Aku tidak tahu dari sisi mananya aku mulai mengaguminya.
🌻
🌻
Yogyakarta, 30 Desember 2017
"Juna, Juna, lain kali lupanya pakek celana yo!" ucap waka kesiswaan yang tengah menertibkan siswa sebelum upacara rutinan sekolah dimulai.
Masih pagi, aku sudah mendengar namanya lagi. Kakiku sedikit jinjit karna berada di barisan paling belakang. Aku melihat Arjuna yang terkenal pintar itu bahkan ikut nimbrung di barisan para siswa yang melewatkan atribut sekolah mereka. Cowok sepertinya bahkan lupa memakai dasinya. Bahkan aku yang mungkin tidak pantas dipanggil siswa teladan ini selalu mengedepankan kedisiplinan. Sejauh ini, Arjuna adalah tipe siswa teladan yang sangat santai menurutku. Dia bukan siswa pintar yang harus kelihatan sempurna. Dia justru memperlihatkan sisi manusiawinya.
Di sekolah ini, upacara sebenarnya tidak diadakan setiap hari Senin. Sekolah memilih akhir bulan dan setiap tanggal 17. Sebagai siswi baru, aku harus beradaptasi dengan kebijakan sekolah yang berbeda dengan sekolahku sebelumnya.
"Memang Kak Juna lupa ndak pakek apa lagi sampe ikut dihukum?" tanya siswi di sampingku yang satu kelas denganku. Sedangkan Tirah dan Rui ada di barisan depanku.
"Dasi kayaknya," jawabku karna sempat melihat seragam Arjuna kosong tanpa atribut itu.
Siswi itu pun terkekeh. "Kemarin dia ndak pakek kaos kaki, sekarang dia ndak pakek dasi. Besok dia ndak pake apa lagi nih! Kak Juna ini ada-ada aja gebrakkannya."
Aku hanya tersenyum tipis. Aku melihat wujud Arjuna lagi yang terkena terik matahari—panasnya pasti lebih parah daripada para siswa yang bebas hukuman lantaran mematuhi peraturan sekolah. Standar ketampanannya itu bukan tipeku sebenarnya, tapi entah kenapa, wajah cerahnya itu seperti menembus lensa mataku.
🌻🌻
Bel masuk sudah berbunyi, hanya saja kami bertiga masih ada di depan kelas karna guru mapel kami yang belum datang. Sesekali ada guru yang berjalan ke arah kelas lain, Rui langsung memperkenalkannya padaku.
"Itu namanya Pak Burhan, guru Seni Budaya yang paling keren di sini. Dia masih joko lho, belum menikah," jelas Rui.
Aku langsung mengacungi ketampanan guru yang mengajar mapel Seni Budaya itu. Sampai datang lagi satu guru dengan tubuh gempal yang berjalan di koridor kanan lantai tiga. Sementara kelas kita berada di koridor kiri lantai dua.
"Kalo itu guru favorit si Tirah tuh," tunjuk Rui ke atas.
"Bapak-bapak gendut dan sudah beruban itu?" Aku melototkan mata melihat tipikal Tirah yang sedikit tidak wajar.
"Bukan apa-apa, guru itu pamannya cowok yang diincer Tirah." Rui langsung memperjelas kesalahpahamanku.
"Kalo mau deketin ponakannya, kita harus deketin juga pamannya. Gitu kan, Rah?" kata Rui memperjelas prinsip kisah percintaan Tirah.
Aku melihat Tirah yang biasanya tak banyak berekspresi pun pipinya sedikit merona. "Sayangnya, dia ndak satu sekolah sama kita. Dia sekolah di SMA Negri, jadi ndak bersemangat kalo datang ke sekolah, ndak kayak masa SMP kita satu kelas."
"Memang, dia orangnya kayak gimana?" tanyaku penasaran karna melihat Tirah yang sepertinya sangat jatuh cinta pada sosok itu.
"Manusianya agak pendiam, justru aku suka yang seperti itu, ndak banyak gombal. Aku suka kesederhanaannya, dia orangnya ndak banyak gaya pokoknya," jelas Tirah. Rupanya tipe cowok idaman Tirah tak jauh dari karakternya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNA dan JOGJA [END]✔
Romance⚠️REVISI BERJALAN Orang bilang, jangan jatuh cinta di Kota Jogja. Tapi kebetulan aku bertemu dengan Arjuna Satria Girsang, manusia paling mencolok yang takkan pernah aku temukan lagi imitasinya di muka bumi ini. Sosok yang hanya dengan mendengar sua...