Hai,assalamualaikum!!
Kabar kalian gimana ?semoga dalam keadaan sehat ya!!.
Beri tanda jika terdapat kata yang salah(typo)
Happy reading!!
-.-.-.-.-.-.-.-
Sore itu setelah pulang dari rumah Fira,Adiba merebahkan dirinya di atas kasur. Memikirkan apa yang Fira katakan.
Apa benar Fatih menyukainya? Bagaimana bisa? Dekat saja tidak bahkan setelah berkuliah selama 2 tahun ia baru mengenal Fatih kemarin.
Hari ini benar-benar tak ada ketenangan bagi Adiba. Setelah,tadi ada agenda perjodohan kini ia di pusingkan dengan perkara orang yang suka kepadanya. Rasanya ia ingin hari ini cepat berlalu dan berharap hari esok lebih baik dari ini.
"Ah udahlah,pusing pikirin itu mulu"ia mengacak-acak hijab yang tersemat di kepalanya.
"Siapa sih kok bisa surat itu ada di dia?"
"Setelah kemarin nawarin anaknya sekarang surat buat Habib Ali malah di dia"
"Apa mungkin dia bukan ibu-ibu,tapi tukang teror atau cuman iseng doang?"ia terus bertanya-tanya pada dirinya setelah melihat pesan itu.
Masalahnya ini bukan kali pertama nomor itu menghubunginya. Namun,entah mengapa kali ini rasanya yang menghubunginya itu bukanlah orang yang sama. Iya,ini memang nomer yang sama namun, yang mengirim bukanlah orang yang sama.
"Males. Buat apa ngeladenin orang nggak jelas kayak gitu"ia menaruh benda pipih itu diatas meja yang berada di samping kasurnya.
***
"Yah,Diba kan udah bilang tadi. Diba nggak mau di jodohin, tapi kalo memang mau dilanjutin,jalan Ta'aruf aja,nggak perlu perjodohan." Adiba menjelaskan panjang lebar kepada ayahnya.Kini ia merasa sangat muak dengan pertanyaan ayahnya yang hanya itu-itu saja. Menanyakan apakah ia setuju dengan perjodohan itu atau tidak, bagaimana menurutnya dengan lelaki tadi. Rasanya ia ingin pergi dari sana lalu berteriak sekencang-kencangnya.
"Ya udah kalo memang itu keputusan kamu" Faisal mengalah begitu saja, ia tak ingin terlalu menekan.
"Tapi kalo kamu suka sama orang jangan keterlaluan sampai obsesi gitu, Ayah nggak suka." tuntasnya, lalu pergi meninggalkan Adiba yang kini memandang televisi,begitu saja.
Adiba meraih ponselnya memandang notifikasi yang baru saja datang dari Fira. Adiba mematikan televisi lalu pergi menuju kamar. Beristirahat. Hari ini ia rasanya sangat lelah, entah apa yang terjadi esok ia tak ingin berpikir panjang.
***
Pagi yang begitu cerah itu kini dijalani dengan begitu sendu oleh Adiba,rasanya ia ingin sekali bermalas-malasan. Namun, angannya itu tak akan bisa ia gapai karena hari ini ia harus berkuliah.hari terakhir kuliah.Ia bangun dari tempat tidurnya dengan rasa malas yang menyelimutinya, Adiba menepis jauh rasa malasnya. Mengambil air wudhu untuk sholat Dhuha.
Dring...Dring...
Deringan dari ponselnya berbunyi beberapa kali, ada panggilan masuk.
Adiba meraih ponselnya setelah menyelesaikan aktivitas mengadu kepada sang pencipta.
"Assalamualaikum, Fira?"awalnya,ternyata Fira yang menelpon.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"balasnya dari arah seberang.
"Saya udah dibawah"lanjutnya dan itu membuat Adiba kembali terburu-buru.
Ia meraih pakaian yang akan ia pakai hari ini, untung saja tadi subuh ia sempat mandi.
Setelah selesai bersiap-siap Adiba bergegas keluar dari dalam kamarnya , mengunci pintu.
Setalah sampai di bawah terlihat Fira yang kini sedang duduk manis,menyantap makanan yang tersedia di atas meja makan.
"Kamu bikin panik aja, masih pagi loh ini"ucapnya setelah sampai di depan meja makan dengan Fira yang mencomot satu tempe goreng.
"Udah jangan banyak ngoceh, buruan makan nanti terlambat"Fira memasukkan paksa tempe goreng itu kedalam mulut Adiba.
***
Adiba dan Fira berjalan melewati lorong yang ada di sekitar kampus, menuju ke kelas."Assalamualaikum Adiba,Fira"sapa Fatih yang kini berdiri di depan pintu kelas mereka.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"
"Fir, boleh pinjem adibanya sebentar?"tanya Fatih dengan mata yang menatap kearah Adiba.
"Pinjem-pinjem kamu kira saya ini barang,main di pinjem aja. Saya nggak mau" Adiba tak terima. Fatih kira dia itu barang yang bisa di pinjam seenaknya apa?
"Saya mau bicara"ucapnya dengan padat dan jelas.
"Bicara disini aja sih"
"Nggak bisa,Adiba"
"Udah,ikut aja"lanjutnya,dengan malas Adiba mengikuti langkahnya dari belakang.
Kini mereka berdua berhenti di depan pintu perpustakaan, mereka duduk di kursi luar yang ada di depan perpustakaan.
"Saya ada niat baik sama kamu"
"Mau bantu saya ngerjain tugas?" Sungguh bukan itu respon yang di harapkan oleh Fatih saat ini.
"Saya ingin bicara dengan ayah kamu"ucapnya,sekiranya ini lebih jelas dari yang tadi.
"Saya ingin melamar kamu"lanjutnya saat melihat Adiba kini sepertinya bertanya-tanya.
Haduh kenapa harus sekarang sih? Ini terlalu cepat, setelah apa yang terjadi kemarin.
Adiba hanya terdiam,berpikir jawaban apa yang harus ia lontarkan agar Fatih tak merasa kecewa.
"Fatih,maaf sebelumnya. Bukan bermaksud membuat mu kecewa tetapi saya tak memiliki perasaan yang sama dengan kamu"ia mulai mengeluarkan suara.
"Fira,sahabat saya suka dengan kamu. Apakah kamu tidak bisa melamarnya? Dan meninggalkan saya?"sungguh ini adalah hal yang tak diinginkan oleh Fatih,ia tahu bahwa Fira menyukainya. Tapi ia sama sekali tak memiliki perasaan yang sama pada Fira.
"Saya sudah punya calon,kamu jangan ganggu saya lagi."Adiba bangun dari duduknya lalu pergi. "Maaf bukan bermaksud membohongi mu,tapi saya nggak mau Fira sakit hanya karena saya"gumamnya.
.
.
.
.Sampai di sini dulu ya
Jangan lupa tinggalkan jejak ya!!Hargai penulis dengan memberikan dukungan semacam vote dan komen.
Yuk remain ceritanya lagi biar semakin semangat up nya.
Jangan lupa sholawat dan selalu bersyukur ya di setiap harinya
Babay assalamualaikum
KAMU SEDANG MEMBACA
Seorang Ahwal
Teen Fiction"apa benar seorang Sayyid hanya di peruntukan untuk seorang Syarifah?" mencintai seseorang yang tak bisa di gapai, seseorang yang bahkan derajatnya jauh di atas mu,itu adalah hal yang tak ada hujungnya.mungkin memiliki hujung dari perasaan itu semua...