TSG 18 |•| Player

15 2 0
                                    

I'm comeback guyss!

Ayoo bacaa cerita ini, jangan lupa untuk tinggalkan jejak seng!

Tandai kalo ada typo, ya!

<>

HAPPY READING!

"This is player. Player dalam sebuah game!"

💐

CANDRINA AMELIA POV :

Hari ini sedang free class karena sudah kelas 12 mungkin guru tau beban pikiran mereka sedang banyak-banyaknya. Apalagi ini SMK.

Hampir setengah jam lalu mereka membereskan tugas yang banyak. Masih mending kalo itu pilihan ganda, tapi, ini esai. Beranak lagi.

Sekarang waktunya menikmati suasana kelas dengan tidur. "Can, kipasnya nyalain," titah Sekala.

Candrina melakukan instruksi itu, "Kebawah, Can. Nggak kerasa tau anginnya." kata Neora.

"Woii Can. Kipasnya pindahin,"

Candrina menoleh, "Sok sama kalian aja, nggak mau ah gue ngebenerinnya."

Renata terkekeh mendengar itu. "Woilah ngakak gue!"

💐

Candrina Amelia, atau sering di panggil Can. Adalah gadis dengan rambut terurai panjang, tidak pernah di kuncir itupun hanya beberapa kali.

Gadis dengan gatged-nya yang tidak pernah ia lepaskan begitu saja. "Rena, ayo mabar, gue udah punya skin baru loh, lo mau liat nggak?"

Renata menoleh, "Gass," imbuhnya.

Selalu dan akan selalu seperti itu, percaya atau tidaknya, akan ada kalimat seperti ini, 'Hidup kita beda dan masa itu akan berjalan dengan kaki kita sendiri.'

Rintiya akan menjadi pendengar handal di antara mereka, akan menjadi orang pertama untuk mengucapkan selamat jika permainan itu di menangkan oleh mereka.

Saat ketiganya sibuk dengan game, suara ketukan mengalihkan pandangannya, "Nyari siapa?" tanya Candrina yang nongol di sela-sela pintu.

Orang tersebut sedikit kaget, "Emm, i-itu Sembaya, ada?" tanyanya dengan gugup.

Candrina mengangguk, "Baya ada yang nyari di depan." ucapnya sambil melanjutkan game-nya.

"Siapa?" Candrina mengangkat bahunya tanda tidak tahu.

Sembaya masih tetap fokus pada tontonan yang di gadget-nya itu. "Tanggung bentar lagi tamat nih drakor," ucapnya yang masih terfokus.

Nuwiza yang di sebelah menganggukkan kepalanya setuju, akhirnya Sekala keluar melihat siapa yang mencari temannya itu.

Mata Sekala menatap tidak suka pemuda di depannya. "Lo cari Sembaya?" pemuda itu mengangguk.

"Dia lagi nonton, nggak bisa di ganggu, mending lo pergi aja," usir Sekala dengan nada ketus.

Pemuda di hadapannya menatap bingung, "Yaudah gue tungguin aja, gue mau bicara serius sama dia," balasnya tanpa menggubris ucapan Sekala.

Sekala memberenggut kesal. "Gue bilang gabisa ya gabisa anjir! Kenapa lo maksa pengen ketemu sih?!"

Ansa, pemuda itu hanya acuh mendengarkannya. Saat dirinya duduk Sekala mau menghampiri tapi, hampir saja Sekala terjatuh tergelincir kalo tidak dirinya tangkap.

"Ehh! Awshh," pekik Sekala.

Pekikan itu terdengar sampai dalam kelas. Semua siswi keluar termasuk Sembaya. Dan pemandangan di depannya cukup membuat dirinya menahan gejolak marah.

"Lepasin! Ngapain lo peluk gue?!" nadanya kian meninggi.

Ansa menghela nafas panjang, emang perempuan di depannya sangat menguras tenaga jika ketemu.

Mata Ansa melirik Sembaya, senyumnya terpancar di bibirnya, "Baya, ayo ikut gue." ajaknya yang menarik tangan Sembaya.

Sembaya terkejut bukan main, matanya melirik sekilas Sekala.

💐

Bel pulang sudah berbunyi beberapa menit lalu, dan waktu sudah menunjukkan jam 4 sore, tapi sang Mamah belum juga menjemput dirinya pulang.

Parkiran dekat gerbang sudah lenggang, hanya ada beberapa kendaraan saja. "Lo mau bareng gue nggak?" tanya Mayang yang baru saja menaiki motornya.

Mayang ada di sebelahnya, "Gausah, udah di jemput Mamah, kok," tolaknya dengan halus.

"Yaudah, gue duluan, hati-hati, ya," pamit Mayang yang berlalu.

Candrina menyenderkan punggungnya pada gerbang sekolah di belakangnya, helaan nafas keluar dengan panjang, "Mamah kebiasaan, ihh!" dirinya sudah mulai kesal.

Sekolah hari ini sangat lelah baginya, dirinya ingin segera merebahkan tubuhnya pada pulau kapuk. Langit sudah mendung sore ini, bahkan kilatan petir sudah terdengar meskipun kecil.

Matanya terfokus pada warung seblak yang ada di sebrang sekolah. Warung yang cukup populer di kalangan murid sekolahnya.

Hampir setiap istirahat dan pulang sekolah sering di penuhi mereka, termasuk sekarang. Ada beberapa murid yang masih mengantri bagiannya.

Langkah Candrina membawanya ke tempat itu, memesan beberapa toping yang akan menjadi temannya bermain game nanti.

15 menit dirinya sudah mendapatkan pesanan itu, dan Mamah-nya pun sudah ada, "Ayo pulang, cape,"

Sang Mamah menganggukkan kepalanya, menatap putri satu satunya itu, "Pake helm dulu," Candrina mengangguk singkat.

💐

Hujan turun membasahi bumi dengan ribuan rintiknya. Di dalam rumah minimalis, tepatnya di sebuah kamar tengah berada seorang gadis dengan pakaian rumahannya.

Menikmati jajanan yang dirinya beli tadi, di temani minuman panas, dan tentunya game.

Menurutnya dunianya itu tergantung dari mana mereka memilih jalan untuk membahagiakan diri sendiri, terserah nantinya akan seperti apa.

"Gue lagi mabar, jangan telepon!" suaranya mengintruksi orang di seberang sana.

Dengan cepat dirinya menekan icon merah untuk mematikan teleponnya. "Tuh kan mati, emang sialan tuh si Renata!" gumamnya kesal.

Dirinya adalah player handal dalam sebuah permainan online sudah tidak di ragukan lagi, setiap ada event di sekolah dirinya selalu di tunjuk untuk menjadi perwakilan.

Banyak pencapaiannya saat duduk di bangku SMK, persahabatan yang manariknya untuk mengenal satu sama lain, teman se-frekuensi, dan banyak lagi.

Candrina pun bisa memahami setiap karakter temannya jika bertemu meskipun hanya selewat.

Mampu membuat mereka penasaran dengan sosok Candrina Amelia, ini.

💐

Kasih vote and komennya yang banyak!

Tinggal dikit lagi karakternya muncul, have fun teruss ya!

Mari ketemu di bab selanjutnya, babay!

TWENTY-TWO STRONG GIRLS  (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang