Hai,assalamualaikum!!
Kabar kalian gimana ?semoga dalam keadaan sehat ya!!.
Beri tanda jika terdapat kata yang salah(typo)
Happy reading!!
-.-.-.-.-.-.-.-
"Yah,jangan sekarang ya ?" Entah sudah berapa kali Adiba melontarkan kalimat itu. Membujuk sang Ayah untuk tidak menindak lanjuti ucapannya tadi malam.
"Nggak Bisa,Diba.mereka sudah mau sampai"
"Tapi Diba nggak mau yah. Ini terlalu cepat"tentangnya. Ia meremas jemarinya rasanya jika ia bisa mengendalikan seseorang ia kan mengendalikan Ayah nya.
Sungguh tak bisa di pungkiri ia sungguh tidak suka dengan keputusan Ayahnya ini.
"Ini untuk kebaikan kamu. Yakin dengan keputusan Ayah"Faisal bersikeras untuk meyakini putrinya.
"Ayah jahat. Ayah muak ya liat Diba disini. Makanya,ayah mau jodohin Adiba"Mutlaknya lalu pergi begitu saja.
Sebelumnya Faisal sudah menjelaskan alasannya kepada Adiba namun Adiba sepertinya tidak mengerti apa yang Ayahnya maksud.
Kini Adiba duduk di atas kasur miliknya,menangis. Ini benar tak ada dalam rencana hidupnya.
"Diba tau,ayah ingin memberikan yang terbaik untuk Adiba. Adiba tau ayah takut jika Adiba larut dalam perasaan ini dan tak bisa mengendalikannya.Tetapi,ayah harus tau bahwa melupakan seseorang dengan cara mengganti nya dengan orang lain adalah hal sulit."
"Biarkan Adiba sembuh yah,Jika memang ia tak di peruntukkan untuk Adiba.Tetapi tolong jangan seperti ini,Adiba nggak mau memperalat seseorang yah"
Adiba menandai pantulan dirinya yang kini memperlihatkan ia dengan mata yang sembab dan penampilan yang berantakan.
"Adiba!!"seruan itu membuat Adiba buru-buru menghapus cairan bening yang mengalir dipipinya.
"Turun dulu,Nak."
Adiba keluar dari kamarnya dengan penampilan yang bisa di katakan rapi namun tidak dengan matanya yang kini tak bisa membohongi bundanya. Nadia mengusap punggung Adiba seraya mengangguk untuk meyakinkannya.
Ibu dan anak itu berjalan sejajar dan tak perlu membutuhkan waktu yang lama mereka berdua sampai di ruang tamu. Adiba menyapa dan memperhatikan satu persatu dari tamu yang datang,sampai di mana ia melihat insan yang tak asing dari pandangan nya.
"Nggak usah dipelototi begitu,ya kita pernah bertemu"ucap lelaki itu yang seolah-olah tahu apa yang ada di pikirannya. Ia sedikit mengingatkan lelaki itu. Adiba memilih kembali memalingkan wajahnya.
"Ini lelaki yang Ayah maksud."
Adiba sedikit melirik lalu kembali menunduk.
"Nak Adiba,taukan maksud kami kemari ?"tanya perempuan paruh baya yang seperti ibu dari lelaki tadi.
"Maaf sebelumnya,tapi jika boleh jujur saya tidak setuju dengan perjodohan ini. Saya juga punya perasaan,dan itu tak dapat dipaksa" tegas Adiba. Ia tak ingin bertele-tele.
"Saya sahabat dari ayah kamu.kami mempunyai rencana untuk menjodokan kalian"ucap lelaki yang merupakan suami daripada perempuan paruh baya tadi.
"Saya tau,tapi seperti apa yang saya katakan tadi,saya memiliki perasaan. Dan tidak dapat di paksa"kini Adiba tak lagi menunduk ia memandang lawan bicaranya.
"Untuk perjodohan saya tidak mau lanjutkan,tetapi untuk Ta'aruf mungkin masih bisa di bicarakan"
Tidak. Ini ia katakan bukan dengan sengaja,hanya saja ia tak ingin mempermalukan keluarganya. Dan disisi lain ia hanya ingin keadilan atas apa yang ia rasakan tanpa ada paksaan sedikit pun.
"Tetapi melakukan Ta'aruf pun saya akan pikir-pikir dulu"
"Saya terima dengan permintaan kamu,mungkin saat ini bukan waktu yang tepat,dan terlalu cepat"lelaki muda itu kembali membuka suara.
Kedua orang tua dari pihak mereka berdua kini hanya diam. Membiarkan mereka berdua berbicara.
Disela-sela pembicaraan mereka,Adiba melirik jam dinding yang berada di ruang tamu itu dan sudah menunjukkan pukul 13:25.
"Bunda,Diba bisa pergi duluan. Ada janji sama Fira"bisiknya kepada sang Bunda yang bertepatan duduk disebelahnya.
"Ada janji jam setengah dua nanti"lanjutnya,diangguki oleh Nadia.
"Om,Tante saya pamit dulu ya. Ada janji sama temen"pamitanya.
Adiba mengecup punggung tangan Ayah dan Bundanya begitupun dengan perempuan paruh baya tadi namun tidak dengan suami dari perempuan tadi,Adiba hanya menunduk dengan tangan yang di tangkup di depan dadanya.
Lalu lelaki itu? Boro-boro senyum melihatnya bahkan meliriknya saja tidak.
Adiba menjauh pergi dari ruangan itu tanpa membawa apapun selain handphone dan kunci motornya.
"Sabar nak Husain, Adiba memang seperti itu"ucap Faisal saat melihat Husain yang sepertinya begitu berharap bahwa Adiba akan berpamitan dan juga memberikan senyuman padanya.
Ya lelaki itu bernama Husain, Muhammad Husain Ghifari lelaki yang rencananya ingin dijodohkan dengan Adiba,tetapi Adiba menolaknya. Muhammad Husain Ghifari adalah lelaki yang terbilang cukup tampan,memiliki badan yang terbilang seperti lelaki pada umumnya,jika dilihat dari penampilannya ia terbilang seperti lelaki Sholeh,hitam manis hidungnya mancung dan bola matanya hitam pekat.
***
"Diba,kamu taukan kalo saya itu suka sama Fatih?"kalimat itu tiba-tiba saja keluar dari lisan Fira.
"Lalu?"
"Kamu jauhi dia ya?"
"Saya sama dia memang jauh. Kita nggak deket sama sekali"
"Fatih suka sama kamu Adiba"sungguh kalimat itu membuat Adiba terkejut bukan main,bukan tanpa alasan ia terkejut tetapi bagaimana bisa Fatih menyukainya? Sedangkan Fatih dekat dengan sahabatnya, Fira.
"Tolong jauhi dia."
.
.
.
.Sampai di sini dulu ya
Jangan lupa tinggalkan jejak ya!!Hargai penulis dengan memberikan dukungan semacam vote dan komen.
Yuk remain ceritanya lagi biar semakin semangat up nya.
Jangan lupa sholawat dan selalu bersyukur ya di setiap harinya
Babay assalamualaikum
KAMU SEDANG MEMBACA
Seorang Ahwal
Teen Fiction"apa benar seorang Sayyid hanya di peruntukan untuk seorang Syarifah?" mencintai seseorang yang tak bisa di gapai, seseorang yang bahkan derajatnya jauh di atas mu,itu adalah hal yang tak ada hujungnya.mungkin memiliki hujung dari perasaan itu semua...