(31) Mencintaimu Tanpa Kebohongan

96 27 37
                                    

Aku mundur bukan karna aku menyerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mundur bukan karna aku menyerah. Tapi karna dia punya segalanya yang tidak sanggup aku kejar.

🌻

Yogyakarta, Januari 2018

Dia sering datang ke perpustakaan hampir setiap hari bulan ini. Meski kelasku bersebelahan dengan Kak Juna, aku lebih leluasa melihatnya dari meja perpustakaan. Dan aku memilih duduk tak jauh darinya. Tidak pernah aku luangkan ke kantin lagi tiap jam istirahat. Aku puaskan pandanganku padanya sebelum sosok itu pergi.

Lama memandanginya, tak kusangkah Kak Juna menoleh ke arahku dan tersenyum seperti hari-hari biasanya saat kami bertemu. Kupikir juga aku hanya akan mendapatkan senyumannya. Lebih dari itu, dia menghampiriku dan menyodorkan sebuah buku.

"Selamat, aku bahkan baru tahu dari Pak Kuswan kalo kamu dapat juara kontes itu," katanya.

Aku melirik buku antalogi itu—kumpulan puisi peserta kontes minggu lalu. "Makasih," balasku sedikit tersipu.

"Aku sekilas baca puisi kamu," pungkasnya.

"Menurut Kak Juna, apa puisiku—"

"Puisimu bagus. Sejak awal, aku tau kalo puisimu seharusnya diikutkan lomba. Kalo ndak salah, puisi kamu waktu itu judulnya 'Obsesi' kan?"

Mataku membulat dengan judul puisi yang Kak Juna sebut bukan yang ada dalam halaman buku antalogi itu, melainkan judul puisi yang pernah aku selipkan di tas Kak Juna. Pernyataan cinta lewat puisi yang sudah tertolak itu membuatku sangat malu.

"Maaf, Kak. Waktu itu aku lancang," ucapku merasa bersalah sudah sering mengusik kehidupan Kak Juna.

Kak Juna kemudian duduk di sampingku dan membuat jantungku terkoyak sesaat. "Lalu kenapa kamu menyukaiku?" tanyanya.

Bola mataku bergerak kanan-kiri. Penghuni perpustakaan sudah bergantian melirik ke arah kami berdua. Akan ada desas-desus tentang keintiman kami berdua sekarang pun tak apa. Aku lebih suka digosipkan sebagai pacar Kak Juna. Tapi otakku cepat sekali bereaksi ketika aku membayang kehidupan indah bersamanya. Logika menolak keras anganku.

"Aku—" Lidahku mendadak keluh oleh tatapan maut banyak siswi.

"Mas Arjuna." Kami berdua menoleh. Penjaga perpustakaan tiba-tiba memanggil Kak Juna. "Kemarin kamu sudah meletakkan buku paket Fisika ke raknya semula?"

"Sudah, Bu," jawab Kak Juna.

"Tapi ndak ada, Mas Arjuna. Coba cari di raknya kalo emang udah dikembalikan ke rak semula," pinta penjaga perpustakaan. Bahkan dengan Kak Juna pun, dia masih bersikap ketus.

Kak Juna sambil menghela napas berat lantas beranjak ke rak tujuannya. Aku mengambil beberapa detik sebelum memutuskan untuk mengikuti Kak Juna. Rak itu berada di paling pojok dan jauh dari meja untuk siswa membaca buku. Ini kesempatan bagiku untuk berbicara empat mata dengan Kak Juna tanpa tatapan sinis banyak siswi.

JUNA dan JOGJA [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang