(36) JOGJA dan Kenangannya

173 29 17
                                    

Jogja itu istimewa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jogja itu istimewa. Dan semua orang yang kamu temui di Jogja itu juga akan menjadi orang yang istimewa. -Afgan

🌻

Banyak hal yang tak berubah ketika aku datang ke kampung Kak Juna dulu, salah satunya bangunan kayu perpustakaan. Pihak pengelolah perpustakaan memang sengaja tidak merubah bangunan utama perpustakaan agar tampak kuno. Meskipun begitu, fasilitas di perpustakaan makin ditingkatkan, bahkan sudah disediakan dua komputer di sini. Koleksi buku juga makin bervariasi. Tapi aku datang bukan untuk menganalisa pengelolahan fasilitas perpustakaan, melainkan minat baca masyarakat di kampung ini dengan dibangunnnya perpustakaan.

Banyak yang aku bahas dengan Pak Kuswanto mengenai judul penelitian skripsiku. Aku berharap bisa menyelesaikan tugas akhir kuliahku segera. Karna cuti setahun, aku jadi terlambat masuk kuliah dari teman-teman seusiaku. Apalagi judul skripsiku yang disetujui dosen pembimbingku bertempat di sini.
Entah kenapa aku merasa, ada tujuan lain takdir membawaku kembali ke kota ini.

"Saya nggak bisa mulai hari ini, Pak wawancaranya. Soalnya harus menyiapkan bahannya dulu," ucapku pada Pak Kuswanto di depan perpustakaan sebelum pamit.

"Saya selalu siap bantuin kamu kok, Fris. Tenang saja," balas Pak Kuswanto.

Aku menghela napas lega. "Bismillah. Pasti akan dipermudahka kalo kontributornya Pak Kuswanto," kataku.

"Kamu ini iso-iso wae."

Aku tersenyum malu. "Sebenarnya, saya nggak niat kembali ke Jogja. Lagian Mbak Ayu juga sudah pindah. Tapi karna kepaksa jadi harus jauh-jauh datang ke sini."

"Terus sekarang kamu tinggal di mana?"

"Saya tinggal di penginapan," jawabku, "agak jauh sih dari sini."

"Loh. Kamu sih ndak bilang kalo mau ke Jogja, tau gitu kan biar tinggal di rumah saya toh, biar ndak balik-balik."

"Memang niat saya biar nggak mau ngerepotin Pak Kuswanto."

Pak Kuswanto langsung terkekeh. Dia hanya bisa menepuk bahuku pelan seolah dia mengatakan kalau aku pasti kuat menjalankan tugas akhir kuliah sendirian di Jogja.

Tak lama setelah aku mengucapkan pamit pada Pak Kuswanto. Sosok pengunjung perpustakaan yang baru datang menyapaku. Mas Awan turun dari motornya dan menghampiriku tergesa-gesa seolah bertemu dengan orang yang lama tidak dilihatnya.

"Wih, bisa tinggi juga yo kamu."

Aku kesal dengan ucapan pertamanya yang terdengar begitu ironis. "Kayaknya cuma nambah setengah senti," gurauku membuat Mas Awan tertawa puas.

"Kapan datangnya? Kok ndak ngabarin toh kamu? Terus ngapain ke sini?" cecarnya sampai aku tidak sempat menjawab semua pertanyaannya itu. Sikapnya tidak ada ubahnya. Mungkin yang berubah hanya fisiknya yang makin berisi dan berotot. Aku senang melihatnya tampak sehat. Rambutnya Mas Awan sedikit gondrong sekarang dengan warna terang. Sepertinya dia sedikit menyemir blonde rambutnya. Kulitnya juga makin cerah. Hilanglah sudah julukan hitam-manisnya.

JUNA dan JOGJA [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang