TSG 04 |•| Sebuah Ambisi

39 9 0
                                    

Bismillah bisa sampai namatin ceritanya.

Ayoo baca!

Semoga suka, Aamiin.

Tandai kalo ada typo!

<>

HAPPY READING!

"Sebuah keinginan dan harapan yang di semogakan tercapai. Tentang masa yang di susun rapi, dan ambisi yang ingin di utarakan."

💐

SEONIKA CAHAYA POV :

Beberapa bulan yang lalu....

Taman dengan isinya. Tentang mengutarakan apa yang ingin di sampaikan dan mendengar pemikiran mereka.

Hari ini sangat ramai, banyak orang yang tengah sekedar berkemah di taman kota ini. "Seo, minum lo, nih,"

Lamunanya buyar saat pemuda yang sejak tadi menghilang kini berada di depannya sambil memberikan sebotol minuman dingin.

"Makasih." jawab Seonika singkat.

Pemuda itu sekarang duduk di kursi sampingnya, "Habis ini lo mau kemana lagi?" tanyanya.

Seonika menoleh, "Perasaan gue udah bilang deh tadi, harus banget nanya lagi?" ketusnya yang membuat pemuda itu menghela nafas panjang.

"Eh, iya. Gue anter ya, Se?" Seonika menggeleng bahwa itu tidak perlu. "Gausah."

Rifqi, pemuda itu tersentak mendengar nada dinginnya gadis di sampingnya. "Coba biasain, Se. Lo kenal gue udah beberapa tahun, bukan perkara satu atau dua hari."

Seonika hanya acuh, dirinya mulai melangkah meninggalkan Rifqi yang tengah mengelus dadanya sabar. "Untung gue suka, gadis dingin," gumam Rifqi dengan senyum tipis.

Setelahnya mereka mulai meninggalkan area taman, tempatnya beristirahat tadi setelah ber-jogging bersama.

"Lo kesini sama gue, berarti pulangnya harus sama gue juga!" tegas Rifqi yang langsung menuntun dirinya menuju parkiran.

"Pake helm dulu, Se, biar aman. Sini gue pakein, nggak ada penolakan," seru Rifqi cepat sebelum Seonika protes.

Seonika memutar mata malas, "Dasar pemaksa," Rifqi hanya terkekeh setelah mendengar itu.

Jika boleh jujur ia senang dengan perlakuan Rifqi terhadap dirinya. Jika boleh jujur dirinya merasa aman dan nyaman dekat dengan pemuda yang sudah dirinya anggap 'Rumah' tanpa sepengetahuannya.

Tapi kejadian itu akan menjadi memori buruk. Dimana dirinya harus menelan pahit tentang masa yang akan di rangkai bersamanya.

"Rif, lo harus bangun! Lo harus bangun jangan tinggalin gue, gue mohon!" bentak Seonika dengan nada bergetar hebat.

Seonika mengangkat pelan kepala Rifqi, di tempatkan pada pahanya, darah segar mengalir begitu deras.

Bau anyir tercium jelas di panca indranya, "Rif, mohon bertahan, gue nggak mau gini."

"Rifqi! Bangun gue bilang!" matanya sudah memerah, cairan bening sudah meluruh begitu dengan derasnya.

Membanjiri wajah tampan pemuda yang beberapa menit membuat dirinya bahagia. "Gue sayang lo, Rif, gue mohon bangun." nafasnya tercekat.

TWENTY-TWO STRONG GIRLS  (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang