tersungkur di atas lantai. Tuan Choi mencoba merengkuh tubuh kurus teman anaknya itu, namun Taehyun malah menunjukkan respon penolakkan yang mengarah agresif, membuat tuan Choi kembali mundur dua langkah tanpa sadar.
Tepat saat tuan Choi melompat dari duduknya tadi, di waktu yang sama, Soobin ikut terlonjak bangun sebab terkejut dengan gerakan ayahnya yang mendadak. Dengan matanya yang masih merah akibat kantuk, Soobin menyipit guna mencerna situasi yang tengah terjadi. Setelah nyawanya terkumpul dengan sempurna, Soobin segera beringsut mendekat ke arah Taehyun yang meringkuk di lantai dengan dua tangan yang mencengkram rambutnya sendiri.
"Ta-Taehyun ... "
Soobin dan ayahnya kompak terdiam saat Taehyun mengerang kencang diselingi jerit tangis yang memilukan. Matanya memejam erat, napasnya memburu cepat, dua tangannya semakin gencar menariki rambut serta memukul-mukul belakang kepalanya sendiri tanpa ampun. Sesakit apa? Soobin dan tuan Choi tidak paham.
Tuan Choi memberanikan diri untuk mencoba menghentikan pergerakan tangan Taehyun yang semakin bringas. Kata-kata penenang sudah habis dia bisikkan sedekat mungkin di telinga anak tersebut, sampai akhirnya, tuan Choi sadar bahwa yang dia lakukan hanya sia-sia. Taehyun terlalu sibuk dengan nyeri yang membombardir tiap sisi dalam kepalanya, mungkin dia tak dapat mendengar apapun kecuali rintihannya sendiri.
Di lain sisi, Soobin menolak untuk sekedar menonton adegan yang hanya akan membuat hatinya semakin gusar. Kaki panjang itu mulai berlari menuju kamar tamu yang tak jauh pintunya dari ruang tengah. Tak butuh waktu lama, Soobin kembali berlari keluar dengan Yeonjun yang kali ini membuntut di belakangnya.
"Taehyun! bisa dengar suaraku?" Yeonjun berlutut, badannya membungkuk sampai hampir menyentuh lantai, hanya untuk menilik wajah Taehyun yang masih bertahan dengan posisi meringkuknya.
"Taehyun, kapan terakhir kali—"
"Hh-hyung, obatnya, be-beri aku, aku mohon ... "
Yeonjun bangkit dari bungkuknya, dia segera membedah plastik putih berisi obat-obatan milik Taehyun yang sengaja dia bawa dari apartment. Yeonjun meraih satu klip plastik yang terpisah dari jenis obat lainnya. Saat dia membuka isinya untuk menuangkan satu butir di telapaknya, Yeonjun mendadak membeku di tempat, dia menyadari sesuatu yang janggal. Dengan ujung matanya, Yeonjun melirik tajam ke arah sang adik, dia kembali memasukkan pil putih itu lagi ke tempat asalnya.
"Lagi? Sebegitunya ingin cepat mati, ya?!" bisik Yeonjun menekan habis suaranya dengan ekspresi dongkol. Tangannya yang bebas, dia pakai untuk merogoh benda persegi yang tenggelam di saku celananya, lantas mengoperasikan benda itu untuk membuat panggilan suara dengan kontak yang dia beri nama 'Appa'.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ TWIN FLAME || Taehyun & HueningKai
Fanfiction[BROTHERSHIP] [100% FIKSI] Satu peti, satu jiwa, dua raga. ••• Yang mereka suguhkan bukanlah fantasi, bukan pula komedi. Berharap inspiratif, justru ironi yang terjadi. Terima saja apa adanya si kembar sial yang terikat dalam silang sengkarut atas p...