33. he wants nothing but KAI

288 47 43
                                    

















"Apa tali itu tidak terasa berlebihan? Memangnya apa yang bisa dia lakukan dengan kondisinya yang sekarang?"

Yeonjun memicing risih, gusar hatinya memandangi sosok sang adik dari balik jendela kaca, ikut meringis kala menyaksikan selang panjang yang ditarik melewati kerongkongan adiknya. Yeonjun tahu itu menyakitkan, dilihat dari tangan si adik yang mengepal erat di antara ikatan tali yang tersambung pada pergelangan tangannya dengan celah besi pembatas ranjang.

Hari yang sama di jam empat sore, dikabarkan bahwa Taehyun telah membuka matanya sejak satu jam yang lalu, dan sekarang, beberapa petugas medis tengah dikerahkan untuk membuka ventilator yang berjasa dalam membantu Taehyun untuk tetap bernapas selama tiga belas jam penuh sejak ia dilarikan ke rumah sakit.

Sempat menyerah sejenak pada detaknya, dan mencapai ritme terminal dari henti jantung. Tapi hari ini, Taehyun berhasil mencurangi kematiannya lagi. Kritisnya terlewati. Seolah tahu bahwa nyawanya takkan 'diusahakan' sebegitu kerasnya, detak itu kembali hanya dalam dua siklus resusitasi saja.

Kala itu, di pagi buta yang super kacau, para dokter berasumsi bahwa; meski Taehyun berhasil melawan kritisnya, setidaknya, ia akan membutuhkan alat penunjang lebih lama, kantong darah lebih banyak, peluang cacat progresif, serta kemungkinan koma yang tak terelakan. Namun, dari semua ekspetasi negatif yang dokter jabarkan, anehnya tak ada yang terjadi satu pun. Sebaliknya, yang terjadi dalam waktu kurang dari dua belas jam, adalah vitalnya yang berkembang dengan baik secara berkala. Disahkan oleh para dokter dan perawat, yang menjadi saksi, bahwa Taehyun hidup kembali. Jantungnya berdetak lagi.

Entah doa mana yang dikabul Tuhan, entah air mata siapa yang Tuhan kasihani. Tapi berkat itu, Taehyun-lah yang justru mendapat banjir pujian dari para petugas yang merasa diringankan beban mentalnya. Pujian berupa sorak Hebat! Kuat! Anak pintar! yang bagi Taehyun ... sama sekali tak berarti.

Hari ini, diambang keputusan hidup atau mati, Taehyun tak henti mengutuk dalam hati.

Tuhan baik? Orang yang diberi kesehatan akan selalu berkata iya. Sedangkan Taehyun? Dia justru merasa dipermainkan. Tuhan terlalu berbelit dengan inginnya. Yang Taehyun maksud adalah; jika ingin berbaik hati, maka matikan saja dia segera! Jika ingin memberinya keajaiban, maka sembuhkan! Sebab, jika begini terus, Tuhan hanya akan membuat semua orang jadi salah paham; mengira dirinya yang mengemis ingin dipertahankan.

"Sedang terjadi badai besar di kepalanya. Bicaralah secara perlahan. Hindari topik yang terlalu berat atau mungkin menyinggung. Ikatan itu— tidak ada maksud lain, hanya sebagai antisipasi agresinya saja."

Yeonjun menoleh sedikit, tanpa mengalihkan pandangnya dari sang adik. Pertanyaannya di baris awal bukanlah sebuah ratap monolog belaka, ada dokter Choi yang berdiri di sampingnya dengan fokus sama.

"Bukankah Taehyun bisa salah paham dengan keadaannya sendiri?" Yeonjun bertanya lagi, sedikit ketus dalam intonasi suaranya.

"Taehyun yang paling tahu alasan mengapa dia harus diikat," tanggap dokter Choi dengan wajah tenangnya.

"Apa kau pernah merasa tak percaya pada pikiranmu sendiri? Seperti ada bisikan janggal yang hanya bisa didengar olehmu saja ...?"

Yeonjun menggeleng samar.

"Memang sulit untuk kita mengerti. Dan itulah yang dialami oleh adikmu belakangan ini."

Dokter Choi menarik keluar satu tangannya dari saku jubah putih yang dia kenakan, lantas meraih lengan Yeonjun tanpa permisi. Menyingkap cepat bagian lengan sweater yang menghalangi, kini matanya menyusuri jejak goresan memanjang yang tak hanya satu jumlahnya. "Sekarang, kau tidak perlu repot melukai dirimu sendiri, sebab adik kecilmu dengan suka rela melakukannya untukmu ...  benar?" lirih dokter Choi dengan garis bibir yang tampak getir.

✔ TWIN FLAME || Taehyun & HueningKaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang