ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
Tiga siswa serta satu orang pengunjung gelap yang menghabiskan malam panjang di gedung sekolah.
Sekarang, empat orang itu tengah tertidur di lantai kelas dengan alas seadanya. Alas yang paling layak, dengan sukarela tiga lainnya berikan kepada si pengunjung gelap. Namun nampaknya, senyaman apapun alas itu untuk di tempati, tetap saja dia yang terlihat paling tidak nyaman tidurnya. Bukan karena tempatnya yang menjadi kendala, melainkan tubuhnya yang berontak kesakitan dari dalam.
Terlalu lama menahan sakit yang mendera, membuat Taehyun ingin menangis karena kesal. Tidurnya gelisah, hingga akhirnya ia bangun terduduk dengan peluh yang melesak dari pori-pori kulitnya secara berlebihan. Tak jelas apa yang dirasa, tak ada titik aman dalam tubuhnya yang bebas dari rasa nyeri yang menyerang tanpa belas kasihan. Taehyun kewalahan, hingga akhirnya dia memilih untuk meminta bantuan pada orang yang masih tertidur di sebelahnya.
Syukurlah, kali ini Hueningkai mudah terbangun meski hanya dengan sedikit sentuhan. Apalagi kali ini bukan sekedar sentuhan ringan, Taehyun meremas kuat lengan Hueningkai tanpa sadar.
"Hyun-ie ... Ada apa?"
Hueningkai turut duduk, merangkul langsung pundak Taehyun yang tengah merunduk. Hueningkai mengusap peluh di dahi Taehyun sembari menahan panik yang melesak di pikiran. Taehyun sepucat mayat, tubuh kurus itu gemetaran, untunglah kesadarannya belum menghilang.
Tak berniat untuk tidur tadinya. Hueningkai jadi sedikit menyesal sekarang. Sungguh. Hueningkai tak berniat untuk membuat Taehyun menahan sakit sepanjang malam. Hueningkai sungguh akan langsung mengiyakan jika Taehyun mengajaknya untuk kembali ke rumah sakit untuk mendapat suntik pereda nyeri yang dia butuh. Persetan dengan rencana melarikan diri yang mereka lakukan tadi malam. Hueningkai berpikir bahwa mereka mungkin hanya gegabah—terbawa emosi sementara.
"Hyun—"
"Kai ... Bisa kita pulang sebentar? Aku tidak tahan. Maaf ... "
"Pulang?" Hueningkai merengut bingung.
Apa rumah sakit sudah Taehyun anggap sebagai rumahnya sendiri sehingga untuk kembali ke sana dia menyebutnya pulang?
"Ada sisa obatku yang lama di apart," jelas Taehyun dengan pelafalan yang terbata. Napasnya sesak, untuk sekedar bicara pun dia kesulitan. Taehyun hanya ingin sedikit saja nyerinya berkurang, setelah itu dia yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja
"Bagaimana dengan mereka?" Hueningkai menunjuk lurus ke arah Soobin dan Beomgyu yang entah sejak kapan saling bertumpu badan. Dua orang itu tidur terlalu nyenyak dengan posisi yang sama sekali terlihat tak nyaman.
Taehyun tak lantas menjawab, sibuk dengan skala nyeri yang lama kelamaan semakin meningkat.
ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
"Ayo kembali ke rumah sakit."
Hueningkai tak tahan dengan jajaran gigi Taehyun yang gemeletuk di dekat telinganya. Dengan Taehyun yang terkulai lemas di punggungnya, meski terlahang oleh lapisan jaket tebal, Hueningkai tetap bisa merasakan suhu tubuh Taehyun yang kelewat panas. Taehyun demam tinggi. Terang saja, angin malam adalah musuhnya. Dan Hueningkai jelas sadar sedang di mana mereka sekarang.
Ruang terbuka. Pinggiran jalan besar, menunggu taksi panggilan untuk segera datang.
Di sana, Taehyun terus mencoba untuk terbatuk, hanya agar jalan napasnya tetap terbuka. "Jika kita kembali ke sana, maka tidak akan ada kesempatan untuk kita melarikan diri lagi," tuturnya yang di akhiri dengan tarikan napas berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ TWIN FLAME || Taehyun & HueningKai
Fanfiction[BUKAN LAPAK BXB!] [100% FIKSI] Satu peti, satu jiwa, dua raga. ••• Yang mereka suguhkan bukanlah fantasi, bukan pula komedi. Berharap inspiratif, justru ironi yang terjadi. Terima saja apa adanya si kembar sial yang terikat dalam silang sengkarut a...