***
Tak ada henti-hentinya Bianca menangis di dalam kamar, bahkan ibunya hanya acuh tidak peduli. Karena memang sudah seharusnya Bianca merasakan ini atas kesalahannya terhadap Elan, bisa aja ia disebut tidak becus mendidik anak jika ia membiarkan Bianca merasa menang sendirian. Kini Bianca dikurung satu malam oleh ibunya untuk merenungi kesalahan yang telah ia perbuat.
"Ini semua salah Anna! Gara-gara dia gue jadi dihukum sama Mama." gumamnya, ia menatap tajam pigura foto yang berisikan foto angkatan mereka satu tahun lalu.
Di foto itu terdapat Zhivanna yang memimpin di depan dengan gagah, berbeda dengannya yang sengaja di simpan di bagian belakang lantaran tidak terlalu aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Yang di depan, khusus para siswa-siswi yang aktif ekstrakurikuler juga peraih prestasi.
"Lo udah renggut semua kebahagiaan gue!" tekannya pada foto seorang gadis sedang tersenyum manis, ia memukul-mukul keras foto itu kemudian melemparnya ke kasur. Ia kembali menangis, memeluk lututnya.
Flashback On
Angkatan SMAJA ke-67 kini sedang sibuk dikarenakan adanya sesi foto bersama di lapangan Sekolah guna kenang-kenangan sebelum mereka naik tingkat ke kelas duabelas dan akan melaksanakan Ujian Akhir. Ada sekitar sembilan ratus tujuh puluh enam siswa di angkatan 67, sebut saja ini adalah jumlah terbanyak dari angkatan sebelumnya. Karena biasanya hanya sampai tujuh bahkan delapan ratus siswa pertahunnya.
"Zhivanna kemana?" tanya Elan kepada teman-temannya Zhivanna. Tetapi, mereka hanya menggeleng pertanda tidak tau.
Bianca datang, ia menepuk bahu Elan. "Udah El, bentar lagi pemotretan bakal dimulai. Zhivanna palingan males, biasanya juga begitu kan?" tanya Bianca.
Elan menggeleng. "Nggak, dia udah bilang kalo sesi pemotretan ini hal yang ditunggu-tunggu! Nggak mungkin dia pergi gitu aja," balas Elan menatap Bianca tajam. "Minggir. Gue mau cari Anna," Elan menyingkirkan tubuh Bianca sedikit kasar, yang dikasari hanya dapat mengepalkan tangannya kuat.
"Anna lagi Anna lagi!" gumam Bianca.
Ia kembali fokus ke depan, di sana banyak sekali guru-guru yang sibuk menatap kerapihan para siswanya agar tertib. Juga ada fotografer yang sedang mengutak-atik kameranya agar berakhir sempurna pemotretannya.
"Panggilan kepada Zhivanna untuk memimpin pemotretan mohon segera mendekat ke sumber suara!"
Suara panggilan dari speaker itu jelas saja membuat hati Bianca dilanda keirian yang besar terhadap Zhivanna, selalu saja Zhivanna yang dinomorsatukan oleh siapapun. Entah Elan, ataupun pihak Sekolah. Sampai-sampai Bianca berpikir, apa kehebatan Zhivanna sehingga disanjung seperti itu oleh Sekolah?
Bianca bangkit kemudian menghampiri guru tersebut dengan berlari, "Bu Zhivanna bilang sama saya dia ngga bisa hadir di sesi ini. Dia nitip pesan katanya digantiin aja sama saya," ucap Bianca memberitahukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Rajawali
Teen FictionUmur hanyalah angka, kematian tidaklah harus menunggu hari tua. Maka besok, akulah yang akan mengantarkannya dengan sebuah berita kematianmu. -Secret . . . "Usik kami? Maka pulang tanpa nyawa." -Vanostra Gang- Bagaimana rasanya jika cinta kamu tidak...